Wednesday, September 22, 2021

Puyuh Berputing Beliung Berhengky Tornando


Asaptaga jijiks. Jika Cinta itu Buta mengoyakku jadi dua antara Arsil dan Graha Tiga. Ini bahkan sebelum itu, ketika entah mengapa aku jadi suka mengusap-usap muka berkeringatku sampai terasa asin. Ini bahkan kamar mandi yang sekarang dimonopoli Mbak Nung-nya Tom. Aduh, semoga tidak ada lagi di dunia ini anak laki-laki bernasib sepertiku. Biarlah ia menikmati permen Mister Sarmento atau apapun, tapi jangan sampai ia dirundung oleh babaduk sepertiku. Akankah kutepati janjiku untuk tidak lagi memeriksa pratinjau. Dapatkah aku mengkhianati ke-OCD-anku.


O, Mas Toni Edi Suryanto, engkau telah mengalami kebangkitan, engkau telah tercerahkan. Tidak sepertiku yang terus saja berada dalam ketiduran dan kegelapan. Honda Kocak dengan Kejawen UFO-nya jelas tidak orisinil, karena dari dulu selalu saja ada orang-orang seperti itu namun tidak diobati. Bahkan ia tidak perlu menggandengkan Kejawen dengan UFO seperti itu, karena redundan. UFO adalah sinonim dari Kejawen, dan betapa menyesalnya aku pernah berurusan dengannya. Meski aku tidak pernah benar-benar peduli pada UFO, kecuali berupa mainan hadiah snek.

Keterpesonaan padanya wajar saja. Tiap Kali Kaupergi, kau bawa sepotong dariku. Pergilah terus dan pergilah bebas. Ini benar yang ingin 'kukatakan pada diriku sendiri, meski aku tahu apa artinya. Mungkin tahu persis, meski tentu saja sok tahu. Hanya perlu ditahankan sebentar saja, namun tidak semua setuju. Aku pun sebenarnya tidak setuju, sama seperti ketika aku berkendara ke pinggiran Groningen hanya untuk mencari carjer untuk ITU. Ah, ITU memang sama saja dengan UFO, suka merundung orang tolol yang tidak atau belum diobati. Solusinya: silikon. Buddha yang baik!

Bagaimana aku bisa tahan menyakiti diri berlama-lama kemarin-kemarin. Mungkin karena aku gendut, berbulu, dan telanjang, meski tidak mungkin 'kusembunyikan wajahku. Ah, itu mengerikan! Itu Babaduk tanpa topi tinggi dan tangan bercakar. Itu kesedihan yang dengannya aku harus hidup. Mengapa kesedihan harus diberi makan cacing tanah. Kesedihan itu makanannya entri, dan aku tidak terima entri-entriku ini dianggap cacing tanah. Jenderal Kuribayashi pun makan cacing tanah di hari-hari terakhirnya. Apa salahnya cacing tanah gendut, berbulu, serta telanjang.

Tidak mungkin 'kumembunuh apapun. Hatiku terlalu lemah untuk itu. Satu-satunya yang mungkin 'kubunuh adalah diriku sendiri. Beberapa kali sempat terpikir untuk itu. Namun itu suisidal. Itu gila namanya. Itu bertentangan dengan teladan kebangkitan dan pencerahan Mas Toni Edi Suryanto. Lagipula, tidak ada bukti jika Jenderal Kuribayashi benar-benar mengakhiri hidupnya sendiri, sedang dia melarang prajurit-prajuritnya untuk melakukan itu. Jangan mati sebelum membunuh minimal sepuluh tentara Amerika. Ah, aku suka idenya. Ya, itu, tepat pada jangan matinya.

Berputar-putar berkesiuran mungkin terdengar seperti ragaan yang dibuat Kho Ping Ho atau Bastian Tito. Namun ini bukan. Ini angin, iaitu pergerakan udara dari tempat yang bertekanan tinggi ke rendah, di mana yang rendah berada tepat di tengah-tengah, dikelilingi yang tinggi-tinggi. Memang tidak masuk akal jika terus-terusan begini, maka jangan ingat-ingat lagi masa lalu, meski itu di Perum Satu, Dua, Tiga sekalipun. Aku harus memaafkan diri sendiri, dengan segala yang 'kuperbuat pada diri sendiri, jika tak mau terus berputar-putar berkesiuran tanpa henti begini.

Mudah bagimu berkata begitu, seperti Jhody Sumantri, ketika ia berjualan sandal buatan tangan yang diberinya nama Langkah Baik. Tidak juga berarti peci batik Jogokariyan lebih baik darinya, setelah celana Teh Nike yang karetnya kadang terlalu kencang dan kaus kurta henley yang belum diseterika. Jelas tidak membawa rasa bersalah setelahnya. Jangankan sampai berputar berkesiuran, diulangi saja nyaris tidak mungkin. Lihatlah, sandal bata dan penuhnya lemari. Terus berputar berkesiuran itu yang terkadang membuat isi kepala seperti ditiup dari dalam. Masih berani?!

No comments: