Di Sabtu menjelang siang yang terik ini aku kembali menjalani mimpi burukku karena terkena pukulan mega ketujuh, yang dimulai dari anak yang sedang tidur, dilanjutkan jika kau pergi, dan sejauh ini bersimbah air mata. Biar tahu rasa kau 'Gar, ketika menyadari betapa dari penjara ke penjara tidak lebih sekadar macan gondrong. Uah, ternyata dilanjut seperti apa dia. Apakah ini sebelum makan siang, yang mana berarti berangkat pesiar. Aku sampai lupa. Makan siang dulu baru pesiar atau justru sebelum makan siang. Tidak penting, nan terpenting siapkan PDPS.
Kehancuranku sudah dimulai lama sebelumnya, sekarang dan selamanya. Tidak perlu pembenaran apapun, ketika kata Velen aku jenius namun tetap harus diampu Sopuyan. Sedang menjaga kesehatan sendiri saja aku malas, apalagi mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Lebih baik aku memijat-mijat jempol kaki sendiri dengan balsem di ruang mampus, dengan alasan melancarkan peredaran darah. Aku jauh lebih menjijikkan daripada itu. Apakah ini waktu yang tepat untuk merasa jijik pada diri sendiri, sedang aku harus 'lakukan sesuatu. Siapa bilang harus.
Obyek-obyek di cermin belakang dapat terlihat lebih dekat daripada sebenarnya ternyata sedih sekali, karena dahulu aku tidak pernah melihat visualisasinya. Setelah 30-an tahun baru 'ku lihat dan ternyata pesawatnya jatuh, terbakar. Mati terbakar seperti Diogo Jota. Aku nyatanya masih hidup sampai detik ini, mengitiki: Tuan-tuan dan Nyonya-nyonya, sebagaimana mafhum kami punya sesuatu yang istimewa di sini di Negeri Burung malam ini: Sebuah rekaman untuk Perusahaan Rekaman Nada-nada Biru, dilanjut lagi oleh adiknya Jacko. Harusnya sudah habis makan.
Apa pernah aku berada dalam keadaan seperti ini sebelumnya. Apa ada keadaan yang lebih mengerikan daripada segala kemaluan yang pernah menimpaku di sepanjang hidupku. Bagaimana mungkin menghasilkan apapun yang heroik monumental dalam keadaan besar kemaluan seperti ini. Es vanila mengajak menggulung mereka, untung dilanjut ketika aku jatuh cinta, aku tidak pernah terpikir akan jatuh sejauh ini. Suasana ajaib yang ditimbulkannya, ketika aku jatuh cinta padamu. Padaku siapa cinta. Kengerian semoga tidak lagi pernah aku temui. Apapun bentuk ngerinya.
Kau membuatku tersenyum tidak pernah 'ku kaitkan dengan Sarasan, justru Mas Gitosh. Mungkin karena terlalu cantik, sedang Sarasan, di belakangnya adalah sarang Mentor Yarli membantai kopral-kopral celaka. Sisi B dari Pukulan Mega Ketujuh ini memang tidak terlalu akrab entah mengapa, meski seingatku adanya hanya ini. Apa pernah benar-benar diganti dalam bulan-bulan itu, akhir 1994 sampai pertengahan 1995, maka aku tidak tahu Diana Ross menyanyikan puji-pujian bagi keajaiban cintamu. Ini juga, entah bagaimana, tidak tergandengkan dengan Sarasan.
Apalagi dua terakhir dari teka-teki dan pembangunan yang tertahan, sama sekali tidak ada ingatanku mengenainya. Ya Allah, baru 'ku tahu Mentor Yarli sudah berpulang 28 Februari ini. Sekarang sudah masuk waktu dhuhur namun masih tersisa sekitar satu setengah paragraf lagi. Ya sudah 'ku selesaikan dulu saja. Sungguh menjengkelkan menunda-nunda menyelesaikan entri jelek, karena memang tidak pernah ada entri bagus. Entri heroik atau estetik mungkin ada. Entri bagus tidak akan pernah ada. Apa ini semua hanya asal goblek asal ngomyang. Peduli apa padaku siapa.
Entri ini adalah suatu refleksi eksistensial terhadapku sendiri sebagai seorang bapak yang keplek-keplek. Wajarlah jika aku berkhayal jadi bapak-bapak, lha wong mentor Yarli saja sudah meninggal. Aku yang masih hidup ini berusaha entah apa-apa, sedang di luar sepertinya cuaca sudah tidak seterik tadi, bahkan mendung kini. Musim kemarau basah apakah seperti lumpia basah atau apapun lainnya yang basah-basah, apa pernah 'ku lalui, ketika mesjid UI sudah berubah NU dari sebelumnya musholah. Lho ini mesjid atau musholah. Itu uniknya selama 20 tahunan.
Kehancuranku sudah dimulai lama sebelumnya, sekarang dan selamanya. Tidak perlu pembenaran apapun, ketika kata Velen aku jenius namun tetap harus diampu Sopuyan. Sedang menjaga kesehatan sendiri saja aku malas, apalagi mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Lebih baik aku memijat-mijat jempol kaki sendiri dengan balsem di ruang mampus, dengan alasan melancarkan peredaran darah. Aku jauh lebih menjijikkan daripada itu. Apakah ini waktu yang tepat untuk merasa jijik pada diri sendiri, sedang aku harus 'lakukan sesuatu. Siapa bilang harus.
Obyek-obyek di cermin belakang dapat terlihat lebih dekat daripada sebenarnya ternyata sedih sekali, karena dahulu aku tidak pernah melihat visualisasinya. Setelah 30-an tahun baru 'ku lihat dan ternyata pesawatnya jatuh, terbakar. Mati terbakar seperti Diogo Jota. Aku nyatanya masih hidup sampai detik ini, mengitiki: Tuan-tuan dan Nyonya-nyonya, sebagaimana mafhum kami punya sesuatu yang istimewa di sini di Negeri Burung malam ini: Sebuah rekaman untuk Perusahaan Rekaman Nada-nada Biru, dilanjut lagi oleh adiknya Jacko. Harusnya sudah habis makan.
Apa pernah aku berada dalam keadaan seperti ini sebelumnya. Apa ada keadaan yang lebih mengerikan daripada segala kemaluan yang pernah menimpaku di sepanjang hidupku. Bagaimana mungkin menghasilkan apapun yang heroik monumental dalam keadaan besar kemaluan seperti ini. Es vanila mengajak menggulung mereka, untung dilanjut ketika aku jatuh cinta, aku tidak pernah terpikir akan jatuh sejauh ini. Suasana ajaib yang ditimbulkannya, ketika aku jatuh cinta padamu. Padaku siapa cinta. Kengerian semoga tidak lagi pernah aku temui. Apapun bentuk ngerinya.
Kau membuatku tersenyum tidak pernah 'ku kaitkan dengan Sarasan, justru Mas Gitosh. Mungkin karena terlalu cantik, sedang Sarasan, di belakangnya adalah sarang Mentor Yarli membantai kopral-kopral celaka. Sisi B dari Pukulan Mega Ketujuh ini memang tidak terlalu akrab entah mengapa, meski seingatku adanya hanya ini. Apa pernah benar-benar diganti dalam bulan-bulan itu, akhir 1994 sampai pertengahan 1995, maka aku tidak tahu Diana Ross menyanyikan puji-pujian bagi keajaiban cintamu. Ini juga, entah bagaimana, tidak tergandengkan dengan Sarasan.
Apalagi dua terakhir dari teka-teki dan pembangunan yang tertahan, sama sekali tidak ada ingatanku mengenainya. Ya Allah, baru 'ku tahu Mentor Yarli sudah berpulang 28 Februari ini. Sekarang sudah masuk waktu dhuhur namun masih tersisa sekitar satu setengah paragraf lagi. Ya sudah 'ku selesaikan dulu saja. Sungguh menjengkelkan menunda-nunda menyelesaikan entri jelek, karena memang tidak pernah ada entri bagus. Entri heroik atau estetik mungkin ada. Entri bagus tidak akan pernah ada. Apa ini semua hanya asal goblek asal ngomyang. Peduli apa padaku siapa.
Entri ini adalah suatu refleksi eksistensial terhadapku sendiri sebagai seorang bapak yang keplek-keplek. Wajarlah jika aku berkhayal jadi bapak-bapak, lha wong mentor Yarli saja sudah meninggal. Aku yang masih hidup ini berusaha entah apa-apa, sedang di luar sepertinya cuaca sudah tidak seterik tadi, bahkan mendung kini. Musim kemarau basah apakah seperti lumpia basah atau apapun lainnya yang basah-basah, apa pernah 'ku lalui, ketika mesjid UI sudah berubah NU dari sebelumnya musholah. Lho ini mesjid atau musholah. Itu uniknya selama 20 tahunan.
No comments:
Post a Comment