Tuesday, May 18, 2021

Musim Semi Sedang Bernyanyi, Mana 'Kutahu


Berdua-duaan saja dengan Penelope bisa mengerikan jika di Amsterdam sana. Di tepian Cikumpa sini, sedangkan Cantik dan anak-anaknya terlelap di kamar masing-masing, berduaan dengan Penelope masih tertahankan, karena Penelope ini tak ubahnya kelakuan Ucus, suka mendusel-dusel begitu, menggelesot-gelesot pada kaki-kakiku. Terutama ketika burung kecil mekanikku sudah rantas berkarat begini, tidak banyak yang dapat 'kulakukan pada Penelope, semenawan apapun ia. Aku tak sanggup melupakanmu, ketika burung kecil mekanikku masih perkasa.


Ditingkahi selantun melodi kecil, selepas subuh bukannya mengaji malah meneguk-neguk ramuan jahe kunyit dengan kepala gulanya sekali. Adanya aku tidak syawalan hari ini, ada Takwa. Ia mengajak kami berhalal-bi-halal, syukurnya di martabak kubang saja. Agak jengkel juga tidak syawalan hari ini. Namun Kamis nanti Insya Allah terancam tidak syawalan juga, meski belum tahu bagaimana ke sananya. Ya Allah, hamba mohon tahun ini juga bebaskanlah hamba dari belenggu dosa. Tuntunlah hamba ke arah jalan yang Engkau ridhai, terlalu lama hamba berdosa.

Selepas subuh ini, aduhai sungguh nyaman pojokan stasiun-kerjaku ini. Andai ia bisa terus begini. Andai terus begini rasa hati dan badanku. Seharian kemarin aku kemasukan. Aku juga masih belum tahu apakah setelah ini aku mengantuk dan tidur lagi sampai matahari tinggi. Semalam aku tidur sebelum jam sepuluh, 'kurasa, dan terbangun sekitar jam tiga gara-gara dua ekor kucing jantan, satu jingga satu hitam, bertengkar mulut. 'Kuteruskan dengan membangunkan Faw dan Khaira sahur. Faw sahur, Khaira tidak. Bundanya sudah minum, katanya, jadi tidak sahur.

Demikianlah maka ia menjadi judul entri ini, sedangkan nelayan mutiara menyenandungkan lagunya yang sedih. Aku tidak sedih. Mungkin aku akan sedih jika masih terpenjara musim semi. Aku tidak tahu. Aku hanya bisa bersyukur atas karunia nikmat ini. Tinggal bagaimana aku memanfaatkan nikmat ini sebagaimana seharusnya. Banyak hal berada di luar kendaliku, seperti steikesyen ini. Semoga berjalan lancar dan aku pun dapat menikmatinya. Apakah aku layak mendapatkannya, semoga; sedang toccata ini selalu saja melangutkan rasaku, dari kecilku hingga tua begini.

Ahaha aransemen copacabana ini memang sesuatu, terlebih jika sayup-sayup membelai awal hari, sedang cahaya temaram lampu bohlam masih menerangi. Inilah keindahan hidup di dunia. Mungkinkah 'kutenggelamkan diri dalam kumpulan pengetahuan setelah ini, apakah sambil meneguk-neguk entah apa. Aduhai enak benar hidupmu. Kau hanya harus berpikir. Hanya. Di titik ini, sudah tidak sanggup aku menangis, apalagi menertawai. Semoga penyesalan segera berbuah ratapan memohon ampun, belas-kasihan, karena selalu saja salah sendiri.

Bunyi-bunyian dirajut, disulam mendamba makna. Sedang sepiring nasi bersimbah dendeng cabai merah, masih dengan gulai pucuk ubi memenuhi perut. Ya Allah, begitu saja selalu hidupku, dari kecilku, berkisar hanya pada yang dua itu. Jika aku belum sanggup membebaskan diri dari nasi uduk bala-bala disiram kuah entah apa, maka mohon bebaskanlah dari yang satunya. Betapa banyak umur telah hamba sia-siakan, jangan biarkan diterus-teruskan. Halal bi halal ini nanti temanya apa terserah, pikiranku selalu pada bagaimana segera menyelesaikannya.

Ini tulisan apa hiburan, cerminan, gunanya entah apa bahkan bagi diriku sendiri. Menulisi, lantas mengetiki telah selalu 'kulakukan dalam hidupku. Bacaan semakin kehilangan arti-penting, ketautannya. Tidak ada sedikit pun peduliku. Aku hanya melakukan apa yang biasa 'kulakukan. Sudah tidak jamannya, bahkan segala sesuatu mengenai diriku, seperti biasa, masa bodohku. Pada titik ini, kabut mulai merayapi kesadaranku. Ada baiknya sebelum ia benar-benar menguasai, aku menggosok gigi terlebih dulu. Nyaman terlelap sedang mulut terasa bersih, seharusnya dari dulu.

No comments: