Monday, August 31, 2015

Ini tentang Mesjid atau Workstation, sih?


Daripada kelamaan ya sudah aku mulai ketak-ketik saja. Daripada kelamaan pengkondisian malah tidak kunjung terkondisi. Akhirnya aku mendapatkan sebuah kursi untuk mejaku yang berada di emperan ruang Dirut Imani Prima. Ini tempat kerja yang Alhamdulillah sangat enak. Senin pagi ini aku langsung menempati posku dan langsung enak, terlebih dengan kursi yang sepertinya sudah cukup kukenal ini. Nyaman. Kuliah pembuka Hukum Administrasi Daerah seperti biasa mari kita serahkan pada ahli-ahlinya saja, baik pagi maupun sore.


Entri ini—sudah kuniatkan sejak berjalan pulang dari shalat lohor tadi—akan mengenai dua masjid, yakni al-Barkah dan Baitul Makmur. Barusan Gobang tiba-tiba menyela dan mengajak ngobrol mengenai perijinan perikanan, jadi aku lupa apa yang ingin kutulis mengenai kedua mesjid itu. Hei, nanti dulu, ini kurasa entri pertama yang kutulis di STR sini. Padahal sudah agak beberapa tahun [tiga tahun?!] aku mondar-mandir ke sini, dimulai dengan persiapan reuni 20 tahun Paradua di 2013, dilanjutkan dengan urusan pengadaan sepanjang 2014, sampai akhirnya berkantor di sini 2015 ini.

Al-Barkah dan Baitul Makmur, keduanya mesjid betawi NU. Nyaman. Ketika masih di Jeruk Purut, sungguh nyaman rasanya berjalan yang tidak seberapa jauh itu ke al-Barkah tiap kali adzan berkumandang. Bahkan kata Mentor Riauwan tinggal jungkir. Sekarang di STR ini untuk menuju Baitul Makmur perjuangannya jauh lebih berat, terutama di hari-hari puncak musim kemarau, terutama ketika sedang berpuasa begini. Hamba berdoa kepada Allah semoga sekiranya ada kebaikan di dalamnya, dicatatlah kiranya sebagai kebaikan sesempurna mungkin. Hamba berlindung kepadaMu dari perbuatan yang sia-sia.

Dari al-Barkah ke Baitul Makmur, yang penting berkah dulu baru makmur datang kemudian. Aamiin Yaa Rabbal’alamin. Ashar masih kira-kira dua jam lagi. Semoga Allah mengaruniakan kepada hamba badan yang sehat, iman yang teguh dan pikiran yang khusyu’ sehingga lurus niat hamba, mantap langkah hamba menuju Baitul Makmur untuk menunaikan shalat Ashar nanti. Dua jam ini, Insya Allah, aku dapat menghasilkan hal-hal yang jauh lebih berguna dari entri ini. [...bukan berarti entri-entri sedikit gunanya, ya. Emang iya sih]

Sungguh lucu rasanya siang hari terik begini mendengarkan The Only Love-nya Bee Gees, terlebih di sebuah workstation yang Alhamdulillah sungguh nyamannya. Dudukku memunggungi lalu-lalangnya orang, jadi Insya Allah kecillah godaan untuk melakukan hal-hal yang tidak berguna pada laptopku—seperti lihat-lihat pesbuk. Mengetak-ngetik entri begini ‘kan kelihatannya seperti mengetik betulan. Demikian juga kalau aku baca-baca bahkan Wikipedia. Lha wong Takwa saja kagum lihat aku baca-baca mengenai J. Edgar Hoover, meski pada waktu itu pun aku tidak tahu apa gunanya.

Ohiya, Pak Kimin tadi pas adzan Dhuhur menelepon minta dua kelas lagi untuk Pancasila. Kalau aku rakus bisa saja kuambil semua, tapi untuk apa? Bisa jadi tambahan hampir lima juta Rupiah sih untuk beberapa bulan ke depan, tetapi berarti capek sangat. Tidak! Ini bukan prioritasku. Prioritasku tetap sesegera mungkin membuat proposal. Bulan ini juga Insya Allah proposal itu sudah terkirim pada Jacinta Ruru. Sanggup? Bismillah, dengan workstation seasyik ini, siapa yang tidak sanggup. Aamiin.

Mungkin aku bisa mengetik-ngetik di sini sampai malam. Aku belum tahu. Sekarang saja aku belum ketemu Pak Hardi, agar aku tidak saben-saben ngerepotin Mbak Vivi. Namun prospek mengetik-ngetik atau membaca-baca di sini sampai jauh malam kurasa sangat menggoda. Bahkan I Came to Love You-nya Booker T Jones pun siang ini terasa cucok sekali. Dengan karpet di bawah kaki telanjangku, dengan sejuknya pendingin udara sentral, aku bahkan merasa ini hampir-hampir seperti ruang belajar di loteng Sekolah Tinggi Kepemerintahan Maastricht.

Wallahua'lam bishawab

1 comment:

David Hidayat said...

"The Only Love" adalah satu dari dua lagu yang saya suka dari Bee Gees.