Monday, April 27, 2020

Jatuh Cinta untuk Kesekian-kali. Lagi?


Ini besar risikonya. Bagaimana kalau berhenti di tengah jalan, seperti interuptus begitu. Ya, tinggal berhenti saja, 'koq susah. Kalau perlu malah hapus sekalian, judul nge-pop begitu, seperti Mbak Yuni. Belum lagi kruwel-kruwel merah ini menambah sepet mata. Untunglah bossas pagi ini nyaman. Ini baru tidur dua jam, betapatah jika penuh delapan jam. Nah, seperti 'kuduga, ini adalah daya otak! Insya Allah setelah ini digenapi dan wus wus wus menunaikan janji sekata demi sekata. Mana kopi segar, mana sedang puasa pula. Uah, mengapa tiada dari kapan.


Da da da ini lamat-lamat bagai elusan kekasih, 'tuh 'kan benar ini tiada lain daya otak diselang-seling. Sudah 'kukata dari dahulu, awas-awas tepat di pengatur warna muka-ketik. Ini seperti Mocca namun lebih lembut. Justru itu yang 'kusuka. Keras tetapi lembut dan kau tidak pernah tahu kapan mendapatkan yang mana. Keras melembut. Lembut mengeras. Sekelebat sekilas, selalu penuh kejutan. Aku tidak pernah tahu 'sih yang tidak begitu, tidak pernah mencoba juga. Buat apa aku ambil risiko kena hidung tikus atau telinga kelelawar, nanti covid pula, atau rabies bisa juga.

Ini bisa jadi restoran hotel tempat sarapan. Tidak banyak berhias seperti Amaroossa. Oh, s-nya dua seperti nama panggilan kakeknya atau teman SMPN 56-ku. Kopi pagi, waktu esempe aku belum ngopi. Bulu kemaluan, aku tidak ingat. Mungkin waktu esema aku sudah ngopi, berseragam pula. Malu. Tidak perlu. Apa yang kaukenakan tidak berpengaruh apa-apa ketika hatimu selalu telanjang, nuranimu pun bersih dan tajam. Semua yang tragis adalah akibat kelalaian membersihkan dan menjaga ketajaman, jadi malu 'lah. Ini jatuh cinta apa seperti ini. Meracaui. Ah...

Flut ini menempel pada bibir gadis berkerudung sutera lembayung, aduhai bunyi apa ini mengapa tak 'kukenali. Ini. Jatuh cinta ini. Cinta yang kukenal sejak bayi ini. Membelai mendayu bagai mata belok nan sayu mengerling, ikal terurai mayang tidak perlu diterpa sepoi atau silirnya angin darat atau laut sekalipun. Kalau krimbo bagaimana, kalau kekurangan pigmen bagaimana. Semua rincian ini tidak penting selama belaian dan dayuan merayapi indera, membuat mengerjap-erjap. Erangan tertahan atau terkhayalkan, bahkan pekikan juga tertahan. Dalam khayal.

Uah, aku membuang-buang tenaga! Tidak pada Sumini apalagi Jaminten, tidak di Jatingaleh, Bangunrejo apalagi Kremil. Semua khayalan itu tidak berdaya. Seharusnya kuhemat-hemat ini tenaga yang sangat berharga, aku malah jatuh cinta begini. Secara berkala memang perlu jatuh cinta begini, sekadar untuk kebugaran dan pitalitas. Semacam alat vital berpita begitu, karena cacing pita begitu jijik dan berbahayanya. Seperti ketika Stuart D. Bloom merasa seakan ada yang menggerogoti dalam perutnya. Syukurlah ada Denise, karena ada Denise untuk setiap Stuart, Zil untuk setiap Ipnu.

Seperti Simon Helberg dan Jim Parsons, dan caranya mengatakan "Mayim" untuk membalas sapa. Seperti Gadis Kalender yang tidak dirusak oleh apapun, bahkan mata-mata yang memandang penuh damba tidak memberahikannya. Sekadar damba tanpa-dosa penuh kekaguman. Tentu bukan Diana Kuping. Nah, sampailah aku pada tempatnya. Ya, di situ juga, namun yang seperti Gres Simos. Itulah sayangnya seorang lelaki pada anak perempuannya, seperti Dokter Iccang pada Zhiva dan Mysha. Aku pun pada Kin dan Khaira. Seperti itulah, meski Bapak Janus atau Kec.

Takkan ada yang sanggup menghentikanku jatuh cinta! Mengapa 'lah disebut "jatuh." Apa rasanya seperti jatuh. Memang mabuk pun dapat jatuh terduduk, lungkrah di atas tanah seperti Ron Weasly kena ramuan cinta. Ya, seperti itu! Uah, betapa 'tak sabarnya aku menunggu kesegaran itu ditingkah bossas pagi yang membangkitkan. Bukan tiba-tiba pow begitu, melainkan mok mok mok sedikit demi sedikit. Kesudahannya pun tiada meledak, tetapi mengalir meleleh begitu. Jika ini bukan jatuh cinta itu sendiri, setidaknya mengabadikan bossas pagi yang membangkitkan.

No comments: