Saturday, April 30, 2016

Mencoba Mengingat-ingat Ramadhan


Masih belum kusentuh juga pekerjaan yang sempat kukibaskan lepas dariku, lalu kembali lagi. Iesu Cristo! Hari ini kurasa senang hatiku, karena sampul kulit yang telah lama kunanti bagi HP Stream 8 pun akhirnya datang juga. Jauh lebih ringkas daripada dompet bawaannya—meski kali pertama melihatnya sempat agak mengernyit, apa untuk benda ini harus benar mengimpor dari New Jersey? Yah, mungkin gara-gara jauh sekali mengimpornya itu maka harganya jika dirupiahkan menjadi Rp 350 ribu lebih.


Well, kapan lagi dapat kiriman dari New Jersey? Masalah haruskah ia lebih mahal daripada kalung kinyang banyu keluaran Bumi Hijau sampai lebih dari dua kalinya, itu sulit diukur. Halah macam aku telaten mengukur saja. Aku telaten… membuat paradoks hashashas. Aku telaten meragukan apapun… kecuali ajaran Islam dan Cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945. Aku meragukan keraguan itu sendiri, termasuk lagu-lagu yang tak berpola ini. Selebihnya, apa lagi yang dapat kuminta lebih dari makan soto di dalemnya Bude Ning bersama Pakde Lik, Pakde Gandug dan Bapak?

Tidak ada. Hanya saja aku kangen Ibu. Kapan aku akan pulang? Sesegera mungkin, apalagi yang tengah kudengarkan ini lagu-lagu Ibu ketika seumuran Claradika bahkan lebih muda lagi. Tidak boleh aku memandang remeh kepada perempuan yang manapun karena ada kemungkinannya Insya Allah suatu hari nanti kelak di kemudian hari mereka akan menjadi ibu-ibu dari lelaki-lelaki seperti aku kini. [Yassalaam… Jupiter Jones, haruskah kau gunakan kalimat sepanjang itu? Bob Andrews menukas, kalau kalimat panjang dapat menyampaikan maksud yang sama, mengapa harus dengan yang pendek?]

Ah, sangat mengilhami! Entah berapa kali sudah aku Bertualang dengan melodi ini. Pastinya sudah kudengar jauh sebelum aku pergi ke Belanda. Namun, harus kuakui, Petualangan itu baru kujalani ketika di Belanda. Ya, tidak seperti Bang Andri, aku hanya pernah ke Belanda. Bang Andri, sementara itu, adalah Belanda itu sendiri, bahkan lebih dari itu. Bang Andri G Wibisana [biar kutulis lengkap namanya, siapa tahu ia menggugling namanya sendiri] adalah dunia! Bang Andri tidak peduli Dajjal atau Remason, karena memang asumsi seperti ini harus senantiasa diceleng. (baca: challenge)

Akan halnya aku, mungkin tidak jauh dari pembimbing skripsiku, Mas Jo. Aku hanya menemani Mas Jo ngopi dan merokok bersama dengan Bung Roso Daras dan Mbak Deci. Hampir tidak ada yang telah kulakukan sebagai wujud bakti kepada Mas Jo. Semoga ini bisa menjadi salah satunya. Aku memang, entah kenapa, terobsesi pada kemiskinan—sedang Khairaditta berkata pada Bundanya, kelak jika ia besar, ia akan kaya dan membawa bundanya berkeliling dunia. Jika dunia sudah habis dikelilingi, maka ia akan mengajak bundanya berkeliling planet.

Sementara itu, aku sekadar manusia planet. Badanku besar, ndikane Pakde Lik. Aku pasrah saja mengartikan itu sebagai gemuk, meski sebelumnya kami berbincang mengenai Jiwa Komando yang pantang menyerah, terutama dalam menunaikan tugas yang mulia. Komando tetap jaya! Sementara itu, sedari pagi dudukku di atas sadel Pario dan sekarang di kursi makan tidak nyaman gara-gara terkena Fuad Bawazir. Sementara aku sepenuhnya menyadari obsesiku pada kalimat majemuk, [lho tadi katanya pada kemiskinan?] kupu-kupu beterbangan di sekelilingku, di rerumputan yang dikelilingi semak perdu.

Ahaha… pantaslah tak habis-habisnya aku berkata gapapa, sementara itulah yang kali pertama menarik perhatianku ketika menyusun Suck Twilite. Jika demikian bentuknya Charmaine, tidak bisa lain aku lantas membayangkan bau—meski satu-satunya bau yang bisa kubayangkan adalah bau Cantik yang lucu banget karena masih kecil banget. Tidak menjadi apa, karena September masih jauh. Jadi hari-hari belum akan berkejaran. Masih ada musim kemarau untuk dihadapi. Masih ada Ramadhan untuk dinanti-nanti, dinikmati dan diratapi kepergiannya nanti.

No comments: