Wednesday, June 14, 2023

Vitajimat Minuman Menyehatkan Pencernakan


Malam sudah sangat larut, bahkan sudah masuk dini hari, sebagaimana habisnya harapanku, khayalanku akan slompretan-slompretan a la Mas Toni Edi Riwanto. Memang salah satu yang dipelajari dari dunia persilatan adalah elak-mengelak, seperti halnya seharusnya Jule jadi Jude. Angga Priancha mengeluh ia tidak mengerti artinya, seperti ketika kusemburkan pada Farid dan Togar sontolmeong dipakaikan rok manakah yang span atau berenda-renda. Kata-kata memang menyembur jijik seperti ludah Don Showbiz. Sepanjang rata kanan kiri, pratinjau tidak menjadi masalah.
Lelah aku mengode-ngode, maka kutuliskan saja Shinano ditembus torpedo seraya wajahnya dilumuri liur dari lidah api yang menjilat-jilat menari-nari. Memang mencari uang sekadar dari mewujudkan khayalan bodoh remaja lelaki tanggung yang baru saja memproduksi testosteron. Nah, ini malah ada Monya seperti yang coba dinyanyikan Catur Agus Sulistyo sekitar 30 tahun yang lalu di Graha 5. Masih ada lagi beberapa nama yang memberanikan setidaknya ada tiga, maka sampailah pada semakin lama kumelihatmu. Malam semakin beranjak tua. Ada orang gila. 

Ingin segera kuakhiri sekadar agar dapat dinikmati dalam Bahasa Inggris, seperti khayalan untuk menikmati dua atau tiga sekaligus. Es loli begitu, coba bayangkan, mengulum-ngulum tiga batang sekaligus apa tidak berleleran ke mana-mana itu, mengotori baju, mengotori segala sesuatu. Jika sekadar untuk dinikmati maka tidak perlulah mengelak lagi, seperti anjing jadi anton. Apa soffell ini, seperti halnya vaseline dahulu di Amsterdam, sudah daluwarsa, sampai bersepeda ke Mosveld membeli salep Purol. Basahnya rambut kepala tidak pernah dialami di Amsterdam.

Apatah daya masih kurang empat, maka tiada pilihan lain kecuali terus memberondong-jagungi. Hahaha entah bagaimana terjemahannya nanti aku tak peduli. Tugasku, seperti halnya Pippi Si Kaus Kaki Panjang, adalah menemukan kata-kata baru; seperti selepung, yang ternyata tiada lebih dari bangbung tai, bangbung anjing, tai anjing. Begitu urusannya, seperti gitaris palapa yang tiba-tiba membawa istrinya yang berbadan sentosa ke pertemuan manajemen artis. Rapat itu adalah untuk membagi-bagikan sebutan, sampai-sampai kebagian Opik dan Emul. Ogah 'ku dikata hitam.

Hanya satu harapanku, kelengketan-kelengketan ini segera sirna sehingga terbitlah kantuk yang mengantar ke pulau kapuk. Hehehe sekarang tidak lagi kapuk. Kurasa dakron itu isinya, bercampur jamur-jamur hitam karena sering dibahasi dengan membanjir-bandangnya keringat dari kepala berotak. Ternyata berpikir membuat badan berkeringat. Apa bukan olahraga jika begitu namanya, ketika lubang telinga pun mengeluarkan minyak yang berbau aduhai. Hampir mirip dengan bau kotoran kuku kakiku kaku-kaku. Nako-nako pavilyun entah ke mana kini, kusenku epik.

Memang pantaslah selatan dari perbatasan direndisi begini rupa agar malu, terlebih selalu. Eh, tapi intro ini sungguh genial yang ternyata sekarang atau tidak pernah. Farid naik sepeda, Togar lari, Juned angkat beban, aku terbebani, lari dikejar sepeda statistika. Seperti La Mer yang direndisi dalam irama cha cha, apa sambil menenggak sake atau whisky. Jangan sampai salah meletakkan "h"-nya, meski kau selalu di hati. Terlebih jika sampai membawa dua kucing ras pula. Kalau mau lebih dari satu maka kucing kampung saja, yang tergeletak kepanasan di emperan.

Bukan comberan melainkan emperan, karena comberan adalah tempat berkubang. Sok tau sekali Togar bicara sifilis. Apa kau sudah pernah tahu rasanya diterkam rajasinga. Apa pernah kau rasakan betapa burungmu pilek mengeluarkan ingus kuning hijau berbau memuakkan. Seperti halnya Miss Kecubung yang berakhir sebagai gombal kotor dilempar ke comberan setelah Tuan Petro menggantung dirinya sendiri pada leher di tengah-tengah panggung. Berayun-ayun mayatnya membuat istrinya makin histeris menyalahkan Kejora, mengutuk-ngutuknya dunia akhirat. 

No comments: