Friday, July 13, 2018

Menunaikan Puasa pada 29 Syawal 1439H


Jika benar-benar ingin menulis entri, pastikan tidak membuka penelusur dulu, tetapi pemroses kata. Jika penelusur dulu dibuka, maka akhirnya pasti membaca-baca entri-entri lama; meski memang itu maksud dari diadakannya entri-entri, agar dibaca-baca suatu saat nanti kelak di kemudian hari. Entri ini dibuat dengan maksud mengabadikan berhasilnya ditunaikan Puasa Syawal tepat pada 29 Syawal 1439H ini. Segala puji hanya pantas bagiMu, Pengayom alam, hamba mohon diajari bagaimana cara berterima kasih yang layak, yang menyenangkanMu, Duhai Mahakasih.


Setahun lalu, pada saat yang sama ketika menyelesaikan Puasa Syawal, aku masih dirundung ketakutan tipis-tipis, takut akan kecewa. Inilah jawaban atas ketakutanku. Setahun kemudian! Apa yang kurasakan sekarang? Sekarang ini yang kurasakan adalah menjalankan keseharian yang sama sekali berbeda, yang setahun lalu sama sekali tak terbayangkan. Jauh dari Cantik, itu sudah jelas. Senang atau susah, tidak banyak berarti. Sedangkan Musim Panas Mengetahui, memang sekarang sedang musim panas. Semua orang pergi berlibur kecuali kami para peneliti.

Mantap kali ‘pun! Peneliti pada Amsterdam Institute for Social Science Research yang dipelopori oleh Profesor Willem Wertheim sendiri, Guru Besarku sendiri dari Rechtshogeschool te Batavia! Batavia, lalu Amsterdam, dan aku pun telah pernah menghadiri serial kuliah yang didedikasikan baginya. Adakah aku akan menjadi bagian tak terpisahkan dari komunitas intelektual ini, komunitas epistemik, yang didalamnya ada Karim, ada Fajri, sisanya perempuan. Seorang gadis bermain sepatu roda, yang sudah kukenal baik dari masa kecilku. Sungguh riang gembira!

Kini aku mengharap lebih. Sungguh lebih dahsyat. Aku berharap dua embel-embel sekaligus di depan, Masya Allah. Memang hanya ini yang dapat kulakukan, berharap-harap, sedang yang kukerjakan sehari-hari hanya seperti bebek-bebek di selokan depan, bertahan hidup. Seperti yang telah kulakukan bertahun-tahun. Dihampirkan di mana aku, disinggahkan di mana pun, terserah padaNya. Namun dalam keseharianku ini jelas ada harapan-harapan Bapak, Ibu, Akung dan semua saja yang sayang padaku. Aduhai betapa dunia ini penuh cinta dan belas kasih-sayang!

Seperti ketika aku menggenapkan Puasa Syawalku dua hari terakhir ini, pada hari pertama aku khawatir dengan laukku. Maka kupesanlah secara daring pad thai tofu vegan dari Kitchen of Happiness (KOH) di Ijburg, masih dengan fish cake-nya sekali. Sungguh mewah makanan ini, yang berarti hambar serba kurang garam. Keesokan harinya, begitu saja Ilham menawariku pempek. Masya Allah, sesampai di kamarnya, bukan hanya pempek, melainkan dendeng bahkan abon sekali! Shalat Jumat bertemu Bison, masih ditambah lahmacun sayur.

Begitulah, betapa takutnya hamba tidak cukup mensyukuri ini semua. Betapa baiknya Allah! Hamba di sini sebatang kara, namun Engkau selalu punya cara-cara untuk menghibur hamba. Sungguh hamba yang nista ini malu sekaligus takut. Tunjukilah kepada hamba cara berterima kasih atas ini semua, Oh Allah Maha Berbelas-kasih. Di hari yang mulia ini Engkau perkenankan hamba menyelesaikan penghambaan Puasa Syawal, semoga Engkau pun berkenan menerima persembahan sekadarnya, serba tidak berarti ini, di hadapan segala Kemurahan dan KebaikanMu.

Ada satu masih mengganjal. Seperti yang tengah kulakukan kini, aku membuang-buang waktu! Jangan banyak alasan. Banyak hal berguna yang dapat dikerjakan. Setidaknya aku belum melakukan kesia-siaan serba mengerikan itu setelah tunai Puasa Syawal ini. Dapatkah aku sama-sekali meninggalkannya. Kalimat tanya tanpa tanda tanya, itu saja andalanku, agar tidak berbohong pada diri sendiri; sedangkan Bison menghisap-hisap uap air kini, yang rasa kretek, katanya. Memang manusia itu selalu dekat dengan kesia-siaan, kecuali yang beriman dan berbuat baik.

Dan atas nikmat Tuhanmu maka sebut-sebutlah

No comments: