Wednesday, January 03, 2024

Apa Pantas Januari Basah Kuyup Berkeringat 'Gini


Tidak boleh diganti menjadi 'pantaskah' memang. Harus tetap 'apa pantas' untuk mengabadikan suatu petang yang cukup hangat di samping kandang Parto, atau entah di mana. Ingatan tertukar-tukar itu wajar, bahkan bagi Pak Harto yang ingatannya sungguh tajam, bahkan mengenai rincian-rincian, bahkan mengenai angka-angka. Seperti Hitler yang juga hafal angka-angka. Ia tahu persis bahwa angkatan daratnya bisa siap untuk kasus putih, atau kuning, lebih cepat dari satu tahun. Entah mengapa pula kenangan melayang ke rumah kosong di Jakarta empat itu, di mana aku merajuk karena gagal mencengkeram mereka secara mental.
Seharusnya dilanjut dengan Haiti Cherie, maka kulongkapi baik mulai lagi apalagi pencemburu untuk sampai pada Nona Sinar Bulan. Biasanya ia datang sekali-sekali saja setiap kupanggil. Namun sekarang ia bisa datang kapan saja, ada atau tidak ada jaringan internet. Dentam-dentamnya, detak-detaknya, betul-betul meningkahi melodi cantik yang mengiringinya setiap hampir padaku. Di titik ini aku kembali ke waktu-waktu ketika kayu berpaku berkarat menancap di betisku dilempar Yopie. Perasaan tolol itu pasti juga sedang dirasakan Adjie apalagi Kambing, maka tahankanlah. Semua itu hanya ilusi, percayalah padaku.

Aku sedang berkendara ketika salju pertama turun. Itu saja kesan yang timbul. Ini pun kupaksakan lagi karena aku belum terlalu mengantuk sedangkan tinggal 13 menit lagi menuju tengah malam. Ada waktu-waktunya engkau ingin bela-beli seperti ini, seakan-akan benar-benar membutuhkan tas selempang yang dalam bayanganku bisa kompak dan teratur isinya dibanding membawa tas ransel seperti sekarang. Padahal kemarin-kemarin membawa tas ransel ke mana pun tidak pernah ada masalah. Ini mengapa terus berkhayal mengenai tas selempang. Apa karena akhirnya aku punya celana silat yang membuatku terlihat pendek.

Hanya untuk mata-matamu adalah LKHT kecil atau setelah mengokupasi ruang senat. Lalu kapan ia disekat-sekat sampai ada ruang depan sempit, ruang rapat penuh asap rokok, dan ruang utama tempat kerja. Ruang rapat itu di kemudian hari berubah menjadi ruangan bos-bos. Orang-orang ini memang hobi main bos-bosan sejak lama. Mas Rangga pernah membanting pintu dengan sewot demi melihat boneka maskot Universitas Wisconsin entah apa-apa. Sudah sejak saat itu atau baru kemarin itu bukan urusanmu, yang penting aku raja di wilayah sini. Hahaha raja buaya yang tolol menghadapi kancil yang cerdik dari kecilku.

Begitulah dari kafe di pinggir jalan aku bersiul-miul menyenandungkan irama jatuh cinta. Betapa jauh rasanya waktu-waktu itu telah berlalu, terlebih jika kulihat perut yang semakin mengalir sampai jauh. Terlebih sekarang ketika seluruh Paris bermimpi tentang cinta seperti ini, mengembalikanku ke masa-masa asap djarum super mengepul-ngepul dari mulut dan hidungku. Segelas kopi hitam pahit panas mungkin menemani. Yang jelas, aku selalu rapi dengan asbak, meski serapi-rapinya perokok pasti berantakan juga abunya ke mana-mana. Belum lagi bau yang pasti menempel pada baju dan badan. Sungguh menjijikkan.

Meski baru-baru ini saja, namun suasana yang ditimbulkan oleh anak laki-laki tolol yang membiarkan khayalannya disandera oleh seorang gadis membawaku ke Radio Dalam ketika menara pemancarnya masih dapat terlihat dari kursi malas. Belakangan menara itu pindah ke dalam kompleks RRI yang besar itu, tepat di tengah-tengahnya, sampai kemudian ia rubuh pada musim penghujan di akhir 2019. Memang kalau anak laki-laki sampai jatuh cinta itu namanya tolol, lembek seperti agar-agar kebanyakan air. Coba kalau berani cium gadis yang kausukai itu. Atau ia yang menangis, atau kau, atau kalian berdua yang sama-sama tolol.

Kebanyakan kortisol membuat lemak menumpuk di perut bagian bawah. Aku tidak tahu dengan kepalaku, tapi semoga ia tidak rusak apalagi permanen. Jelasnya, enam tahun terakhir ini, terutama akhir-akhirnya betul-betul memompa kortisol, membanjiri otak dengannya. Aku yang sudah setua ini, apa masih tersisa bagiku petualangan, ataukah aku sekadar orangutan ibu-ibu yang tinggal menunggu ditembak saja. Bukan dengan kata-kata mesra, entah menggoda atau malu-malu, melainkan dengan senapang benar-benar. Dor! Maka terburai perutku yang alirannya sudah sampai jauh membuat rayap mati sudah tidak terlihat lagi.

No comments: