Saturday, June 23, 2018

Ini Mengenai Kesepian yang Sepi. Ternyata


Selama sembilan tahunan aku terus bertanya-tanya, bagaimana caranya menonton film bisa menjadi bagian yang sangat lekat dari hari-hariku di Sint Antoniuslaan. Baru-baru ini saja aku ingat setepat-tepatnya mengapa begitu, yakni ketika aku benar-benar menjalani sendiri hari-hari di Kees Broekmanstraat. Itu karena hari-hariku sepi dan aku kesepian hahaha. Aku ingat di kampung berusaha lagi melakukan hal yang sama, rasanya beda. Di kampung bagaimanapun banyak alternatif pelampau waktu. Di sini seperti inilah, namanya juga di rantau orang.


Lantas, kalau sepi dan kesepian bagaimana? Sungguh enggan betul kujawab pertanyaan ini, sedangkan segala sesuatu rasanya seperti menyelip menyelinap, sedangkan Paul Mauriat melantunkan Sirnanya Cinta. Naluri awalku adalah, jangan dituruti! Apa kau lupa apa yang terjadi selama di Sint Antoniuslaan? Mau mengulanginya lagi? 'Emangnya kau sehat gagah perkakas? Aduhai mengapa setelah Sirnanya Cinta dilanjut dengan Pulang Lagi begini? ‘Tuh ‘kan sudah mulai dengan berondongan kalimat tanya tak bermakna lagi. Apa begini saja caranya merintang sepi?

Mau jadi apa entri begini. Kurasa memang satu-satunya cara menghentikan berondongan ini adalah dengan menghilangkan tanda tanya. Ya, itu saja tinggal. Aku sedang tidak ingin, atau lebih tepatnya, tidak punya cukup tenaga untuk menyembunyikan apapun, sedangkan Rumahku sekarang tidak tepat berada di tepi Sungai. Sint Antoniuslaan masih mending 'lah. Ini benar-benar laut, atau setidaknya bagian dari teluk. Bison jauh lebih aman, meski aku harus cari sepeda jika ingin ke sana. Hadi sebentar lagi pindah pun.

Ini entri tidak akan jadi apa-apa, padahal ia dirancang untuk menampung hal-hal yang baik. Apa daya, kalimat tanya itu menjelang lagi, Mungkinkah Aku. Halahmadrid, jelas-jelas dari segi apapun tiada kesamaanku dengan Cristiano Ronaldo. Ini buktinya. Ya, entri ini dan keseluruhan blog ini. Cristiano Ronaldo mengerjakan semua hal yang berguna, aku kebalikannya. Halahpeño juga bisa 'sih. Waktu di rumah terkadang terasa ingin. Di sini tidak. Mungkin lama-kelamaan selera makanku pun akan berkurang dan terus berkurang saja.

Nah, mungkin bisa juga di sini. Ah, tidak. Biar ia mengendap di benakku saja. Blog ini menjadi inspirasi? Mustahil! Orang seperti apa yang mampir di sini? Mereka yang mencari nasihat dan ilmu agama, tentu tidak. Lalu buat apa terus-menerus kautulisi begini? Berolok-olok? Berolok-salam. Untuk waktu-waktu seperti ini, ketika rasanya seperti ada yang membuncah dan jika sampai muncrat bisa berabe urusan dunia akherat. Ini entri tidak ada satupun kalimat suci. Aku memang sedang kacau-balau malam ini.

Ya, orang mungkin mampir ke sini dan berpikir akan membaca sesuatu yang koheren. Kenyataannya mereka hanya akan bertemu aku. Aku, dengan segala kekusutanku. Hadi juga merasa kusut dan entri ini tidak akan retroaksi. Akan kuterbitkan sekarang juga, setelah selesai ditulis ini juga. Mau menawarkan kepada Takwa semacam Mein Kampf atau bahkan Communist Manifesto, sudah gila apa. Ini saja yang kaulakukan. Masih ini saja. Sudahlah jangan berkhayal. Mungkinkah Aku kuturunkan lagi untuk membuat suasana hatiku cengeng.

Aduhsay, bossas ini memang tidak pernah gagal membuatku merasa begini. Ini paragraf terakhir. Haruskah kuambil tindakan drastis untuk mengisi kesepianku. Tidak akan kuberi tanda tanya karena aku memang tidak menginginkannya berjawab. Biarlah ia bergaung-gaung sedangkan Mungkinkah Aku mendayu-dayu begini. Sudah cukup semua melodrama ini. Mau sampai kapan begini. Ini entri tanpa kalimat suci. Bukan aku bosan berdoa, namun berdoa mungkin sebaiknya tidak di sini. Di atas sajadah sana jika ingin berdoa, jangan gaya-gaya’an, jangan pamer!

No comments: