Wednesday, August 26, 2015

Anak Bocah Jungkir-balik Aneh-aneh


Meski Sekarang dan Selamanya lamat-lamat terdengar, tetap saja aku harus memulainya dengan sebuah entri ini. Tadi setelah menyapu, membersihkan debu-debu dan mengepel sedikit, aku terilhami menyeduh secangkir bandrek Xtragin sebagai persiapan membangun suasana hati. Eh, Cantik minta dipijetin pake minyak frangipani pula. Ya sudahlah, meski tetap saja mungkin tadi kumulai dengan sebuah entri juga. Namun ini adalah suatu peristiwa juga, setelah hampir setengah tahun lamanya, aku menyeduh lagi sesuatu dengan cangkir merah kecil Nescafé itu.


Satu Kesempatan Lagi adalah yang berikutnya, selalu membawa kenangan akhir-akhir kelas satu atau awal kelas dua esempe di Cimone, Tangerang. Akan tetapi, siang ini bukan waktunya mengenang apapun, meski Satu Langkah Lebih Dekat seakan menyeretku ke siang hari lainnya di musim kemarau lainnya pula, di pavilyun Yado II E4 akhir tahun delapan puluhan. Ada orang sampai membuat buku mengenainya. Lebih gila lagi, ada yang nekat menerbitkannya. Bagaimana hasil penjualannya? Buku memang semakin menyedihkan nasibnya akhir-akhir ini.

Sebelum memulai paragraf ini aku mules dulu tadi sambil menelusuri lagi jejak petualangan Supermarine Dan Forrester bersama Elaine Yarborough, salah satu bagian yang paling aku tidak suka dari kisah ini—sama seperti adegan ketika Taka memakaikan zirah Hirotaro kepada Nathan Algren. Sementara itu, Russell Hitchcock memberikan porsi cukup besar pada Graham Russell dalam Angin Keras, Keras, yang selalu mengingatkanku pada Januar Jean Merel Bruinier. Kenyataannya, memang dialah yang mengenalkanku pada Angin Keras, Keras ini.

Nah, kembali mengenai buku, ada dua nama disebut pagi ini, yakni Dani Miftahul Akhyar dan Nurkholisoh Ibnu Aman. Pada dasarnya, apapun yang dikatakan Takwa aku percaya. Entah mengapa bisa begitu, mungkin karena aku males repot saja. Tentu saja aku suka jika sampai ada buku-buku, dan entah mengapa aku yakin dua orang ini mampu melakukannya. Aku sendirian? Amboi... aku perlu membuat proposal baru. [Tidakkah sebaiknya kukontak dulu lagi Pak Adriaan? Atau kulakukan itu setelah proposalku siap?]

Uah, semuanya tidak ada artinya jika tidak segera punya ruang kerja yang kondusif. Terserah orang mau bilang apa, aku memang seniman gadungan. Dapatkah ruang ex-ICT itu masih kupakai, sampai kapan? Kubikel STR saja kurasa masih kurang kondusif, apalagi JHP. Teringatnya, jangan-jangan kubikel Keperdataan akan sekecil kubikel-kubikel di HAN. Uah, kemarin aku mengamatinya saja langsung tidak berselera. Itu terlalu sempit! Mejaku waktu di Babeh Feishol, atau yang kubeli sendiri di Jang Gobay, itu minimal.

Masiiih saja mengenai ruang kerja. Kurasa aku terobsesi dengannya. Namun sebenarnya ada lagi yang lebih menggairahkan. Dalam beberapa hari ini akan dimulailah Tahun Akademik baru 2015/2016, pada Semester Gasalnya. Amboi, semoga Allah mengaruniakan kesehatan lahir dan batin yang sempurna untuk menjalani semua kegiatan. Aamiin. Di situlah Kekuatan Cinta. Kurasa di dunia ini tidak ada lagi yang lebih kuat darinya. Harry Potter adalah buktinya. Jika bukan karena ibunya Lily Potter, mungkin dia tidak akan pernah menjadi horcrux.

Begitulah maka marah sebaiknya disimpan hanya bagi kemunkaran, kedurhakaan yang nyata kepada Allah. Selain itu, maka paduan atau berganti-ganti antara tidak peduli dan kasih sayang lebih baik. Lebih baik bagi diri sendiri, dan Insya Allah bagi dunia seisinya pula. Aamiin. Penjajahan jelas merupakan suatu kemunkaran, maka bolehlah kita murka kepadanya. Kenyataannya, cukup kepada hal ini sajalah kemarahan kuarahkan. Anak bocah mau jungkir-balik aneh-aneh terserah selama tidak bikin repot diriku sendiri.

No comments: