Thursday, November 27, 2008

Pergi ke Eindhoven Bersama


Hari ini kawan-kawanku pergi ke Eindhoven bersama... Orangutan! Mereka berenam, yaitu Babatunde, Trust, Alice, Dolly, Pim, dan Witri. Sebenarnya mereka bertujuh, tapi satunya lagi Orangutan, jadi buat apa disebut. Herannya, kebanyakan mereka ramah pada Orangutan. Seperti orang Dayak, mereka menganggap Orangutan tak ubahnya orang, hanya saja ia terlalu banyak cingcong, jadi tidak berguna. Namun kebanyakan mereka tetap ramah pada Orangutan. Padahal, Orangutan sedang merasa ekstragila karena harus mengelola perasaannya lebih cermat dari biasanya.

Belum lagi ditambah beban keharusan turut serta menganalisis kebijakan transfer sosial di Bananastan, Orangutan tambah merana. Tidak adakah yang dapat mengatakan pada Francisca bahwa Orangutan sudah hampir punah maka harus dilindungi? Siapa juga yang sudi?! Orangutan tahu, setidaknya satu, tak akan pernah mau melakukannya, meski mungkin itu jugalah yang menjadi harapan Orangutan. Ia berharap agar semua ini berlalu dengan begitu saja. Masih ada setidaknya sembilan bulan dan Orangutan berharap ini semua berlalu begitu saja? Dasar Orangutan!

Baiklah. Jika pergi ke Eindhoven bersama Orangutan terdengar tidak praktis, ada baiknya jika kawan-kawanku membawa serta... Tokek! Oh, ini membawa kenangan sedih bagi Tokek. Meski tidak termasuk satwa langka yang harus dilindungi, kenyataannya Tokek pernah mendapat perlindungan yang begitu hangat dan nyaman, suatu perlindungan yang membawanya sampai pada keadaannya kini. Perutnya tetap gendut dan menjijikkan. Kepalanya tetap besar penuh pikiran mesum. Punggungnya tetap berbintil-bintil jingga membuat semua menjauh darinya.

Meski begitu, Tokek pernah merasakan hidup dalam suaka margasatwa yang teduh dan nyaman, meski ia tahu takkan selamanya di situ. Kini, Tokek harus beringsut meninggalkan keteduhan yang nyaman itu. Kini, keteduhan itu telah berubah menjadi mendungnya temaram senja, meski mendung itu Tokek sendiri juga yang menghendakinya. Tetap Tokek sedih berpisah dari suakanya, bagai awan lembayung berpisah dari ufuk barat. Takkan lagi dapat ia rasakan hangatnya suaka di terang cuaca. Tokek harus melupakannya, tapi ia tidak lupa-lupa... meski sebenarnya mudah saja. Dasar Tokek!

Okay, jika Orangutan dan Tokek bukan teman seperjalanan yang menyenangkan, lalu APA yang dapat membuat perjalanan kawan-kawanku pergi dan pulang, ke dan dari, Eindhoven menyenangkan? Malam ini, aku teringat pada "binatang hewan". Tidak! Itu masa lalu! Tidak mungkin berpaling lagi ke situ! Tidak mungkin menyandarkan apapun di situ. "Binatang hewan" sudah punah! Jika pun belum, mari mencarinya di setiap relung sanubari dan BUNUH di tempat. Sanggupkah kau membunuh sesuatu yang telah menjadi bagian yang sangat berarti bagi dirimu karena telah menghidupimu, meskipun dahulu?

Sanggupkah kau membunuh dirimu sendiri, meskipun kini?! Malam ini, aku harus sanggup. Meski sekuat apapun aku mensugesti diriku sendiri bahwa aku Tikus Comberan, aku harus sanggup. Legenda Tikus Comberan tidak akan berhenti di Maastricht atau di mana pun. Legenda itu akan terus diceritakan, sampai kesombongan luluh bagaikan kelembutan mentega dipanggang perkasanya matahari khatulistiwa. Sampai tiba waktunya, baik aku sajalah yang pergi bersama kawan-kawanku ke Eindhoven. Hari ini. Babatunde, Trust, Alice, Dolly, Pim, Witri, ...dan Bono.

No comments: