Wednesday, January 17, 2018

Entri Tidak Bagus Tapi Sudah Keburu Jadi


Dengan badan dan jiwa kotor aku mengetuk-ngetuk kibor Asus X450C ditingkahi musik-musik pilihan joki cakram [keras] Camajaya 102.6 FM. Seberapa lama akan tahan, sedangkan aku menjanjikan satu jam pada Devita Putri Dewi. Uah, kurasa aku tidak sanggup. Mungkin akan segera kuganti Delta 99.1 FM. Jiah, lagunya juga kids jaman agak now, 100% Lagu Enak 'pale lo manisan! Ini pun sepertinya tidak akan bertahan lama. Apa harus kuganti dengan daftarmainku sendiri, sedangkan guna radio adalah menyerahkannya pada joki cakram?


Di awal 2018 ini, tidak seperti tiga tahun yang lalu, pandanganku pada rumpun bambu di seberang sana Cikumpa terhalang oleh rak buku. Lagipula rumpun bambunya pun sudah tidak ada, diterjang longsor di musim penghujan yang mengakhiri kemarau panjang 2015 itu. Begitulah waktu terus berputar mengganti semua pemandangan dan pendengaran. Di titik ini entah mengapa kecepatanku melambat. Apakah karena suasana hati tak kunjung terbentuk oleh bunyi-bunyian yang inkoheren bagi otakku, meski sekarang si selalu juara mirip-miripan yang unjuk suara di I Radio 89.6 FM?

Apakah ini berarti aku harus merekam di sini bahwa Cantik pergi jalan-jalan dengan Sri siang ini, sedangkan sepatah pun dari modul Adat Law juga belum tertulis? Secangkir cappuccino memang sudah berhasil mengusir kelesuan. Aku memang sudah lebih bersemangat dibandingkan dengan beberapa jam lalu. Akan tetapi, itu 'kan badanku, sedang aku butuh pikiran dan jiwaku yang bersemangat. Mana tahu, setelah ini aku mandi dan mencongklang Parioh Sty ke kampus dan setibanya di sana pikiran dan jiwaku bersemangat. Bukan mustahil!

Ya, sepertinya memang harus dihentikan di tengah-tengah agar tidak nongol sedikit macam kutil. Sebagai tradisi lisan, puisi memang seni pertunjukan. Sebagai sastra, puisi adalah sesungguhnya seni rupa. Jadi estetika visual pun sangat penting. Memang tidak bisa diharapkan segala sesuatu selalu sesuai dengan keinginanmu, seperti mengharapkan waktu tidak akan pernah berlalu. Meski bunyi-bunyian agak entah-entah, suasana hati harus terus dijaga. Nasi kuning lengkap memang selalu membuat kenyangnya awet. Semoga ini bertahan sampai nanti malam.

Apakah harus kujaga agar selalu rata kanan rata kiri seperti forced justify begitu? Ah, itu berlebihan. Malah dapat mengekang kreativitas. Tidak selamanya aku, seperti siang ini, iseng banget saben-saben ngecek pratinjau. Sudah masuk lohor sedang ini masih kurang dua. Meski entah-entah ternyata lumayan juga. Ini malah seperti menginap di rumah teman yang kebetulan kaya-raya sehingga lumayan nyaman, meski tetap saja sekadar lumayan karena nyaman yang sejati hanya di kandang sendiri; yang aku sedang tidak punya sekarang. Kandang belajar? Jangan, ah.

Ada risiko besar jika ke kampus justru tidak produktif seperti sudah dua hari ini, Senin dan Selasa. Jika hari ini juga tidak, maka aku hanya punya besok untuk produktif, karena Jumat aku sudah berjanji pada Fajri Fadhillah untuk menghadiri seminarnya. Sudah itu pulangnya ke Jalan Radio karena Ibu memintaku menginap di sana. Tadi pagi ketika kukatakan pada Cantik, ia tidak setuju. Maafkan aku, Cantik. Kamu tahu sendiri aku lebih suka tidak ke mana-mana. Tadi malam juga sudah masuk email petunjuk untuk mengurus visa, jadi memang aku harus ke kampus.

Ini siangku yang tipikal, ketika aku tidak punya janji yang terlalu penting. Insya Allah, akan datang waktunya aku membaca-baca entri ini lagi sambil membayang-bayangkan siang tipikal ini, sedangkan siangku tidak lagi tipikal justru menyenangkan dan penuh berkah. Amin. Semoga Allah mengabulkan doa Bapak tempo hari. Kurasa, aku senang juga jika itu sampai jadi kenyataan. Asaptaga, besok bahkan bisa jadi tidak produktif juga jika aku harus ke STR, atau hari ini saja. Nanti 'lah. Visa dulu ini, baru yang lainnya akan beres dengan sendirinya. Insya Allah. Amin.

No comments: