Saturday, May 21, 2016

Antara Aku, Kau dan Bekas Sukarnoku


Bulan Mei belum berakhir dan aku masih menulis entri dengan beban perak sepuluh gram plus batunya sekali di jari manis kanan. Aku menyukainya, meski Cantik tidak. Entah mengapa sudah lama aku merasa perlu untuk mengenakan artefak. Aku tahu sih. Ini gara-gara Pahlawan-pahlawan [yang menggunakan] Kekuatan dan Sihir. Biarlah. Setidaknya bukan mahkota atau sepatu entah-entah. Jangankan pedang atau tongkat, sedangkan kalung saja tidak terpikir olehku. Sebentuk cincin cukuplah, dan batu untuk digenggam-genggam.


Sungguh tidak ada yang ingin kurekam darinya, kecuali bahwa akhirnya kucicipi juga gurame a la Dapur Sunda di Hanggar Teras MBAU Pancoran yang kelezatannya matak lupa mitoha. Sayang ketika itu aku tidak berminat untuk mencicipi es goyobodna. Ketika baru pindah ke KSU pun, meski ada seingatku di pinggir jalan berjualan es goyobod, tidak juga kubeli. Itu sudah sepuluh tahun lebih. Itu adalah hari-hari terakhir Delta FM 99.5 the Best Oldies Station in Town, ketika iklan Dapur Sunda dan Patuna ditingkahi oleh berita-berita dukacita.

Teringatnya, aku berpuasa hari ini. Alhamdulillah. Sungguh ajaib! Kemarin-kemarin selalu saja gagal, sedangkan kini aku tengah ngabuburit sambil menulis-nulis entri. Masya Allah! Berhubung di sini tempatnya ngomong asal-asalan, maka boleh saja kukatakan jangan-jangan ini gara-gara kuarsa jernih. Sejak aku meremas-remasnya, entah bagaimana aku membeli Keagungan Surat-surat al-Quran Juz ‘Amma di toko buku mesjid, meski pembahasannya agak kurang ajib menurutku. Hahahah sekali lagi ini cuma asal bicara. Seperti sudah kukatakan, ini semata karena kesukaanku pada artefak.

Hari ini sejak pagi-pagi sekali, bahkan lebih pagi dari biasanya ketika ada kelas pagi, aku dan Cantik ngacir ke kampus. Cantik sih alasannya menghindari kerja bakti mengecat masjid beramai-ramai. Aku tidak peduli alasanku apa, yang penting ngacir. Seharian ini tidak ada yang benar-benar produktif yang kukerjakan, kecuali sedikit membaca-baca Juz ‘Amma—meski harus kuakui, Insya Allah, suasana Ramadhan itu sudah terasa. Alangkah asyiknya jika aku dapat nyolong start. Memang benar, Ramadhan itu yang asyik adalah mengantisipasinya.

Menjalani juga asyik sih, karena bersama-sama. Degup kehidupan, iramanya seakan berubah ketika Ramadhan. Entah bagaimana caranya, segala sesuatu terasa relijius asal jangan menonton tivi. Semoga Ramadhan ini benar-benar aku dapat meningkatkan kualitas penghambaanku, jangan sampai disibukkan mengejar-ngejar entah apa sampai-sampai Ramadhan berlalu begitu saja. Dapatkah aku bertekad untuk tidak menulis entri mengenai berlalunya Ramadhan karena kuacuhkan tahun ini? Halah gak usah aneh-aneh lah. Dijalani saja, mulai dari sekarang. Insya Allah. Amin.

Banyak sesungguhnya yang dapat diantisipasi, baik hal-hal yang mengasyikkan maupun yang menyebalkan. Apakah ini berarti aku sudah mulai bosan? Ah, kemarin makan rambut bidadari minyak bawang masih enak. Jamurnya banyak sekali dan udangnya ada agak empat atau lima ekor. Tujuh puluh ribu satu porsi! Itu jelas mengasyikkan, apalagi dengan prospek adanya WS baru. Ah, pasti mengasyikkan berkantor di situ. Bagaimana cuacanya nanti? Nyamankah bermotor mengejar buka puasa bersama Cantik di rumah? Wallahua’lam bishawab.

Hahahah tak satu kata pun dalam entri ini mengenainya. Salah sendiri. Sejujurnya, aku tidak nyaman berada di tengah-tengah mereka. Orang-orang macam apa ini? Aku hanya mengikuti alirannya saja. Beliau memang orang hebat, tapi mengultuskannya? Gagasannya, jangan orangnya! Dan gagasan itu, aku yakin, dibentuk, dibangun, dipupuk oleh beberapa benak sekaligus, setahap demi setahap. Tidak mungkin hanya satu. Jika itu adalah Rasulullah SAW, maka tiada pertanyaan sama sekali mengenainya. Tidak ada keraguan sedikitpun! 

No comments: