Tuesday, December 07, 2010

Perdonami, Amore. Io Sarò Ricco


Ini adalah saat yang tepat untuk menulisi Macangondrong. Sebenarnya sudah dari kemarin aku ingin menulisinya. Entah kenapa, ketika aku menengoknya, ia begitu menantang. Yah, setidaknya sebelum tutup tahun 2010 ini, ada-lah satu dua entri, di bulan Desember ini. Baiklah, kawan-kawan, saat ini aku sedang berada di lantai 8 Hotel Shangri-La Jakarta... dan aku merasa sangat nyaman! Hahaha... Biarlah kuakui di sini, di Macangondrong ini. Sungguh tidak tahu malu aku. Kurasa Ki Macan sedang tidak ada dekat-dekat sini... Terus terang, aku malu padanya kalau sampai ketahuan menikmati kemewahan ini. Tapi aku memang sedang menikmatinya. Aku sedang sangat menikmatinya. Hahaha... Kemewahan ini, memang nikmat. Di ketinggian, memandang gedung-gedung di sebelah utara Hotel ini, tampak Hotel Mandarin. Tigapuluh tahun yang lalu, ketika aku masih kanak-kanak, gedung itu merupakan salah satu tandamedan (landmark) bila memasuki kawasan selatan Jakarta. Kini... hahaha... kini... kasihan betul kau Hotel Mandarin... masa aku harus turut bersedih-sedih denganmu? Tidak! Aku sedang menikmati kemewahan ini, dan aku sedang sangat menikmatinya!

Well, selera musikku sangat bagus. Jadul, tapi sangat bagus. Berkelas. Lagipula, aku lebih dari sekadar burjuis. Aku seorang aristokrat, dan aku selalu memanfaatkan kesempatan untuk mengungkap kenyataan itu, dengan sebaik-baiknya. Bahkan, seringkali, ketika kesempatan itu tidak ada, maka kuciptakanlah. Apapun itu, tetap saja aku terlahir dari golongan aristokrat, dan kenyataan itu percuma saja disembunyikan. Terlihat dengan sendirinya, koq. Seorang aristokrat harus mempertahankan kehormatannya. Ya, kehormatannya, bukan sekadar ke-'berada'-annya. Akan halnya, di akhir jaman ini, salah satu unsur (penting) kehormatan adalah berada, maka itu pun harus dipertahankan. Aku, seorang aristokrat, memang harus mendapat tamparan seperti yang kudapat tadi malam (Walau aku sangat berharap sekali Si Penampar merasa menyesal telah menamparku). Dunia ini perlu bukti, Milord! Dunia ini visual! Dan anda adalah seorang satria, Milord! Maaf, tapi jangan cengeng. Maka buktikanlah! Kalau anda memang harus makan di Mbak Yem tiap hari (maksudnya ga boleh lagi ada Mie Berkat, Burger and Grill dan sebagainya), then so be it!

Dan rice-cooker kecil! Well well, that's exactly just what I need now! Jadi, Gober Bebek, ketika kali pertama merantau meninggalkan kastil keluarganya di Skotlandia sana, untuk mencari emas di Klondike, Alaska, bertemu seekor bebek-betina penghibur. Alkisah sahibul hikayat, bebek-betina ini bertanya kepada Gober, apakah dia sudah makan. Gober menukas ketus, "Sudah! Seminggu yang lalu!" "Tapi itu sudah lama sekali." "Makan teratur hanya untuk bebek lemah!" dan Gober meneruskan perjalanannya. Sayangnya, meski bukan bebek, aku lemah. Perutku lemah. Sebenarnya aku bisa saja memperjarang makan, tetapi lambungku semakin jebol saja nanti. Dan memang tidak boleh (baru saja aku meneguk habis secangkir kopi, oh, harusnya tidak boleh...). Yah... meski makan teratur, aku harus melakukan sesuatu yang setara dengan apa yang dilakukan Gober; sekali lagi, meski aku bukan bebek. Kurasa memang benar itu, rice-cooker kecil! dan aku harus bersetia padanya, sebagaimana aku setia kepada Istriku Sayang. Apalagi kalau aku sampai bisa membeli kulkas... Ya Allah... semoga USAID membayarku banyak untuk pekerjaan Papua ini (wait... mungkin aku harus nambah iuran listrik sama Bang Gojay...)

Dan menabung setiap awal bulan di Muamalat untuk anakku tertua! Ya, itu juga salah satu cara untuk membuktikan pada Gober bahwa aku tidak lemah, meski aku bukan bebek. Setidaknya itu! Aku juga bingung kenapa semalam jadi bertengkar gara-gara ini. Aku tahu, sih. Bagaimana pun pekerjaan itu melelahkan. Amore, perdonami. Aku tahu persis tanpa ada diskon sama sekali, Il Mio Tesoro, betapa berat beban yang tengah kaupikul. Ancora una volta, perdonami, Amore. Aku memang berlebihan. Aku memang keterlaluan. Insya Allah, itu akan kulakukan, semoga Allah menolongku. Sungguh benar caramu berpikir. Sungguh, aku mengaguminya. Sungguh, engkaulah yang sangat kubutuhkan. Aku benar-benar tidak tahu apa yang harus kulakukan untuk menuju ke arah itu. Kaulah yang menunjukkan caranya. Benar, aku harus membuktikannya, aku harus melatih diriku, dan itu dimulai dengan menabung untuk anakku tertua. Sungguh, aku memang selalu ingin melakukannya, Mio Vita. Aku ingin... yah... menanggungnya. Ibu juga selalu mengatakannya. Aku harus menunjukkan pada Ibunya Kin bahwa aku sembada, sesuai namaku. Namun, sejujurnya, aku tidak pernah tahu bagaimana caranya, atau tepatnya, aku tidak tahu bagaimana memulainya. Kini akan kumulai, Il Mio Sole.

Setengah jam lagi aku akan makan malam. Aku masih menikmati kamarku, kamar 0806 Hotel Shangri-La Jakarta. Sudah beberapa hotel kukunjungi, tetapi entah kenapa, kali ini benar-benar menikmatinya. Vorrei che tu fossi qui con me, Il Mio Chiaro di Luna delicato. Aku belum tega untuk mengatakan bahwa aku menyukai kehidupan semacam ini, kehidupan yang... mewah? berkelas? Bagaimana aku menerjemahkan good life? Fine life? Namun, honest to God, aku, setidaknya sekarang, sedang menikmatinya. Tahu tidak? Di sini sangat sepi. Aku jadi ingat kamarku waktu di Belanda dahulu. Mungkin aku sebenarnya menikmati hidup di sana. Coba kuingat-ingat dulu... Hmm... Menikmati tidak ya...? Biarlah kuingat malam musim panas itu, di Maastricht Centrum, langit cerah dan sebuah bintang jatuh membelah angkasa dengan penuh keagungan (No, I'm not being lebay). Kubisikkan permohonan itu. Kumohonkan pertolongan kepada Sang Perkasa, Sang Pengiba. Ibu mendoakan pula, dan, tampaknya, sebagian terpenting dari permohonan itu sudah menunjukkan tanda-tanda akan terkabul. Tu sai cosa voglio dire, La Mia Speranza per la Vita. Biarlah kututup entri ini dengan syair gubahan Pakde Burt dan Hal.

If I could catch a star before it touched the ground
I'd place it in a box, tie ribbons all around
and then I'd offer it to you
A token of my love and deep devotion
The world's a better place
with you to turn to
I'm a better man
for having loved you

And now, at last, I face the future unafraid
With you here by my side, how fast the shadows fade
And there is hope inside my heart
'cause I have someone wonderful to live for
The world's a better place
with you turn to
I'm a better man
for having loved you

And as I am today
That's how I'll always stay
A better man for having loved you
A better man for having loved you

No comments: