Wednesday, November 26, 2008

Pergilah Gadis Kecil


Tiada sesuatu pun di dunia ini merupakan kebetulan, dan aku masih saja bercerita mengenai diriku sendiri. Tentu saja. Buat apa aku berbicara mengenai yang bukan aku, sedang aku saja belum kupahami sepenuhnya? Beginilah perawakanku, seakan dirancang untuk menanggung beban dunia, seperti yang ingin kupercaya. Beginilah raut wajahku, meluputkanku dari begitu banyak dosa, yang ini kumohonkan kepadaNya. Sungguh semua ini tak kupedulikan benar, aku tidak pernah menyangsikannya. Namun, pengaruhnya pada persekitaranku, pengaruhnya pada orang lain, itu yang terkadang mengkhawatirkanku.

Hah! sebenarnya 'kan sederhana saja. Sembunyikan dirimu! Hmm... tidak, tidak semudah itu, Kawan. Kalau betul semudah itu, sudah kulakukan sejak lama. Memang benar semudah itu! Kau saja yang lemah hati, mudah takluk pada diri sendiri. Ya, itu harus kuakui. Lalu? Tindakan drastis lagi? Apa kau tidak pernah tahu warna lain selain hitam dan putih? Apa kau tidak tahu angka lain selain nol dan satu? (tertunduk) Ya, aku tidak tahu. Sungguh aku butuh bantuan dalam hal itu, atau buang saja aku jauh-jauh. Insya Allah, aku rela.

Tiada sesuatu pun di dunia ini merupakan kebetulan, dan aku meratapi dunia dalam keseriusanku menanggung malu. Aku telanjang, mempertontonkan tubuhku yang tidak sedap dipandang. Tak seorang pun mau memandang, dan aku memang tidak berhasrat. Aku telanjang, karena hanya kulitku yang budukan inilah yang jujur, seperti yang ingin kupercaya. Jika aku berada di tengah-tengah khalayak, pantaskah aku disebut teladan? Tidak! Mengapa? Tidak mengapa! Sayangnya, aku masih suka menebah dada, meski hanya di dalam dada, setidaknya lebih sering dari dahulu kala.

Mama, uuhh... aku tidak mau mati, terkadang aku berharap aku tidak pernah dilahirkan, kata Freddie. Iwan menimpali, "Aku lelaki tak mungkin menerimamu bila ternyata kau mendua membuatku terluka." Ah, kalian ada-ada saja. Aku hanya mahasiswa es dua di Maastricht Graduate School of Governance. Tak banyak dari kawan-kawanku di sini yang tahu apa yang kita bicarakan, kecuali Herman AB, Witri, dan mungkin Fleur. Malam ini, aku tidak mau minum es, meski Chocomelk-nya sedingin es. [tidak ada salju di luar]

Aku bisa! ...jika aku mau. Namun, kenapa aku tidak mau-mau? Heheheh... ini saatnya, Tolol! Ini saatnya! Lupakan omong-kosongmu tentang tidak mau berkelahi melawan yang lebih lemah. Nikmati kemenangan, dan itu hanya akan terjadi jika KAU yakin pada tingkat kepercayaan seratus persen bahwa yang akan kau lawan lebih lemah! Ia sudah menelanjangi dirinya, sedikit. [tidak ada yang lebih telanjang dari kau, Tolol!] Sebenarnya tidak akan pernah ada. Emang iya?

Langkah pertamanya bahkan jauh lebih ringan dibandingkan menggeser pion di depan raja sejauh dua kotak. Oh, dunia, mengapa engkau penuh dengan dendam. Tidakkah kau tahu dendam membuat hawa menjadi panas? Kau suka berkeringat, ya? Geen probleem. Ini bukan dendam. Ini kekejaman! Kau 'kan suka kekejaman?! Siapa bilang?! Semua harus ada aturannya, termasuk kekejaman. Jangan asal kejam saja, dong. Harus artistik. Kau pernah menyembelih ayam, belum? ...Belum. [sambil malu-malu] At my signal, ...unleash hell, kata Maximus.

Tenang saja. Nanti juga berubah lagi.

No comments: