Tuesday, December 31, 2024

Selamat Ulang Tahun yang ke-20, Kopral Macan


Di hari ulang tahun ke-20 bohong-bohongan goblog ini, biarlah aku kembali ke 30 tahunan lalu. Tentu saja tidak tepat 30 tahun lalu, karena jika demikian, mungkin aku sedang berlayar di laut Jawa di atas KRI Teluk Sampit. Tepat di sini, seperti biasa, kereta pikiranku diganggu oleh kebatan yang membuatku, seingatku, membaca-baca jangan sekali-kali meninggalkan sejarah, dan mungkin beberapa hal lainnya. Bisa jadi juga pengganggu utamanya adalah sepotong risoles ragu ayam dan kroket ayam, dengan cecabean rawitnya sekalian, nan aduhai sulit betul diambil.  
Akan halnya aku terpelanting ke 30 tahunan lalu, itulah sebenarnya suasana yang kuharapkan ketika berada di sebuah food court sangat sederhana untuk ukuran mall-mall kekinian. Modalnya tentu tidak sebesar Transmart-nya Chaerul Tanjung, yang kata Bang Ian, menggendong ibunya ketika melewati X-ray, mengangkatnya dari kursi roda. Inilah contoh bisnis yang gagal move on, namun entah bagaimana mendapatkan perpanjangan nafas di pinggiran Depok. Bahkan meja dan kursi rotannya, risoles dan kroketnya, jingle-jingle iklannya, ah terasa awal 1990-an betul. 

Namun harapan sederhana akan suasana awal 1990-an itu buyar menjadi remah-remah ketika seorang ibu-ibu muda gemuk [karena kalau gemuk muda agak wagu, memang ada gemuk tua?] entah gagal atau memang tidak berkeinginan untuk menenangkan anak laki-laki balitanya yang menangis meraung-raung. Sehebat apapun kusabari, tak sanggup juga pada akhirnya. Maka kukemasi HP11-CBku dan segera beranjak dari situ. Sudah ada semingguan ini cuaca berhujan berbadai kehabisan tenaga. Mungkin ia sedang mengumpulkan tenaga baru. Badanku beradaptasi lagi.

Uah, kastil timun ini membawaku ke suasana yang jauh berbeda lagi, mundur hampir 40 tahunan. Mengapa selalu mundur. Mengapa tidak maju. Terserah apa mau dikata, semua orang yang bicara mengenai masa depan adalah penipu, atau setidaknya pengkhayal. Aku apa adanya saja. Hanya masa lampau yang ada padaku, terpampang terang benderang di depan mata. Aku seperti gorila koko yang setiap kali sudah makan dan ditanya jawabannya menunjuk ke depan. Jika kau mengerti pun seharusnya membawa kenangan indah, bukannya malah Dr. Abdul Salam.

Selancar-lancarnya jariku mengitiki, entah bagaimana caranya selalu menyisakan tiga. Begitu biasanya. Pada titik ini tergantung tenaganya. Seperti sekarang ini, di bawah cahaya bulan berkabut yang riang begini, aku tahu aku akan bahagia di sembarang tempat di mana pun, sepanjang aku bersamamu. Ya, tentu saja kau cantik. Tepat seperti yang selalu kusangka-sangka. Beberapa kali kutulis di sini [atau belum] kau seperti Bawuk, aku Hassanmu. Namun terbalik, kau yang Mandailing polit, aku yang Jawa keturunan priyayi; kedua-duanya dimatikan oleh Umar Kayam.

Mengucap selamat tinggal itu menyakitkan. Bagaimana rasanya mengucap selamat tinggal pada hidup, seperti yang dilakukan Letda Henry Herrick, komandan peletonnya sersan Ernie Savage. Ernie pada saat itu adalah seorang komandan regu. Ah, lebih baik menyesapi keajaiban ini, entah di mana ini, sepanjang gang mahali atau entah di mana. Seperti biasa aku tidak sabaran. Sebenarnya aku bisa begini, seperti sekarang ini di dekade ketiga Abad ke-21. Namun aku memaksakannya sejak di akhir Abad ke-20. Sudahlah. Ingat saja kata Gratio, teladani Stalin atau orang hebat lainnya.

Bukan untukku mengatakannya ada dua, setidaknya dalam laci-laci benakku. Di satu laci tentu saja Cliff Richard, di laci lain Johnny Mathis. Aku lupa apakah di masa-masa ketika the best oldies station masih ada di my little town, keduanya seringkali mengudara. Aku merasa lebih pasti dengan Cliff, tapi tidak dengan Johnny. Johnny justru mengingatkanku pada iProfile. Perusahaan pembuat website. Astaga, kuno sekali, padahal itu sudah memasuki abad ini. Ya, bahkan dalam satu abad yang sama, awalnya, pertengahannya, akhirnya, dapat berlainan sekali. Begitulah itu.

Apapun, Selamat Ulang Tahun, 'Pral.

No comments: