Saturday, July 24, 2021

Sandoro: "Menulis macangondrong, misalnya."


Sandoro berpikir, "menulis macangondrong" membuat hatiku gembira. Mungkin, membacanya memang membuat hati gembira, seperti dia dulu tertawa-tawa menonton jeruk yang menjengkelkan. Menulisnya... 'kurasa gembira bukan kata yang tepat. Apa yang 'kurasakan tepatnya ketika aku menulisi. Hanya satu kata terpikir olehku: gabut; dan itu bukan perasaan yang menyenangkan apalagi gembira. Namun saat ini, mungkin lebih dari kapanpun, aku sedang sangat butuh bergembira. Jadi, meski nyatanya aku menulisi, aku harus bergembira, atau setidaknya merasa riang-gembira.


Terkadang, jika aku sedang berbicara dengan seseorang atau beberapa orang, aku merasa bersemangat. Tidak tepat betul gembira, tetapi bersemangat. Meski berbeda, biarlah 'kubayangkan saja aku sedang berbincang-bincang dengan kawan-kawan penghuni Perimbas! Bisa jadi, dalam suasana seperti itu, aku akan merasa gembira. Dikelilingi kawan-kawan yang menyukaiku dan 'kusukai, siapa yang tidak gembira. Urusan gembira ini ternyata tidak main-main. Khususnya untuk orang sepertiku, yang konon suka datang ke tempat Dokter Lisa padahal tak sakit apa-apa.

San, akan 'kulakukan apapun untuk merasa gembira, bahkan menulis macangondrong. Kau bukan orang yang cocok untuk bergembira. Kau jika bersamaku terlalu serius. Aku pun. Biar 'kutegaskan di sini, San. Aku tidak suka tentara-tentara'an apalagi tentara lokal. Ya, aku mempelajari dengan lumayan serius konflik-konflik militer dalam sejarah peradaban manusia, tetapi tentara lokal, apalagi yang kontemporer, tidak akan membuatku gembira. Ceritamu mengenai kampungmu, bagaimana orang-orang di sana menjalani kehidupan, masih jauh lebih mungkin menggembirakanku.

Aku suka mengenang-ngenangkan pengalaman pulang bersamamu dari Salemba, entah itu makan bubur atau tidak. Jelasnya, pulang bersamamu membuatku merasa aman, seperti tidak sendirian. Semakin tua, semakin habis tenagaku, kesenanganku pada kesendirian. Aku sudah tidak heran lagi. memang begitulah kenyataannya. Aku tidak akan pernah lagi pura-pura tegar, pura-pura gagah. Aku lelaki paruh baya dengan banyak kekuatiran. Dengan kenyataan itu, sedapat mungkin akan 'kujaga suasana hatiku agar tetap riang gembira, meski dengan mengandalkan doa semata.

Menulisi begini memang terasa agak seperti menulis surat. Kau mungkin pernah dengar sekali dua, San, khayalanku mengenai hidup seperti seorang rahib. Tentu saja khayal belaka, karena aku tidak pernah benar-benar tahu bagaimana seorang rahib hidup. Namun lancar sekali jari-jariku mengetiki betapa yang 'kubayangkan mengenainya adalah meratapi hidup dunia. Sungguh setelah apa yang 'kualami belakangan ini, aku merasa tolol dan pongah mengatakannya. Sok-sok'an! Aku hanya bisa berharap ada sesuatu yang dapat 'kupelajari dari huru-hara yang melanda.

Ah, dari sini saja sudah pasti ketahuan, betapa aku tidak tahu apa-apa mengenai bergembira dan kegembiraan. Aku tidak tahu apakah aku masih sanggup menyelesaikan entri ini, San. Ada baiknya aku shalat Ashar dulu. Ada sedikit 'kutahu mengenai kegembiraan, yakni tertawa-tawa di bawah rinai hujan. Entah mengapa tadi koneksi internet putus, maka begitu saja 'kukenakan giok Aceh dan kinyang airku. Entah mengapa ini membuatku merasa senang. Aku cuma punya dua ini, dan tidak ingin tambah lagi. Giok Aceh, meski ada kurangnya, aku cukup puas. Kinyang air masih ada ruang.

Sempat terpikir, apakah kinyang air diikat saja. Uah, yang ada sekarang saja sudah mengundang rasa tidak senang Kakakmu. Kinyang airnya sekarang dilubangi dan diberi tali ala kadarnya untuk dikenakan di setentang dada. Memang mauku begitu. Aku ingin yang sederhana saja, tapi rapi. Jangan pula seperti yang dikenakan Mas Gonggo. Giok Aceh pemberian Ibu, kinyang air aku beli sendiri. Hijau dan transparan. Adakah aku percaya khasiat-khasiat. Aku hanya suka. Berartefak bak pahlawan yang mengandalkan kekuatan dan sihir memang selalu menarik hatiku.

1 comment:

Anonymous said...

Memang tidak pernah jelas apa yang membuat gembira, Bang. Seperti aku ingat dulu, sepertinya bernapas saja malas, di sebuah malam, di dalam metromini P21 yg lengang, tiba-tiba kepikiran untuk mengunjungi blogmu ini di Blekberiku. Lalu aku bahagia setelah beberapa entri. Sepertinya. Semoga gembira kembali, Bang. Amiin YRA.