Wednesday, May 23, 2018

Tahu Gejrot Apanya yang Digejrot. Kalau Glabed?


Ini harus diabadikan! Mengapa? Bagaimana? Menulis entri diari seperti biasa? Ah, aku sedang tidak merasa begitu. Memang itu satu teknik yang sering kugunakan, selain berdoa-doa. Namun, jika ada yang [mungkin] harus diberantas dari blog ini, itu adalah postingan asal ngomyang, atau asal goblek kalau kata seseorang, yang begitu saja kuingat ketika Insya Allah menutup tarawih pertamaku di Belanda ini dengan witir. Buat apa? Apa kau mendapat kesenangan dari situ? Kata Dokter Agus harus bersenang-senang. Memang.


Mengingat sedikit yang dapat membuatku benar-benar senang, kurasa memang tidak mengapa juga. Asalkan jangan mengumbar hawa nafsu, atau memancing hawa nafsu orang lain. Hei, bagaimanapun ini kesenian, yang murah sesuai dengan seleraku. Kesenian murahan. Hahaha. Hei, seandainya aku sanggup, mungkin aku akan membeli kanvas dan mencoret-coretnya dengan cat minyak seperti... aduh siapa nama orang itu, yang lukisannya dikoleksi Bu Sri Teddy Rusdy; menggambar dengan pensil sudah jelas lebih bagus Adrianus Eryan bahkan Ammy Elvietta, soalnya.

Lantas kesenianmu ini, lebih bagus dari siapa? Denny JA hohoho. Tidak ‘lah. Ini Insya Allah benar-benar semata karena aku punya kecenderungan nyeni yang sangat tinggi. Harus disalurkan toh. Apa aku mau seperti Fred Hollemann yang selain menghasilkan disertasi juga novel, lantas menjadi guru besar pulak? Tidak ‘lah. Susah pun jaman sekarang menjual novel. Hei, siapa bilang? Mengapa tidak? Ketika inilah aku lantas teringat ajakan Heirma untuk mencari bahan-bahan mengenai Majapahit. Amboi! Nggak segitunya juga kaleee.

Nah, ini Insya Allah semacam asal ngomyang yang lumayan positif. Ngomyang, kurasa kudapat ini dari Umar Kayam. Aduh apa judulnya, ya? Mengapa aku sekarang tidak lagi membaca-baca cerpen-cerpen, ya? Umar Kayam jelas jangan ditanya. Ahmad Tohari saja hokay, meski Titis Basino agak tidak tertahankan, tapi Titis Basino 'kan bukan cerpen. Seno Gumira yang jelas. Aku tahu alasanku. Waktuku sudah tidak banyak untuk membaca-baca cerpen. Bahkan Renungan al-Quran saja tidak habis-habis kubaca, apalagi Merindukan Bulan Ramadhan!

Ya sudah, nyatanya memang ada, banyak yang sudah kaumulai, dan sama sekali belum diselesaikan. Apa kabar buku ajar hukum adat? Nih, biar kutuliskan di sini. Introductory Coursebook on Adat Law for International Student. Nah, bagaimana? Padahal mengingat sudah hampir sebulan ini kamu masih dibiarkan ngomyang saja sama Laurens Bakker, dan kamu berpura-pura bahwa itu adalah etnografi, mengapa tidak melakukannya? Hei, bahkan kau mulai lancar dan menyukai kembali seni ngomyang di sini! Bagaimana? Malu tidak, hah?!

Tepat di sinilah aku teringat pada Ustadz Dr. Abas Mansur Tamam. Di situsweb beliau, memang karya berupa buku hanya dua, namun "Seolah Melihat Allah dalam Shalat" adalah karya yang Insya Allah hebat. Semoga keselamatan, kasih sayang dan keberkahan selalu tercurah pada Ustadz Abas, meski nama beliau masuk dalam daftar Kemenag. Bahkan Ustadz Abdul Somad (UAS) pun menulis buku yang pdf-nya konon tersedia gratis. Aku kalau tidak salah punya buku-e-nya Habib Munzir. Cari ah bukunya UAS!

Entri ini kututup dengan... apa, ya? Hamba bersaksi tiada Tuhan selain Engkau, Ya Allah. Hamba mohon ampunilah dosa-dosa hamba. Hamba mohon ridhaMu, Ya Allah, dan masukkanlah hamba ke dalam surgaMu, dan aku berlindung kepadaMu dari murkaMu dan neraka. Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, suka memberi maaf, maka maafkanlah hamba, Ya Allah. Kembalikanlah kesehatan hamba, Ya Allah, seperti ketika hamba menggumamkan ini mengikuti suara dari Masjid Jami’ al-Mukhlisin di sore hari yang hangat nan nyaman.

Aamiin Yaa Rabbal’alamin

No comments: