Sunday, November 20, 2022

Wilkataksini Tidak Sama Dengan Wiraksini


Ini adalah suatu ketidakberdayaan. Uah, apa tidak ada ungkapan yang pendek saja dalam Bahasa Indonesia untuk itu. Sedang aku merasa tak berdaya hanya karena teh dalam jebungku tinggal beberapa teguk, Mas Wiek datang membawa rujak serut dengan helm gojeknya. Sebenarnya, ketidakberdayaan 'kurasakan ketika aku mengetiki begini, di sini. Sudah berhenti sampai di sini sebenarnya, karena mengitiki itu jika aku sedang merasa lucu, dan karenanya riang. Kalau sedang merasa tidak berdaya begini, tidak ada yang berlompatan apalagi berkesiuran. Mustahil semua.
Lebih tidak berdaya lagi jika sarapan dengan roti goreng isi totit dari setiap hari, masih ditambah beberapa keping keju garam, sambil menyimak sejarah lama. Apakah ta'liman ibu-ibu ini yang menambah rasa tak berdayaku, sedang mengetiki seharusnya ditemani irama merdu mendayu-dayu. Baik 'kucatat di sini Wiraksini itu nama seorang gadis, sedang Wilkataksini adalah raksasa. Hahaha bagaimana sampai bisa tertukar. Sampai di titik ini, aku merasa tidak sanggup menyelesaikan entri ini, sedang mataku sudah disambung kacamata baca, kini 'kulepas. 

Aha, ingat aku sekarang. Minggu pagi yang tidak ke ndalem Jalan Radio. Jadi ada dua macam minggu pagi. Satu, yang ke ndalem Jalan Radio. Dua, yang tidak ke ndalem Jalan Radio. Sungguh memalukan. Lima ratus ribu bertebaran di mana-mana, terlebih lagi empat juta atau bahkan lebih. Allah Dewa Batara. Ini adalah minggu pagi di tepian Cikumpa, yang kini diselingi Pondok Pesantren Daarul Hidayah Aswaja. Darinya pertama kali 'kudengar lagu Sholawat Hasyim. Apa kaupikir ini 'kan menjadi semacam karya sastra begitu, lelompatan kebat-berkebit ini, meski rata kanan-kiri.

Memang jatuh cinta bisa membuat orang mengabadikan nama dalam judul sebuah lagu bersyair. Itu sangat dapat dipahami. Apakah pada tempatnya jika 'kutulis di sini betapa, setelah sekitar dua puluh lima tahunan, Kapten Angkatan Laut Victor Henry jatuh cinta lagi. Seperti halnya Robert Langdon tidak seperti Tom Hanks, aku yakin Victor Henry juga tidak seperti Robert Mitchum, meski mungkin Herman Wouk sendiri yang memilihnya. Ah, Amerika memang keparat, yang bila nanti di lubang kubur tidak akan berarti apa-apa, seperti ketika 'kupandangi foto-foto itu.

Dari kiri ke kanan, Mbak Eka, Bang Andhika, Prof. Arie. Lagu cinta, itu malah yang diperdengarkan bagiku yang masih berkeliaran di punggung bumi. Sungguh aku tidak sanggup gaya-gayaan berbicara mengenai aji pancasona alias rawa rontek, aku yang tidak berdaya tanpa republikku ini, seharga hampir setengah juta setiap bulan. Mungkin ini lebih baik, karena jika menggunakan sabun batangan Dettol asli sungguh lecetnya. Jika sampai bertemu, mungkin ada baiknya si pembuat tekotok ditempeleng bolak-balik. Dia pikir dia lucu, untung saja diselamatkan suasana syahdu.

Apa arti kesyahduan jika bukan ayam bakar diberi bertusuk sate dengan potongan besar-besar. Masih bersari jika digigit, makannya harus panas-panas. Jika sudah dingin tidak seberapa enak. Tidak ada yang dapat dibanggakan dari pernah tinggal di Belanda, hanya potongan kenang-kenangan. 'Kurasa begitulah adanya bagi semua orang. Namun aku suka keadaanku sekarang, jauh dari republikku. Meski badan tidak segar karena memang tidak pernah bergerak. Bergerak membuat lebih produktif, katanya. Bisa jadi, setidaknya suasana hati jadi lebih baik, tidak seperti ini.

Suara utamanya gitar baja ditingkahi terompet berpengedam. Jenial! Bisa terbayang rasanya jatuh cinta pada Emmanuelle di jalan-jalan Eropa yang muram cuaca. Aku sampai lupa apa rasanya berperut rata. Sudah hampir dua tahun ini perutku buncit menggelembung. Aku tidak tahu bagaimana caranya mencintaimu, seperti halnya bagaimana mencintai diriku sendiri. Jika armada sekarang sudah berubah menjadi mal dan hotel, aku bahkan tidak tahu apa dia sebelumnya. Seperti halnya bocil-bocil ini menjadi perwira Angkatan Darat, Yesus Kristus Superstar! Entah, 'ku tak tahu lagi.

No comments: