Sunday, August 11, 2024

'Ku Tak'kan Pernah Melepas 'Ku Beri S'luruh Cintaku


Apa cocok memulai Minggu pagi bercinta bersama tante Geri dengan rambut keriting kribonya khas 1980-an. sedang di bawah ini adalah sampul the Beatles compleat. Ini adalah salah satu kenangan betapa Ibu suka sekali mengoreksi ketololan, dan betapa kemudian-kemudiannya aku sendiri yang berbuat berbagai ketololan, misalnya: "This is my book. I am buying this book is in pasar anyar." Apa aku harus menyalahkan bukunya, mengapa ia mengajarkan present continues terlebih dahulu sebelum simple present. Apa iya begitu. Apa semua memang salah sendiri.
Haruskah kucatat Rahmadhani Nur Widiyanto canggung bahasa Inggrisnya, sedang pagi ini aku terjerembab di awal 1996 M yang kiranya bertepatan dengan Ramadhan 1416 H. Jiah, ini lagi, siapa yang tidak akan pernah mengecewakan, yang 'kan selalu berada dekat 'ku, di sini untukku, karena mencintaiku. Itu membuat Ramadhan 1417 H jatuh pada sekitar akhir 1996 M. Masya Allah, dua Ramadhan dalam setahun masehi, seharusnya tahun itu adalah tahun yang diberkati. Namun aku terlalu tolol untuk menyadarinya, terlalu banyak kesakitan mendera. Oh, amat sakitku.

'Tuh, seperti di atas, aku sering berbuat kesalahan. Satu tahun masehi dengan dua Ramadhan itu terjadi pada tahun berikutnya, yakni, 1997, pada 10 Januari dan 30 Desembernya. Aku takkan pernah membiarkanmu pergi, 'kan kupeluk kau dalam dekapanku selamanya. Siapa. Tentu saja cantik. Mengapa tidak kau datang semenjak itu. Mengapa tidak kau selamatkan daku. Ah, lelah hayatiku. Adaku sekarang ini masih terus-menerus menanggung kesakitan demi kesakitan. Hanya saja ada cantik di sisiku, tak jauh dariku, bila-bila menghambur padanya mencari nyaman. 

Burung-burung malam yang menutup puncak terbaik ketujuh pun tak pernah jauh dariku. Sampai 20 tahunan pertama hidupku selalu beterbangan, berhinggapan di sekitar nuraniku, sedang hati sanubariku berdegup-degup masih nyaman dalam rongga dadaku. Apakah ketika itu tiga kali dua bungkus mie instan lengkap dengan uborampenya kujejalkan melalui belakangnya menyesakkan lambungku, seperti mie ayam jamur masih dihantam fuyunghai dan capcai dengan nasinya membuatku tersiksa kekenyangan di kakus lantai dua cipinang jaya. Amat panjangnya.

Terlebih jamannya mbak Debby ini aku belum mengenal kesakitan atau sudah. Masa-masa yang tidak ada gunanya, bahkan ketika tiga tahun di Magelang itu. Tak perlu dijelaskan karena memang tiada yang berminat. Tak perlu diceritakan karena memang tiada yang mendengar betapa pernah kupandang gunung sumbing dari kakinya, di sebuah perumahan entah di mana. Mungkin tante Nesti membelikannya untuk oom Nonong. Apakah semua orang mengalami kesakitan-kesakitan pada saat itu, atau hanya yang tolol sepertiku, tak bisa dibandingkan dengan gang pepayamu.

Dini hari menjelang subuh terbangun, apakah karena tenggorokan kering. Minum segelas air, menyalakan tivi hanya untuk dikatakan tak bisa dibandingkan denganmu. Setelahnya tentu aku tidur lagi, meski tak bisa kuingat kapan bangunnya, setelah itu mengapa. Apakah ke stasiun UI agak ke selatan, membeli nasi uduk portugal itu yang kusukai lebih dari lain-lainnya karena becek berkuah berbumbu. Apakah setelah itu memakannya di meja direktur yang sentosa sedang tiada sesiapa di situ, atau malah mencongklang VarioSty gaya-gayaan pura-pura seperti dosen BHMN UI.

Kini di belakangku kambing dan orong-orong menonton kartun seperti sepuluhan tahun lalu. Kini sudah sepuluhan tahun berlalu dari sepuluhan tahun lalu. Kini aku sudah tak sesehat sepuluh tahun lalu karena kuterus-teruskan kebiasaan dari sepuluh tahun lalu bahkan lebih, dari ketika sarapan dengan nasi uduk portugal itu. Entah sudah berapa versi nasi uduk mengisi hatiku, tiada yang menandingi rampok baru yang nomer dua pasar kebayoran lama itu. Semua karena bapak. Hidup memang hanya begini saja, maka pastikan mengisinya dengan hal-hal yang berguna. Oke.

Tiada yang 'kan mengubah cintaku padamu

No comments: