Monday, April 01, 2024

Maret 2024 Cukup Tiga Entri Saja. 'Ku Senang Juga


Entah mengapa kubuat judulnya begitu dari beberapa hari yang lalu. Namun biarlah kucatat, minggu ini sungguh berbeda dengan minggu sebelumnya, terlebih minggu-minggu sebelumnya. Tidak mengapa. Aku hanya harus beradaptasi; dan ini, Insya Allah, adalah adaptasi menuju kebaikan. Apakah kebiasaan menyerak makna di sini juga harus diubah, jika ternyata mendengarkan lagu sedih dapat membawa sensasi nostalgia; dan itu menyehatkan. Setidaknya, menurunkan stres. Ternyata memang semakin ke sini, semakin beginilah gaya musik Francis Goya: Mengklasik.
Sumber: Klikdokter, (17/03/2023) Sering galau? Ini manfaat mendengarkan lagu sedih
Paragraf di atas, seperti dapat diduga [halah!], berasal dari minggu, bahkan minggu-minggu lalu. Judul yang dibicarakan pun bukan yang ada sekarang, melainkan semacam hanya temanku kini menanti di sudut sepi. Mengetik diterangi lampu senter begini, meski LED, gara-gara tetangga belakang meningkat rumahnya, dan gara-gara Cantik membuat kamar yang sekarang jadi kandang kambing. Meski bernostalgia memang menyamankan, meski itu pula yang sedang kulakukan kini, namun aku semangat menatap masa depan. Bayangkan... aku, masa depan. Amboina!

Mencintaimu adalah hal yang benar untuk dilakukan oh wow wow wow dum dee ree rum dum dum.
Ini bukan lagi retroaksi, entah apa ini. Ini suratan nasib, ketika inti suara A20i disumpalkan pada kedua lubang telinga dan begitu saja terdengar lagu puji-pujian bagi Putri Diana. Kini aku punya alasan kuat untuk menatap masa depan, meski masih saja mengitiki di sini. Entah jika entri-entri berikutnya menjadi koheren, seperti suatu narasi, suatu cerita, Jika pun tidak, tak mengapa, seperti malam di gedung kelas belakang Islamic Village, yang dekat rumah Yomi.

Penyesalan-penyesalan, aku tidak ingat ada penyesalan dari masa ini. Yang kuingat hanya bayangan mata raksasa yang terbentuk dari kepalaku sebagai pupilnya dan kedua belah tanganku melingkar pada asbes bekisting rumah sebelah. Ada juga pohon mangga di belakang rumah, di ujung Jalan Banjarmasin, Cimone Mas Permai. Nah, di sinilah mulai teringat suatu legendaris tragis. Apa ketika itu puasa. Apa masih seperti itu saja setelah hampir 30 tahun. Maka kutambah dua tahun agar bisa beringsut-ingsut pulang ke hangatnya Gama I No. 26; Hangatku sejuknya.

Jika pun keriangan Amerika dari Cerita Sebelah Barat, kamar Sul Luar di seberang ibunya Witch Grandma yang suka mendadak mengaji atau menyanyi. Baru saja kubereskan, aku tiduran di lantainya. Buat apa mengingat itu semua. Menatap masa depan itu yang benar, meski tidak ada masa depan bagi Anastasia Romanov pada jam-jam terakhir kehidupannya. Aku sedang menjalani hari-hari seperti ketika aku pernah menjalaninya, dari satu hari ke berikutnya. Bedanya sekarang ada gaji, banyak sekali jika dibanding ketika itu. Tiada namun bagiku pada titik ini.

Ini seperti Cosme McMoon, karena dengan piano, bukan Yo-Yo Ma yang memberi tremolo pada setiap nadanya. Ini dibalik, suara utamanya justru piano, iringannya ensembel gesek. Dengan inilah Cosme mendapatkan pekerjaan. Kurasa angsa ini memang semacam nomor kacangan bagi afisionado tulen musik klasik. Langsung teringat Kang Gani di sini. Apa yang bagus dari masa lalu. Yang bagus adanya di masa depan. Masa lalu penuh ketololan yang menjijikkan. Makan sudah tak sedisiplin awal-awal.

Kukira tadi ketiak masih basah, ternyata sudah kering. Begitu saja setiap hari. Aku memulai goblok ini ketika kepercayaan diriku utuh kembali, setelah sekitar 4 tahun sebelumnya remuk jadi debu. Tidak ada yang dapat kuharapkan dari kini, apalagi masa lalu. Semua adanya di masa depan. Romansa yang ketukannya dilipatgandakan, dilanjut dengan hidup di lain tempat yang entah mengapa membawaku kembali ke Barel di masa jayanya, ketikaku masih muda. Nasi goreng ibunya Soleh masih dibeli kwetiaunya, entah rebus atau gorengnya. Sehatku karena masih mudanya. 

No comments: