Wednesday, May 10, 2023

Tema Dunia Baru dari Simfoni Nomor 9-nya Dvorak


Menggelembungnya perut yang tidak mau kempis-kempis adalah suatu pertanda, jika Istrimu Cantik meneleponmu, maka dialah yang pertama, terakhir, dan segalanya bagimu, karena yang lain tak ubahnya cumi-cumi baik raksasa maupun cebol yang terdampar di pantai, meleleh mencair begitu. Pita merah memang bagaimanapun paling seru dimainkan kucing-kucing dari Volendam, karena yang lainnya menjadi cenderung sedih-sendu begitu. Aku bahkan tidak mau membayangkannya. Cukup mengintip sebentar dan tahulah aku betapa ini adalah lagu penggembala
Aku sebenarnya sedang makan krekers renyah besutan Nissin, yang karenanya seharusnya aku berada di Graha 16 atau 10, karena aku tidak ingat memakannya di Graha 3 maupun 5. Namun peniruku yang menyebalkan ini memekik-mekik satu cinta, mengingatkanku pada Bagus Suryahutama dan kamar Doel Salam di setentang kamar Witch Grandma di Mess Pemuda. Entah setelah ini akan 'ku ganti apa dia. Semua itu, krekers renyah maupun satu cinta bukan kenangan manis. Memangnya aku punya kenangan manis. Aku bahkan melesat ke Peter Calandlaan.

Demi berjoget-joget karena cinta tidak pernah terasa sesedap ini, disaksikan Hadi dan Ira yang menjengit kejijikan. Apakah begitu juga pandangan Fully, Mbak Wiek, dan Bang Isal ketika aku berjoget-joget disko di sebuah karaoke di Bekasi. Entah mengapa pula sekarang aku di Arrishvirega del Mar, entah di tepi pantainya yang mendung berangin atau di dalam villanya. Aku tidak ingat tidur dan makan. Aku hanya ingat mabuk dan bertekak mengenai Si Kembung. Mengapa tiga puluh tahunan lalu krekers renyah ini begitu sedap micin-micinnya, kini sungguh biasa.

Sejauh ini aku berusaha menyembunyikan kenyataan bahwa cinta tidak pernah terasa sesedap ketika bercelana biru ketat, rambut berjambul tinggi, gimbal berlumpur saluran irigasi. Benarkah sejak saat itu terjadi penolakan atau pengingkaran. Apapun itu tidak ada bedanya dengan sekarang dan sampai kapan pun. Kemana pun 'ku kembali tidak akan pernah 'kutemukan, kecuali kenangan tidur di jip Toyota hardtop semalaman, sampai berembun di pagi harinya. Juga tenda pramuka bertunas kelapa yang mengalir deras air hujan di bawahnya lebih sedap. 

Dengan mantap hati 'ku akui bahwa aku seorang pecinta lebih dari seniman. Sekujur hidupku adalah kisah cinta, meski sederhana, meski tragis, meski keras kepala, namun secantik-cantiknya kisah. 'Ku tetapkan begitu untuk hidupku, meski perutku tumpah ruah dan kumis misaiku seperti walrus. Meski khayalan mengenai ibu dari anak-anakku menguap di keremangan anyirnya nanah rajasinga, tidakkah begitu semua khayalanku. Tidak! Mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia bukan khayalanku. Ini akan menjadi nyata. Aku bagian darinya.

Laut atau badan air besar lainnya seperti sungai, muara, teluk, bahkan danau buatan bisa saja menjadi keseharianku. Memandangi kanal yang mengelilingi Roeterseiland telah 'ku lakukan setidaknya hampir sembilan bulan di teriknya matahari atau kencangnya hembusan angin berbunga es. Di tepi Cikumpa ini jua'lah aku berumah, ditemani sendunya Joni Gitar sebagaimana selalu terjadi di tempat-tempat yang 'ku sebut rumah. Bahkan empat graha di Barepan itu pernah jadi rumahku, tempatku tertidur lelap meski setelahnya dibangunkan selompret menjengkelkan.

Adakah malam-malam 'ku tak bisa tidur ketika di salah satu kamar Babe Faishal Tafran, baik yang berkelir biru, kuning, maupun merah bata. Bergoyang-goyang sambil tiduran di lantai di atas sajadah, atau minta diikat, bahkan sampai minta ditiduri, semuanya sesendu minta dicium banyak-banyak kecuali jika diakhiri dengan cha cha boom. Bagaimana harus 'ku akhiri jika ternyata ada Universitas Macquarie yang aku tidak pernah benar-benar peduli. Namun mana tahu, mari kita jalani saja. Siapa tahu memang begitu bagianku atau entah bagaimana kini aku tidak tahu.

No comments: