Tuesday, June 23, 2015

Hari Ketika Leher Terjerat Gelasan


Hari ketika leher terjerat gelasan, begitu saja seorang Laki-laki merasakan nyeri yang sangat. Bunyinya pun serasa mengiris lambung, ketika gelasan mengiris tidak saja kulit leher tetapi juga kabel earphone—yang akhirnya terpaksa dibuang. Melayang sudah lima puluh ribu Rupiah. Semoga gajian segera menjelang. Bunyi itu memang tak terlupa. Pertama grrttt... lalu srrr.... sesudahnya nyeri. Laki-laki meremas tuas rem kanan dan kiri sambil menjaga keseimbangan. Sampai akhirnya berhenti total. Gelasan diangkat melampaui kepala, melampaui helm.


Hari ketika leher terjerat gelasan, tak ayal Laki-laki segera teringat perbuatan-perbuatan buruknya. Seraya minta ampun, seraya berharap rasa nyeri yang akan tinggal menetap agak beberapa hari ini menjadi penghapus dosa-dosa. Hanya beda satu roda, di belakang Laki-laki ada sekeluarga dengan anaknya duduk di depan. Laki-laki bersyukur lehernyalah yang teriris gelasan, bukan mata anak itu. Si Bapak bertanya kenapa, Laki-laki hanya dapat menjawab singkat, gelasan. Mungkin karena nyeri, mungkin karena itu di tengah jalan layang.

Hari ketika leher terjerat gelasan di atas jalan layang Arief Rahman Hakim, Depok, dari arah barat menuju timur, sedikit melewati Pasar Kemirimuka, Laki-laki kembali memacu motor matiknya menuju pertigaan Margonda. Tidak banyak kendaraan mengantri sore ini, meski tetap harus mengantri semenit lebih. Laki-laki meraba lehernya, memeriksa kabel earphone yang nyaris putus. Kulit leherku lebih tebal dari kabel earphone, batinnya lucu. Suatu kemalangan, suatu nasib buruk... yang sangat patut disyukuri karena... tidak terlalu buruk. Hanya satu pikirannya, Betadine.

Hari ketika leher terjerat gelasan, Laki-laki sendiri menyungging senyum sambil terus memacu motor matik. Alhamdulillah, batinnya. Hari ini aku pulang kepada Istriku yang sayang padaku. Semoga begitu selalu adanya, karena Laki-laki ini sudah tidak lagi semuda dulu. Laki-laki butuh pulang, dan pulang itu kepada seorang Istri yang dicintainya, yang mencintainya, yang didapatinya tengah tertidur. Aisyah Nur Afifah, keponakannya tengah menekuni permainan portabel, ditunjukkannya luka di leher. Betadine dibubuhkan di sepanjang luka. Hmm, lumayan panjang, lumayan dalam.

Hari ketika leher terjerat gelasan, Istri ketakutan. Menurutnya, orang sengaja memasang gelasan itu, agar ada orang jatuh lalu motornya diambil. Laki-laki menukas, tadi aku melihat layang-layang, meski belum sempat berpikir apalagi bertindak sudah grrttt srrrrr itu. Istri berjengit kengerian tidak mau mendengar rincian kejadian. Ini Istri yang sayang padaku, batinnya. Semoga selalu begitu adanya, bagi Laki-laki sederhana ini. Apa lagi yang dapat diharapkan dari dunia yang menjerat lehernya dengan gelasan, kecuali kasih-sayang seorang Istri.

Hari ketika leher terjerat gelasan, bertepatan dengan puasa hari keenam di bulan Ramadhan 1436 H. Laki-laki dan Istrinya merencanakan untuk berbuka di Pizza Hut Tole Iskandar mengajak keponakan mereka. Ternyata berangkat terlalu pagi dan Pizza Hut masih sepi, maka dipaculah motor matik yang sama menuju Bella Casa. Taman bermain tiada begitu menarik bagi keponakan, maka bertiga masuk Bella Casa sampai klaster Jasmine yang paling belakang. Ketika itulah dua gadis cilik menarik perhatian Laki-laki, berdua menjaga takjil dagangan ibu mereka di tepi jalan.

Hari ketika leher terjerat gelasan hanyalah satu dari hari-hari penantian Laki-laki. Menanti yang pasti, itu pasti, sedangkan Pucuk Harum saja membuat bergolak perut dan melemaskan, menguras tenaga Laki-laki ketika mengimami tarawih Istri dan keponakannya. Cukuplah itu sebagai pengingat akan yang pasti. Laki-laki budak ini memohon ampun beribu ampun pada Tuannya Maha Baik, karena apa lagi yang dapat dimohonkan kepadaNya, dari seorang budak tidak tahu diuntung ini. Hanya memohon ampun, itu saja.

No comments: