Sunday, August 22, 2010

Kau Tahu Kaulah Satu-satunya Bagiku


Sudah setengah satu lebih. Jadi lebih baik cepat saja. Bersama... siapa ini ya? Robin atau Barry? Yang mana saja lah... sambil berandai-andai sekiranya pikiranku bisa mengenai sesuatu yang lain. Kenyataannya sulit. Sialnya aku menemukan diriku sangat percaya padanya. Gak bener banget! Namun aku yakin bisa dilatih. Semua saja bisa dilatih. Bisa jadi, ini semua terjadi atasku agar aku meninggalkan imanku pada hal itu. Halah! Masih saja seperti ini!

Apapun itu, malam ini, setelah berbuka dengan Bakso Semeru baru yang rasanya tidak seberapa itu, aku makan lagi di Bakmi Margonda. Bakmi Sapi Cah Cabe porsi kecil, Pangsit Goreng setengah porsi, teh tawar. Dua puluh ribu lima ratus Rupiah, yang kalau diredenominasi menjadi... dua puluh rupiah lima puluh sen. Masih mahal juga. Sekali makan kalau sampai dua puluh Euro pasti menyesal.

Kau Tahu Kaulah Satu-satunya Bagiku Jadi Jangan Nakal

Aku berjalan di bawah hujan. Dilindungi payung yang salah satu rangkanya sudah rusak, tapi operasional. Gara-garanya nyari Tahu Telor. Ternyata yang bisa masak itu cuma Teh Lilis dan Ujang, dan mereka entah ke mana. Jadilah aku berjalan di bawah hujan. Sempat mempertimbangkan seafood tenda dekat bengkel, tetapi tidak jadi karena lantainya miring. Pasti tidak nyaman. Ini semua gara-gara pelebaran jalan Margonda. Sempat terpikir Siang Malam, tetapi tidak ada keripik kentang. Sepertinya aku tadi cari yang asin-asin. Ternyata Bakmi Margonda pun tidak asin, terutama pangsit goreng lima bijinya itu. Susah payah aku menghabiskannya.

Jika ada yang agak penting, mungkin majalah China Town. Harusnya tidak dipisah, tapi seingatku nama majalah itu memisahkannya. Bisnis! Itulah dia! Bisnis apa coba yang sedang kubangun ini?! Memang ada kemajuan. Sofyan Pulungan sudah berpikir bahwa yang dilakukannya adalah bisnis. Jadi yang penting jadi uang. Sepertinya dia sudah tidak terlalu peduli bersih dan kotor lagi. Namanya bisnis berarti kerja keras, dan kerjaku tidak keras. Belum. Insya Allah akan segera. Di Majalah itu, ada cerita seseorang yang hancur toko pakaiannya gara-gara kerusuhan. Dia memulai lagi dengan menawarkan dari pintu ke pintu, sampai punya toko yang lebih besar dari sebelumnya.

Kemudian Royen, Grudo dan nyonya, Dolyn dan nyonya, Jody. Apakah mereka betul yang membuatku teringat Si Macan Gondrong lagi, atau yang mana, aku tidak pasti. Cerita-cerita jaman dulu saja. Kalau ketemu mereka ya pasti tentang jaman dulu. Akankah aku menyukainya? Entahlah. Royen itu mungkin sisunku yang aku tidak pernah punya. Tentu saja. Aku dikeluarkan ketika kopral. Namun, kalau aku harus punya sisun, ya Royen itulah. Aku memang tidak pandai berteman, mungkin. Aku terlalu sombong untuk membutuhkan teman, bisa jadi. Aku tidak tahu. Aku bahkan tidak pernah tahu cara menyegarkan kembali diriku sendiri. Refreshing. Rekreasi. Aku tidak tahu.

Bismillahi ar-Rahmani ar-Rahimi. Mari kita tata lagi. Insya Allah besok masuk ke kantorku di lantai dua. Mungkin dengan menata fisiknya, mentalnya pun akan tertata. Insya Allah. Setelah itu membereskan dosen inti. Bagaimanapun aku dibayar dua setengah juta untuk itu, salah satunya. Apa lagi sih yang lain? Buku Pedoman. Kurikulum masih harus dikonsultasikan pada Bang Andhika. Kerjaannya John Gunadi masih harus dicek. Hibah Riset, Bang Andhika dan Bang Kurnia belum masuk. Catur disiagakan untuk membuat kontrak, dan tentu saja rapat. Tidak susah. Hanya harus ditata lagi. Insya Allah.

Ya Allah, lapangkanlah dadaku, permudahlah urusanku, lancarkanlah lisanku, baguskanlah ucapanku. Amin.

No comments: