Saturday, September 10, 2022

Adakah Cavatina dalam Cavalleria Rusticana?


Ini sudah jam satu siang, dan aku duduk di pojok selatan Restoran de Margo menunggu Istriku Cantik sholat dhuhur. Padahal tadi pagi, seraya mendengarkan rendisi Pakde Hank mengenai Cavatina, tiba-tiba aku teringat akan kenikmatan kelamin. Padahal pagiku tadi tidak seberapa menyenangkan, namun tidak lama setelahnya aku dibuat senang dengan sepiring besar berisikan tiga batang sosis koktil, 'kurasa merek Kimbo, dua lembar kecil ham halal yang kering dan gosong, hashbrown yang digoreng terlalu kering, seporsi kecil kacang panggang, dan tentu omelet kering.

Apakah tempat seperti ini cocok untuk bekerja. Apa memang aku harus ada stasiun-kerja yang mobil. Nyatanya sampai hari ini aku belum pernah benar-benar mengetik selain di Lenovo PC-AIO 520. Uah, asyik juga menulis-nulis nama stasiun-kerjaku. Yang mobil ini namanya HP 11-Cb. Rasanya seperti alutsista. Entah mengapa beberapa hari terakhir ini aku suka melihat-lihat alutsista, meski aku bersyukur tidak harus bekerja di atau dengan salah satunya. Apalagi kalau aku masih harus menenteng-nenteng SS-1 maupun 2. Aku suka begini saja, bahkan dengan HP 11-Cb.

Satu kelemahan terbesar mengetik di sini adalah aku harus berdamai dengan musik jez umek yang disetel. Bahkan setelah 'kusumpal telingaku dengan BT-008 tetap terdengar keumekan itu, Sudah agak dua jam aku di sini, tadi masih tertahankan. Namun ternyata tidak tahan juga sampai aku memintanya untuk dipelankan sedikit. Nah, sekarang agak lumayan 'lah, meski tetap saja suara geraman entah apa mendominasi. Namun setidaknya rendisi Francis Gayo terhadap lagumu menjadi suara dominan dalam telingaku. Yang jelas, tidak ada itu istilah "kusumpil" di telingamu. 

Uah, sekarang aku mengantuk. Jangankan sampai memikirkan Teluk Jakarta sebagai arena [-arena] sosial, meneruskan mengetiki saja penuh perjuangan. Pegawai restoran sedang beberes membersihkan meja-meja prasmanan, mungkin untuk persiapan brunch besok. Apakah 'kutahu kemana 'ku pergi sejak kecil selalu saja mewarnai kalbu. Di Kemayoran, Kebayoran, Cimone, sebentar kembali ke Kebayoran, Magelang, Surabaya, sebentar lagi di Kebayoran, Depok. Begitulah perjalananku sejauh ini. Kebayoran adalah tempat kelahiranku, oleh itu sering aku pulang ke sana.

Pemandanganku ke arah timur, di balik kaca, adalah taman yang tertata rapi, dengan barisan pucuk merah dan beberapa batang kamboja. Tidak 'kuimpikan rumah seperti ini. Bagasnami QS M14 sudah cukup bagus untukku di dunia fana ini. Jika itu tidak sama dengan bila. Jika adalah mengenai keadaan, sedangkan bila mengenai waktu. Cantik malah mainan tetris yang tidak bisa diputar-putar seperti biasa, seperti anaknya yang pikirannya animasi saja tidak kunjung berkembang. Namun aku seraya teringat tidak lebih baik dari siapapun terlebih dan terutama kambing.

Aku tidak sedang jatuh cinta ditemukan Pak Kaji di dalam VW-nya entah pemberian siapa. Adakah sesuatu embel-embel di dunia ini yang sanggup membuat kepalaku lebih besar dari sekarang ini. Aku berlindung kepada Allah darinya. Justru dengan gembel-gembel di seputar pinggangku ini membuatku kecil hati. Keadaanku kini tidak lebih baik dari ketika aku menghuni kamar sekunder di Uilenstede itu, namun juga tidak lebih buruk. Bahkan sangat boleh dikata keadaanku kini jauh lebih baik dengan Cantik di sisiku. Entah apa yang akan 'kulakukan tanpanya, Istriku Cantik.

Malam dalam satin putih, aduhai. Ini baru masuk sisi B dari Gayo di samping nyala lilin. Ternyata Sofia Elvira punya kisah cinta. Apa 'kuganti saja. Ini pada dasarnya sama saja dengan yang 'kupunya di dalam panjang-panjang, namun mungkin tidak sepanjang itu. Aku curiga yang dalam panjang-panjang itu sudah tercampur sesuatu. Pantaslah terdengar sangat modern, dari 1996, sedang air kolam di luar beriak-riak tanda tak dalam. Sanggupkah setelah ini aku kembali memikirkan, terlebih penting, menulis mengenai Teluk Jakarta sebagai arena-arena sosial. Mari dicoba.

No comments: