Wednesday, April 21, 2021

Rabu-rabu Tanpa Alasan Malah 'Ngantor


Aku adalah generasi pembaca Iwan Goya sambil mendengarkan Francis Gayo. Aku bahkan sudah tidak boleh mengaku paruh baya lagi; Siapa yang bisa yakin mencapai usia 90 tahun. Balada untuk Adelina Haratua dengan bas yang menowew-nowew ini agak menjengkelkan sih, tapi, apapun yang terjadi, entri ini harus jadi. Jez yang membuat santai, sedang hujan kopi mengguyur merintik, adalah khayalan mengenai waktu-waktu yang lain. Siang ini cuaca terik bermendung berganti-ganti. Aku melangkahkan kaki perlahan ke kantor, ternyata bertemu Mas Gerben dan Pak Greg Sallatu.


Lantas begitu saja di hari ke-9 Ramadhan 1442 H ini aku tergetar, sedang Roadfill dan Muriel berduet mengenai Menyatu Kembali. Ini setelah aku pulang dari kantor. Nyatanya aku di kantor tidak lama. Aku bahkan tidak tahu mengapa aku ke kantor tadi, jika tidak karena sekadar bersopan-santun. Maka malamnya, setelah buka, kembali 'kuhadapi laptop di kamar ini, sedang Kelompok Moymoypalaboy memainkan Akhir-akhir ini. Mausnya Japri tertinggal di kantor. Ini yang terpenting, karena karenanya aku dapat merasakan lagi lembut mantapnya maus blutut setengah jutaan.

Memang sedih karena pasangannya sudah terbengkalai, HP Stream itu. Kondisinya sekarang menyedihkan. Dompetnya yang dulu elegan biru angkatan laut itu kini buluk. Mau bagaimana lagi, kulit imitasi. Uah, ini sikampret Gerard Joling, seandainya Cantik tidak ngefan padamu takkan 'kumaafkan. Tidak juga. Aku memang suka sudah sedari dulu, peralihan antara SD dan SMP. Cantik adalah cintaku selalu. Kami tumbuh besar dalam rangka-waktu yang sama, sehingga dapat berbagi kenangan, meski diskontinu; Semata untuk mengingatkan betapa hidup di dunia ini fana.

Ohya, ini Ramadhan, sebagaimana yang beberapa kali 'kuabadikan di sini. Ramadhan kali ini bolehlah diberi nama Ramadhan soto. Akankah aku tega memberi makan diriku sendiri soto seperti itu lagi. Semoga tidak pernah terjadi lagi. Semoga soto-sotoku setelah ini semua patut, setidaknya seperti soto bikinan Gerardus. Sebenarnya mudah saja, namun mengapa aku malas sekali. Adakah benar, seperti biasa 'kukatakan, semata karena aku sudah tua. Aku menua, sementara persekitaranku terus memuda. Betapa tidak, gadis-gadisku sudah tumbuh menjadi perempuan.

Pencapaian-pencapaian ini memang harus segera diselesaikan, entah di Agnietenkapel atau Zoom. Setelahnya aku benar-benar ingin mempersiapkan. Apakah akan seperti lelaki tua yang menekuri langkahnya menuju mesjid, sedang bersarung berkoko, mungkin berkopiah. Uah, pada saat begini tiba-tiba Tante Geri Logan memanggil-manggil Cintaku, Cintaku, khayalan masa kecil sampai awal dewasaku. Sekarang cukuplah 'kupandangi anak-anak dan keponakan-keponakanku. Mereka kini yang mengalaminya. Aku tiba-tiba menjadi Pakde Bintonya.

Bagaimana betul mempersiapkan. Apakah para awak Nanggala beserta Harry Setiawan sekali tengah mempersiapkan. Tidak ada yang tahu, maka bersiaplah setiap waktu. Sedang John Gunadi pun bertumor. John Gunadi yang dulu tolol-tololan saja kerjanya sehari-hari bersamaku, bersama kami semua. Dedy yang terkenang steik t-bone Bu Mar "kalau lagi punya duit." Uah, terdengar sangat akrab. Mengerikan namun akrab, namun kehidupan sehari-hari. Sedang Jlaga Iman masih suka WA, sedang Gus Wandi mainan mesenjernya pesbuk. Itulah kehidupanku, yang 'kujalani.

Sekarang belum tercapai. Sekarang aku harus mengingat-ingat bagaimana dorongan seorang lelaki muda di awal duapuluhan. Hahaha tidak ada dan tidak pernah. Aku memang selalu sudah setua ini sejak dan dari kapanpun. Aku selalu menCinta Panjang dan Tahan Lama bahkan sebelum Glen mendendangkannya, bahkan sebelum Pak Pandir makan aprem. Aku tidak peduli. Beginilah aku apa adanya. Jika minggu lalu aku terlambat sekali yasinan fadilah, adakah minggu ini 'kupercepat saja. Glenn yang ini seekor Elang, baru tahu; Seperti rambut bersulam uban.

No comments: