Friday, December 26, 2014

Peringatan 10 Tahun Tsunami Aceh. Aku


Sedangkan belum diaransir oleh Monsieur Paul Mauriat saja, You Are the Sunshine of My Life sudah superb, ini lagi… dari… 40 tahun yang lalu! Subhanallah! Ini justru lebih dahsyat dari Tsunami Aceh yang baru sepuluh tahun yang lalu, yang orang pada memperingati itu. [Bukan maksud saya mengecilkan arti musibah itu, terutama bagi mereka yang ditinggalkan sanak kerabatnya dalam kejadian itu] Aku pun punya kenangan tersendiri mengenai 26 Desember dari sepuluh tahun yang lalu… dan gara-gara ini pula aku baru sadar. Kemacangondrongan tidak punya entri dari 2004!

Tapsiun Pocin pada 2004 ketika Tsunami Aceh
Yaeyalah. Orang baru mulai pertengahan 2006. Jika begitu, mari kita coba dokumentasikan suasana musim penghujan 2004 itu. Apa benar yang terjadi pada saat itu? Tentunya itu adalah masa-masa My Gangster is a Wife. Itu juga adalah masa-masa terakhir apa profile gitu, maka Jerki bergabung dengan adiknya Muzayyin Zahrina di Kostan Babe yang kesohor baunya itu. Whoa, pada saat itu djembel moedlarat pasti tengah malang-melintang di sana. Para Beto belum lagi hadir. Ya, itulah masa-masa kejayaan djembel moedlarat di Kostan Babe.

Demikianlah pagi-pagi, aku lupa siapa saja di pintu kamarku itu. Hanya Muzayyin  dan diriku sendiri yang kuingat. Namun kami tidak berdua saja seingatku. Mungkin ada Jamal Abdul Gani. Pada saat itulah Muzayyin mendapat sms dari kampung, ada gempa besar katanya. Seingatku, aku sok alim mendoakan agar semua baik-baik saja. Tidak berapa lama—ya, karena kami belum lagi beranjak ke belakang untuk sarapan—datang lagi sms dari kampung Muzayyin, kali ini tentang BANJIR besar katanya. Ya, memang sampai pada saat itu aku—mungkin seperti  kebanyakan orang Indonesia lainnya—tidak pernah tahu bahwa tsunami mungkin terjadi di Indonesia.

Siapa yang tahu bahwa itu menjadi titik balik dalam kehidupan Muzayyin dan, kurasa, banyak orang Aceh lainnya. Dalam masa kejayaan Djembel Moedlarat itu, Muzayyin hanyalah satu dari antara kami, djembel moedlarat yang lebih memilih martabak manis daripada teh manis. Muzayyin hanyalah djembel moedlarat yang mentranskrip suatu wawancara atau apa entah, dan mendapat upah Rp 20,000, sehingga ketara sekali masygulnya. Muzayyin, seperti kebanyakan kami, tak kuasa menolak ketika Ige menghidangkan bayam yang ditumis dengan bawang putih, yang imbangan bayam dan bawang putihnya hampir satu banding satu.

Entah bagi Muzayyin, bagiku, 26 Desember 2004 nyaris tidak berarti apa-apa. Mungkin tepat pada saat itu juga belum berarti apa-apa bagi Muzayyin, karena seingatku baru beberapa bulan kemudian ia meninggalkan kami. Seingatku pada saat itu, aku dan Jerki sedang memperjuangkan Satgas Sisfo. Ah, sungguh waktu yang tepat membicarakan Satgas Sisfo. Justru ini lebih berarti bagiku, karena tahun ini juga, sepuluh tahun setelah aku dicepat dari Satgas Sisfo pada sekitar November 2005, aku pun dicepat dari ICT Komin pada 15 Desember 2014.

Sudah sepuluh tahun lebih bagiku. Mengapa aku terus menggunakannya, 10 Oktober 2002, sebagai penanda waktu? Tentu harus. Jelasnya aku kembali gendut. Mungkin bahkan lebih gendut dari waktu itu. Aku tidak ingat beratku lebih dari 92 kg pada saat itu. Kemarin aku menimbang tercatat 95 kg! Ah… besok, untuk memperingati 10 tahun Tsunami Aceh, aku akan berjalan-jalan di Kebun Raya Bogor. Tunggu… jangan-jangan besok pun ia tutup, karena cuti bersama, karena hari kejepit nasional. Wah, kurasa sebaiknya kupastikan terlebih dahulu sebelum berangkat besok. Bisa konyol nanti.

No comments: