Tuesday, June 09, 2020

Kali Pertama 'Ngantor. Setelah Swakarantina


Sudah berapa lama, tiga bulan ada? Kurang-lebih 'lah. Tidak mengetik dengan HP Stream 8 juga kira-kira sudah selama itu. Lagipula mengapa tidak bawa VivoBook saja 'sih? Lantas apa kerennya kalau laptop cuma satu, dibawa-bawa ke mana-mana pula, pulang pergi rumah-kantor. Harusnya ada laptop rumah dan ada laptop kerja atau laptop kantor. HP Stream 8 ini laptop kerjaku. Halah, 'nggaya. Dulu saja Fujitsu segede gaban 'gitu kau bawa ke mana-mana. Nggak sampai ke mana-mana juga 'sih, paling banter cuma dari kost-an Babe Tafran ke Gedung D lantai 4.


Lumayan juga ini Jez 'Alus-nya Leo Brito. Menjengkelkan 'sih HP Stream 8 ini. Kalau sudah begini aku ingatnya dia memang selalu menjengkelkan. Padahal Kertas Delapan Bulanku selesai juga sebagian besarnya dengan dia. Cacat kecil yang berulang terus, kadang sembuh sendiri entah mengapa, yakni, panah kanannya suka mati! Cacat kecil yang aduhai menjengkelkan sangat. Lebih karena gayaku mengetik 'sih. Apa jadinya jika aku mengetik masih menggunakan mesin tik. [mesin ketik?] Aku ingat dulu suka memfotokopi hasil ketikanku, karena aslinya penuh koreksian.

Aku lebih dulu terbiasa mengetik dengan komputer. Ketika aku entah dari mana dapat ide mengetik-ngetik ditemani Arswendo Atmowiloto yang 'gak lucu itu, ketika ia berkata: "Mengarang itu gampang," ketika itulah aku mengetik-ngetik di ruangan Mayor Harmin. 'Kurasa Wordstar, dan printernya dot matrix entah apa. 'Kurasa Mas Edi Gareng yang membantuku mencetaknya. Ya, Mas Gareng lebih asik padaku dibanding Mas Kimpul, seingatku. Lantas siapa dahulu yang membantuku mengeluarkan buku-buku dari perpustakaan? 'Kurasa Mas Gareng juga.

Uah, tahu-tahu saja Francis Goya memainkan Simfoni Cinta, tepat ketika aku akan bercerita mengenai betapa aku lantas mengakrabi Ami Pro. Apa yang 'kukhayalkan saat itu sebenarnya adalah apa yang 'kulakukan saat ini. [Uah, benar-benar besok harus bawa VivoBook begini caranya] Hidup menulis-nulis begini. Mengapa tidak 'kaulakukan dengan serius, kini setelah kau mendapatkannya. Kini aku sudah setua Bapakku waktu itu. Ya, mungkin memang belum cukup tua, tetapi jelas sudah tidak muda lagi. Buncahan dan letupan sudah tidak pada waktunya; terlebih tenaga-muda.

Berjuta tahun telah berlalu dari ketika aku ke Yulimar, lantas ke Asrama, lantas berkelana sampai di tepi Ciliwung itu, aku tidak pernah punya komputer sendiri. Ada 'lah sekitar empat sampai lima tahun, sampai komputer 486DX2 itu kuapgred jadi pletinum sama Reza "Cule" Zulkarnain. Belum lagi laptop. Aku masih harus menunggu sampai awal 2007, sampai aku memiliki laptop pertamaku sendiri. Ya, Fujitsu itu. Dari kaset-kaset yang dimainkan dengan Aiwa sampai Asatron, lantas MP3 sampai terampil ngerip CD sendiri, kebanyakan darinya punya Gus Dut...

Mengapa sampai bisa ke sini, 'sih? Ya bisa saja. Inilah indahnya eksibisionisme. Kau tidak akan pernah tahu dari arah mana kemaluanmu akan dipotret; dan paragraf ini sebenarnya sudah jadi tadi. Entah bagaimana terjadi gangguan koneksi internet maka hilanglah. Suasana hati sudah berganti. Di kejauhan kudengar anjing menggonggong-gonggong dari tadi, sampai kini masih belum berhenti. Di kepalaku terdapat beberapa pilihan kegiatan, meski tidak jauh-jauh dari kibbeling. Bisa juga mencoba naik feri ke NDSM, atau sekadar jalan bego ke Damrak.

...karena tema hari ini memang belum kerja benar. Hari ini masih dalam upaya menipu badan yang terlanjur terbiasa dengan ritme puasa agar kembali ke ritme normal. Bisa jadi besok badanku sudah sepenuhnya tertipu dan langsung tancap gas, mungkin dengan VivoBook, agar tidak terjadi kerewelan-kerewelan yang tidak perlu. Jelas aku suka dan sayang pada HP Stream 8 ini. Akan tetapi, ia sudah banyak masalahnya kini, memasuki tahun keempatnya bersamaku. Begitukah umur suatu gawai, sependek itu? Entah 'lah. Apapun itu, aku sayang padamu, HP Stream-ku.

No comments: