Wednesday, May 28, 2014

Dunia yang Tak Satu


Entri ini saya salin, dengan sedikit penyuntingan, dari status fesbuk Mas Ikhsan Abdillah bin R. Sulaksono Talkoeto, saudara sepupu, anak dari kakak Ibu saya.

Menurut kitab suci, pada hakikatnya, dunia itu fatamorgana. Fatamorgana berarti bukan merupakan Kebenaran hakiki, alias palsu. Dalam kitab suci pula seringkali diingatkan untuk tidak mencintai dunia secara berlebihan. Mengapa disebut fatamorgana? Ya itu tadi, karena bukan Kebenaran. Bagaimana dapat disebut sebagai kebenaran, karena ternyata dunia itu bukan satu, tapi banyak, Sedangkan Kebenaran itu satu. Mengapa dunia, sang fatamorgana itu banyak? Karena dunia itu sebenarnya hanya lautan PERSEPSI. Perhatikan contoh sederhana berikut.

gambar dari sini

Bagi Saya, buah Durian itu lezat. Tidak jauh-jauh, menurut adik Saya, buah durian itu tidak enak. Dalam dunia Saya, buah durian itu enak sekali, sedangkan dalam dunia adik Saya tidak demikianlah halnya. Ada lagi pendapat orang asing bahwa rasa durian itu perpaduan antara aroma sedap dan bau comberan. Tahukah Anda bahwa durian yang dimaksud adalah sama, rasanya sama, bentuknya sama, warnanya sama, tetapi mengapa jadi berbeda? Ya itu tadi, PERSEPSI. Jadi bahwa durian itu enak bukan suatu kebenaran, itu adalah PERSEPSI belaka. Kebenarannya durian adalah durian apa adanya, yang bebas dari PERSEPSI, suka atau tidak suka.

Kita masing-masing hidup dalam dunia yang sesuai dengan PERSEPSI kita, jika ada 1 milyar manusia maka, ada 1 milyar dunia yang unik. Beragam bentuk dunia, tidak heran jika ada dunia yang di dalamnya penuh dengan intrik, perlombaan, persaingan dan konspirasi, dan dunia itu nyata bagi sang PERSEPTOR. Semua kejadian dimaknai melalui kacamata konspirasi, tidak heran pertumpahan darah, peperangan, persaingan, perebutan adalah keniscayaan dalam dunia yang seperti itu.

Ada dunia yang temanya ketidakberdayaan. Dalam dunia ini Sang PERSEPTOR memposisikan dirinya sebagai korban, terombang-ambing oleh nasib, korban imperialis, korban kapitalis, korban putus cinta, korban rasisme, korban ini dan itu. Dunia tidak adil dalam kacamatanya. Sang PERSEPTOR merasa jadi korban nasib, tidak berdaya, dan biasanya ia akan mengeluh, mengritik, curiga, dan skeptis.

Dan masing-masing sibuk menyatakan bahwa dunianyalah yang paling benar. Tidak salah juga; memang dalam kenyataan dunianya, itulah yang dia alami, dia rasakan. Masalahnya adalah ketika Ia mencoba memaksakan kebenaran dunianya kepada orang lain yang dunianya berbeda, di sinilah konflik itu terjadi, wong kenyataan menurut yang satu berbeda kok, bagaimana mungkin Ia mengamini.

Ada juga dunia yang penuh cahaya, Sang PERSEPTOR Memaknai dunianya sebagai sesuatu anugrah. Di sini hanya rasa syukur yang ada, semua kejadian adalah pelajaran, di mana buahnya adalah hikmah. Dia tahu semua bagian diadakan untuk satu tujuan, segala sesuatu diciptakan dengan tujuan; tidak ada yang sia-sia. Di sini ia banyak memetik buah yang ranum. Di sini Ia tahu bahwa dunia hanya permainan PERSEPSI belaka, Ia tahu bahwa lautan PERSEPSI itu hanya seperti kabut, yang mana dengan eksperimen kecil, dengan mengubah sedikit PERSEPSInya, maka dunianya pun ikut berubah. Dalam dunia ini, sekali lagi, hanya ada rasa takjub dan syukur.

Dari mana datangnya PERSEPSI? Ya dari pembelajaran, pengalaman hidup, pengaruh lingkungan yang pernah kita alami dalam hidup kita. Bahkan bisa juga dari hal yang tidak pernah kita alami tapi kita akui kebenarannya, karena informasi tersebut datangnya dari sumber yang kita anggap valid. Jadi PERSEPSI kita juga bisa tumbuh dari KATANYA.

Sifatnya PERSEPSI itu tidak kekal, ia bisa berubah, bertumbuh, tetapi bisa juga mengeras. Semakin keras maka semakin sulit berubah, membatu menjadi ego. Akan tetapi yang namanya fatamorgana, sekeras apapun hakikatnya hanyalah debu. Sekeras apapun batu, lama-lama terkikis juga oleh air.

Cinta dunia berarti cinta terhadap PERSEPSI, yang mana persepsi-persepsi tersebut merupakan bahan pembentuk ego kita. Jadi, berkenaan dengan ungkapan "cinta dunia membuat takut mati," pertanyaannya, siapakah yang takut mati itu?

Komentar saya: Durian-durian jatuh tidak jauh dari pohonnya.

No comments: