Monday, January 31, 2022

Setelahmu Memang Bukan Bentuk Baku


Harus dicatat di sini, yang istimewa dari rendisi Antonius Ventura terhadap setelah engkau adalah selingannya. Ingat, selingan, bukan nyamikan 'loh. Setelah setelahmu malah ketagihan, malah dilanjut apabila engkau minggat. Ya, minggat saja sana. Apa ketika dikeroki, apa setelah disabet sapu lidi sampai menancap-nancap di tengkuk, minggat selalu menjadi kebiasaanku. Sedang air panas bersimbah madu, jahe merah, dan mentol ini membahasi kerongkonganku, ada yang seperti menyangkut di sana, sudah terlalu sering aku merasakan yang seperti itu, tak mengapa.

Uah, cocok belaka dinamai Charmaine, membawa suka-cita, keriangan. Sesuatu yang katanya ada di dunia ini, namun--mungkin karena aku pemurung--jarang kutemui. Hidup seperti inilah yang akhirnya kupilih, atau dipilihkan untukku, aku tidak peduli. Mungkin itulah sebabnya aku diberi daya khayal yang di atas rata-rata, karena dedaunan hijau musim panas sudah memanggil-manggilku pulang. Pengembaraan ini sudah terlalu membosankan bagiku yang, jangankan mengembara, jalan-jalan saja tidak suka. Akibatnya aku buncit dan lemah begini, rata kanan-kiri. 

Jika kau mencintaiku, benar-benar mencintaiku, maka lakukanlah, aku tidak peduli. Lakukan apa. Memberakiku yang memang sudah tidak punya harga diri ini, meski keturunan bangsawan, meski pangeran aku ini. Ahoi ho hoi, dunia sudah tidak butuh bangsawan, pangeran dan sejenisnya, sedang seling-selingan ini memang benar-benar charmaine. Dari sinilah asal gembira, suka-citaku, melalui seling-selingan ini. Aku tidak suka nyemil apalagi kalau merepotkan. Jangankan kepiting saus lada hitam atau telur asin sekali, kacang kulit saja sudah terlalu merepotkan bagiku.

Ahaha lebih baik jangan, meski ini diilhami oleh versi Ray Charles, mungkin aku sudah terlalu biasa dengan rendisi James Brown yang penuh kekuatan terhadap Georgia dalam khayalku. Georgia itu sebuah negara berdaulat jika saja tidak dipaksa masuk ke dalam federasi Amerika. Ya, kedua orangtuaku memang bernenek-moyang dari selatan Jawa. Tidak heran jika aku merasa lebih terhubung dengan bagian selatan pesisir Amerika timur ketimbang utaranya. Mungkin aku--seperti Tom Jefferson--semacam pemilik budak yang baik hati, jika bukan pecinta negro sekali.

Lantas Serazad dari masa kecilku, di suatu siang hari ketika Pancito riang menyanyikan bayi-bayiku bola-bola, sedang diputar bolak-balik begitu sehingga terlihat lucu. Untunglah kutemukan kembali setelah salah menutup tab, ketika mau menutup pratinjau. Maka setelah kenangan tentang Georgia yang lucu, aku menyusuri Sungai Bulan. Tidak, aku tidak mau melakukannya bersama Holly Golightly. Aku, jikapun tidak bersama Cantik, lebih suka bersama Bude Connie, atau, lebih tepat lagi, Ibu. Ibulah yang kali pertama membawaku ke Sungai Bulan ini, menghiliri mudiknya.

Heh, ini kecerdikan! Apa Anton menafsirkan Sungai Bulan sebagai Mississippi, menyambungnya begitu rupa. Suka-suka dia, memang cantik dibuatnya. Tak heran Ibu menyukainya. Oh, ubin kelabu, karpet vinil biru muda, laut. Mungkin bukan laut benar-benar, bagaimana aku bisa sampai berpikir benar-benar laut padahal aku dibesarkan di tepi lapangan udara. Sanggupkah aku, seperti Febby Aldrian dan Ari Sutopo, hidup tidak jauh-jauh dari lapangan udara seumur hidupku. Sekarang hidupku tidak jauh-jauh dari tepian sungai dan itu cukup baik untukku. Aku menyukainya.

Sejak bertemu denganmu, Sayang, aku hampir gila. Hahaha, memang inilah yang akrab denganku dari kecil, jadi tidak heran jika aku mengalami, menghayatinya. Biarkan angan melayang, bersama soleado ini, yang bisa saja disalah-mengerti sebagai lagu Batak, ke bilangan Jeruk Purut, dekat Mesjid al-Barkah itu. Sungguh nyaman bekerja di sana, meski AC-nya seingatku agak terlalu dingin. Di mana pun AC akan terasa begitu olehku. Hanya di sinilah, menghadap tirai bambu ini, atau di Jang Gobay bersama teriakan elang dan betet, aku tidak merasa kedingingan. Biasa.

Barcarolle, bukan Mull of Kyntire!

No comments: