Saturday, April 22, 2017

Uneg-uneg Kemaluan Manusia Sehari-hari


1. Di Sabtu pagi yang berkabut tipis ini, aku ingin merenungi kemaluan manusia, sedangkan lubang-lubang telingaku disumbat dengan kejeniusan musik asal Tuban. Keriangan musik mereka memang seharusnya sesuai untuk suasana pagi, namun jelas tidak cocok untuk merenung. [Salah sendiri mengapa pagi-pagi sudah merenung] Betapatah tidak akan merenung, bubur ayam yang barusan kumakan ya as-Salaam asinnya. Edan! Aku sampai tidak sanggup menghabiskannya. Bagaimana kemarin-kemarin aku bisa habis satu mangkuk, bahkan dengan tambahan kerupuk?


2. Apa tadi? Oh ya, kemaluan. Aduh, keriangan ini sungguh mengganggu usaha kemaluanku untuk malu. Mungkin kuganti dulu dengan sesuatu yang sendu. Aha! Aku punya yang kubutuhkan! Bulik Sundari! Hahaha aduhai cucok betul! Meski terasa aneh, matahari pagi sudah tinggi begini masih kelon bergelut dengan Bulik Sundari, tapi memang ini yang pas untuk kemaluanku. Anjrit, suara senar-senar violoncello yang dibetot-betot ini memang bagaimanapun sensual, apalagi jika ditingkahi dengan riangnya lonjak-melonjak cak dan cuk; benar-benar meremangkan bulu roma.

3. Segelas besar teh hijau pahit bersanding denganku kini, setelah sebelumnya teh melati manis segelas besar juga. Bisa jadi tak lama lagi akan ada secangkir cappuccino. Memang agak brutal, namun bagaimana lagi jika engkau harus mencurahkan uneg-uneg kemaluanmu? Tidak banyak pilihan. Usaha sudah ditempuh, dayung telah berkayuh. Daripada sudah gila mendoktrin diri sendiri dengan musik-musikan a la ngak ngik ngek gila-gilaan, malam tadi aku berusaha Menyingkap Rahasia Qolbu; dan tahukah kau apa yang kupilih? Budi Pekerti yang Baik!

4. Jih! [a la Hamid Arif] Budi Pekerti yang Baik, sedangkan bayangan anak perempuan kecil bunting tidak kunjung hilang dari uthek lethek-mu? Bagaimana anak perempuan kecil bisa bunting? Ya, pasti gara-gara kemaluan! Itulah akibatnya jika kemaluan memancarkan uneg-uneg-nya! Ini bagaimana juga Tanah Kerinduan terdengar seperti Aku 'kan Berjalan Seorang Diri? Kalau ini bisa jadi tidak ada kaitannya dengan kemaluan. Ini mungkin lebih berhubungan badan dengan kreativitas musikal. [Amboi, aku iri pada Prof. Djojodigoeno yang sanggup menemukan padanan dalam bahasa ibunya]

5. Itu karena... aku tidak punya kemaluan. [mengguguk. Hahaha sudah lama tidak kugunakan kata ini] Aku punyanya... rayap. [tertawa terbahak-bahak, yang padahal dapat menyebabkan matinya hati, sambil berusaha menyingkap perut yang sudah ndlewet agar tampak itu "rayap"] Ini lebih tepat! Daripada kemalu-maluan, lebih baik kehati-hatian, meski jika dikatakan begini terdengar seperti disertasinya Dr. Andri G. Wibisana, yang karenanya bisa tersulut itu smaradahana. Ahaha si Tolol! [Gara-gara itu 'kan kau menyapa anak perempuan kecil bunting?!]

6. "Fitnah! Sekali lagi, fitnah! Di mana-mana fitnah! Fitnah lebih kejam dari pembunuhan!" Demikian kata Jenderal A.H. Nasution yang pada waktu itu belum Besar, sedangkan meski hanya Kolonel Abdulkadir selalu Besar. Mungkin itu cucunya yang berkuliah di FHUI, Amanda Besar namanya. Meski perlu disesali, dikasihani, atau ditertawa-terbahak-bahakkan sekali mengapa ia harus membuat Pusstukrasi entah apa-apa, ini tidak ayal membuatku teringat pada Firman M. Dharma alias Mang Imas. [Hahaha bahkan ngomyang begini bisa jadi satu paragraf]

7. "Sudah. Sudah cukup 'kelahinya. Nanti Bercanda." Demikian kata Jenderal Kancil yang kemaluannya kecil. Aha! Ini ada hubungannya dengan Ratu Malu! Ini ada kaitannya dengan artis cilik. Ah, biarlah kemaluanku menyemburkan uneg-unegnya di sini, saat ini juga! Untunglah tepat pada saat ini juga Bulik Sundari mengangkangkan guagarbanya sehingga tersembur darinya sapu tangan yang harum baunya. Aduhai sungguh mendayu-dayu baunya membelai sanubari, menenangkan kemaluanku dari ketegangannya, sehingga berdenyut-denyut mengisut.

8. [Ini baru edan, mengapa dinomori setiap paragrafnya seperti Garis-garis Besar Pola Pembangunan Semesta Berencana Tahap Pertama, yang terdiri dari 17 jilid 8 buku 1945 paragraf?] Boa Edan! Jika bukan karena Dewi Murni, sudah berceceran belepetan ke mana-mana ini uneg-uneg kemaluan! Ini bahkan Dewi Murni-nya Bulik Sundari sekali! Aduhai mana tahan! Dalam hidupku yang menyedihkan ini, apa lagi yang dapat kulakukan selain mencecer-cecer uneg-uneg kemaluan di sembarang tempat, aku Sang Pelukis Aliran Eksibisionis? Tahi macan gondrong-gondrong!

Tahi Kambing Bulat-bulat! Bukan Buatan Bulatnya!

No comments: