Thursday, May 25, 2023

Tidak Jadi Itu Judulnya. Ini Saja Lebih Asyik


Menulis buku mengenai Plato, yakni, anjingnya Kimos, terasa sangat tak berdaya semenjak apa. Entah sudah berapa kali mengitiki untuk entri ini terhenti. Semoga di kandang kambing ini benar-benar selesai entri ini, meski menyanding krekers berperisa ayam dengan kandungan protein nabati, meski menyanding susu jahe emprit bakar masih bergelimang berbagai rempah utamanya jintan hitam. Nah, jika mendeskripsikan ini tiba-tiba menjadi lancar meski rasa tak berdaya semakin menguat saja. Tidak ada yang benar-benar dapat dilakukan terhadap apapun. Sungguh.
Irama baru tepi laut ini tidak seperti anjing yang duduk pada kaki belakangnya, berdiri pada kaki depannya di pantai berpasir di tepi laut, lantas diberi nama anjing laut. Tidak, ia lebih seperti semua yang tidak memicu gejolak dan geloranya jiwa, dentam berdebamnya jantung hati. Apalagi dengan kelentang-kelenting yang katanya menenangkan jiwa ini ditingkahi dengan gericik air dan kicauan burung. Sungguh mengitiki membutuhkan suasana hati yang ringan riang, setidaknya tidak dipusingkan masalah uang yang belum tahu lagi enath kapan datangnya.

Melemah dan menggelembungnya badan tidak perlu menjadi pikiran sepanjang masih bisa duduk di barisan terbelakang sambil mengulang hafalan. Ketika hal tersederhana saja tidak kau dapatkan, maka tiada lagi yang dapat dikeluhkan. Menelepon seorang teman seolah-olah membicarakan masa depan, padahal sekadar perintang waktu. Menunggu entah apa yang ditunggu, suatu kejutan menyenangkan tentu saja. Ketika makanan sudah tidak boleh dikenang-kenang, terlebih ketika makan semacam susu yang langsung dimasukkan dalam lambung campur darah.

Bukan kematiannya benar yang 'ku ratapi, namun apakah hari-hari ketika ia menjadi pengamat dan pemilih sasaran bagi seorang penembak runduk. Hari-hari ketika kami adalah pasukan terjun payung dengan tugas patroli jarak jauh yang bisa ditertawakan oleh Rudy Saladin dan Putra Widya Winaya. Jika pun aku selalu menjadi bahan tertawaan, aku pun tak keberatan. Dunia pun tak pernah keberatan jika melulu kuolok-olok. Ia hanya akan balik menertawakanku. Begitu saja, seperti perahu cepat melaju melompat-lompat di atas ombak gelombang 'nuju pesisir Jakarta. 

Seperti halnya sudah lama 'ku tak peduli apakah ini puisi atau prosa, aku melayang di kedalaman samudra bersenda-canda dengan pari manta. Semua yang pernah 'kucicipi sebetulnya tidak banyak. Sekadar agar terlihat sok jagoan saja, padahal mengapa juga harus begitu. Menyusuri trotoar dari depan stasiun Manggarai sampai ke terminal Manggarai adakah pernah 'ku lakukan. Di bawah terowongan yang di atasnya melintas kereta api atau kereta rel listrik, tempat Dedy ditelanjangi orang jahat sampai pulang hanya berkaus singlet bertelanjang kaki bercelananya.

Semug kopi kuning bergambar skuter tiba-tiba saja menerpa pandangan, mengilhami ruangan nyaman berpendingin udara dengan aroma apak-apak buku tua. Berulang kali 'ku berhenti memejamkan mata demi merasakan badan yang remuk redam. Apatah lagi hati yang penuh lebam mengharapkan cinta yang berlebihan, yang hanya ada dalam cerita-cerita pendek karanganku sendiri, yang selalu saja hanya ada dalam benakku dan tidak pernah diketikkan baik dengan mesin tik sampai gawai elektronik; yakni, ketika suara utama piano digantikan gitar listrik Gibbon.

Ah, ini seperti setelah kau pergi. Pergilah kau aku tak peduli. Jika kau tidak mau menuruti keinginanku yang entah apa ini. Memancing tidak, mengendara tidak, memainkan pun sudah tak. Apakah ini seperti mengelabui dua orang yang berbeda padahal tinggal serumah sehingga ongkosnya pun berlipat ganda. Pengetahuan mengenai warungfoto setelah sekian lama tiada berdaya. Terlebih soto sop yang seringnya dimakan bersama perkedel kentang dan kuahnya saja. Demikian pula sate seringnya adalah bumbu kacang diberi lontong bukan kupang atau kikil.

No comments: