Tuesday, December 28, 2010

Madre es Despiadado, Bebe Café


Kenapa aku menulis entri ini ya? Karena sesungguhnya aku selalu ingin menulisinya setiap hari. Aku senang menulis. Sungguh. Jauh lebih senang daripada cingcong. Masalahnya, aku tidak selalu bisa menulis yang aku senangi. Lebih sering, bahkan hampir selalu, aku harus menulis sesuatu yang aku tak peduli (kalimat macam apa ini!), atau lebih parah lagi, kubenci! Hey, kenapa harus benci? Kenapa sulit sekali bagiku bersikap biasa saja terhadap "hak asasi manusia"? Kebebasan berekspresi? Kebebasan pers? Kebebasan?! Baiklah, sebelum kebablasan, harus kukatakan di sini, aku menulis entri ini, setidaknya, karena aku pernah berkata, sebelum berakhir 2010 ini, setidaknya adalah satu dua entri di bulan terakhirnya. Kemarin sudah satu, ini berarti yang dua. Tidakkah kuperhatikan beberapa entri terakhir judulnya selalu tidak dalam Bahasa Indonesia? Aku juga tidak punya penjelasan untuk itu. Aku memang seorang amatir dalam menyembunyikan apapun, apalagi berbohong. Kata Sapardi Djoko Damono, berpuisi, bersyair itu maunya begini bilangnya begitu. Hahaha! Yaa... mungkin aku ceritanya sedang bersyair dengan judul-judul itu.

Banyak buah pikiran menggelegak meluap-luap dalam otakku, sudah sejak lamaaa sekali. Sejak kecil. Namun ramuan dasarnya kurasa dapat ditengarai. Khayalan mengenai kejawaan, nasionalisme yang akut, religiositas Islam yang mistis dan punya kecenderungan fanatik. Kurasa aku tidak sendiri. Jadi, kubiarkan saja mereka yang punya aspirasi sepertiku mengejar ambisinya. Ya, kurasa aku tidak cukup berambisi untuk mewujudkannya menjadi nyata. Akan tetapi, aku selalu ingin menuliskannya. Aku suka menulis. Untuk apa? Tidak tahu. Silakan menyebutku fatalis, akan tetapi, jujur, kurasa aku sudah menyerah. Menyerah, karena aku tidak memaksa diriku, bahkan pikiranku, ke arah sana. Aku ingin punya anak-anak, dan tentu saja aku menginginkan dunia yang aman dan berkecukupan bagi mereka. Apakah aku menginginkan kehancuran? Hmm... aku memang hobi eskatologi. Yaa... hancur atau tidak, semoga Allah menjadikanku termasuk dalam golongan hambaNya yang ikhlas. Aku dan keluargaku. Apa itu dunia yang aman dan berkecukupan? Seperti apa? Aku tidak tahu. Wallahua'lam bissawab.

Mempelajari Kediktatoran Proletariat

Semalam, Mas Ige mengangkat topik nasionalisme ketika kami berbicara mengenai sepak terjang tim nasional sepak bola di Piala AFF Suzuki 2010. Mas Ige itulah contohnya. Kurasa ia pun tersusun atas ramuan yang kurang dan lebihnya sama denganku. Bukan kebetulan dia I Gusti Ngurah Gede dan beragama Islam pulak! (Ibunya boru Sinaga, loh) Entah dari mana aku mendapat ide ia akan menjadi kontributor par excellence bagi buku "Hukum Koperasi Indonesia". Katanya semalam, "Nah, seharusnya seperti ini wujud nasionalisme!" Insya Allah, karena ini hukum koperasi INDONESIA. Dengan nama apapun ia disebut, kami paham apa yang kami maksud. Sofyan seakan-akan menunjukkan aspirasi yang sama, begitu juga Hadi. Akan tetapi, Indonesia mereka tidak sama dengan Indonesia Mas Ige. Antara Farid dan Sandoro, sejujurnya aku mulai membeda-bedakan mereka. Aku tidak suka ini, tapi aku sulit menahannya. Aku merasa Sandoro lebih Indonesia daripada Farid. Entahlah. Mungkin juga tidak. Ya, karena mengerjakan "Hukum Koperasi Indonesia" harus didorong oleh motif itu. Jika tidak, pasti sulit sekali. Sofyan punya motif itu. Meski berbeda dariku, sejujurnya, motifnya lebih besar.

Pusaka memutuskan untuk menerbitkan sendiri buku-bukunya. Bahkan untuk "Ikan untuk Nelayan" saja, aku belum terbayang dari mana aku akan mendapatkan sepuluh juta biaya cetaknya. Jelas ini bukan bisnis yang menguntungkan, namun kuberharap setidaknya jangan sampai rugi. Semoga balik modal dengan satu dan lain cara. Aku bukan pebisnis, apalagi pedagang. Aku punya tugas lain. Insya Allah, jika kujalankan tugasku ini dengan sebaik-baiknya, Allah akan mencukupi kebutuhan-kebutuhanku dan keluargaku. Hey, sudah lama aku tidak Yasin Fadhilah-an! Lagipula baca Qur'an masa cuma Yasin? Ini saja sudah Dzuhur dan aku masih belum juga bangkit ambil wudhu. Kuselesaikan dulu entri ini. Aku masih punya tugas tambahan dari Prof. Safri untuk menempelkan kembali kutipan-kutipan ke tempatnya semula. Sungguh menjengkelkan, tetapi kalau tidak dimulai tidak selesai-selesai. Aku juga masih harus membereskan proposal Sandoro. Aku bahkan belum meng-sms Mbak Meli, baik untuk yang dimintanya kemarin, maupun untuk kepentingan mengajukan hibah riset ini. Belum lagi, aku harus mengawasi Agam mengerjakan berbagai kelengkapan administrasi...

Aku tahu produktifitasku masih rendah. Apakah kulkas akan meningkatkannya? Apa hubungannya? Kondisi keuangan belum membaik. Tidak ada kepastian kapan uang berikutnya akan masuk. Aku masih harus menahan pengeluaranku untuk berjaga mendukung Pusaka. Jangan sampai kejadian gaji tertunda. Kurasa aku harus melecut mereka untuk bekerja lebih keras lagi. Tiada waktu untuk menoleransi PYMM kalau dia bertingkah lagi. Sofyan semangat sekali dengan TKBM ini, terkadang aku tidak habis pikir bagaimana jalan pikirannya. Namun, apapun itu, pasti sederhana. Aku harus membuat perencanaan yang lebih baik untuk meninggalkannya. Pertama, untuk diriku sendiri. Kedua, baru untuk Pusaka. Untukku... wow, masih banyak juga yang harus kukerjakan. Hukum Koperasi Indonesia, Adat Law, Kepulauan Seribu, pusaka.info, Sengketa Tanah Adat, Pelaku Informal, Nelayan Teluk Jakarta... Cicil satu persatu! Aku harus keluar dari semua ini! Farid dan Sandoro, awas saja kalau kalian berpangku tangan. Kalian harus mampu mengambil alih tugas-tugasku sesegera mungkin! Awas saja kalau kalian santai-santai! Baiklah sebegini saja dulu entriku. Mungkin ini akan menjadi entri terakhir di 2010.

No comments: