Mengetiki beralaskan pembunuh nyamuk memang lebih aman ketimbang apa yang sebelum ini segera saya lenyapkan dari layar monitor anda, para pemirsa. Daripada yang seperti itu terburu mengerak dalam ingatan anda, aduhai, saya tidak berani menjamin. Sialnya, ia sudah mengerak berkarat dalam benakku dan, amboi, tidak mau pergi. Pembunuh nyamuk ini memang serba salah. Mengetiki pada sisi depan menimpa kabel dan tombol nyala-mati, jadi bergoyang-goyang. Mengetiki pada sisi belakang ada ceruk yang membuat permukaannya tidak rata. Apapun itu, masih lebih baik dari kerak-karat.
Nah, sekarang waktunya memberi gambaran mengenai apa yang tidak ada hubungannya dengan isi tulisan apatah lagi judul. Seperti gambaran di atas ini, semata-mata gara-gara Natalia menyebut mengenai pohon dari kain kasa, yang ternyata adalah merek produk-produk bayi. Maka aku pilihlah salah tiga dari produk-produk itu yang menurutku paling bagus. Demikianlah gambar di atas itu. Natalia, sementara itu, aku tinggalkan begitu saja. Malah bugenvil yang aku dapati. Meski sedih, meninggalkan kesan mendalam; seperti hubungan antara Taurat, Aiwa, dan Cinta Kirik yang pernah begitu menyakiti hatiku.
Urusan rebah-merebahkan kepala ini juga pernah menyakiti, meski dengan bertambahnya usia, ternyata berkurang juga sakitnya. Entah jika aku masih muda, akankah mengetiki beralaskan pembunuh nyamuk begini menyakiti pinggangku. Ini padahal sudah disangga pembunuh nyamuk, bagaimana kalau langsung di atas mejanya sekali. Akan halnya aku melakukan ini, udara malam panas sekali maka aku mengetiki di luar sini. Aku sungguh mencintaimu, namun tampaknya tidak ada cinta yang seratus persen khusus hanya untukku. Pasti pernah terbagi, entah bagaimana caranya. Begitu.
Memang kunyuk emas ini. Lebih kunyuk lagi siapapun yang mendaftarkan alamat surat elektronikku ke dalamnya. Aku sengaja menghindar dari mengajar Hukum Lingkungan selama tugas belajar luar negeri, karena mata kuliah ini sudah pasti kusutnya. Tidak usah pakai pandemi saja, tidak usah pakai pembelajaran dalam jaringan saja, sudah merepotkan. Apalagi sekarang. Namun semester depan mungkin aku sudah harus mindik-mindik masuk kembali. Entahlah apa yang akan terjadi. Aku harus mulai mencari uang lagi dengan cara yang biasa. Aduhai betapa cepatnya empat tahun berlalu.
Astaga, mengapa setiap kali aku merasa sudah agak lelah selalu masih tersisa tiga, sedang hujan terus saja turun pada kepalaku. Manusia laba-labanya tidak menjadi apa, aku cenderung suka. Kekasihnya itu yang bikin jengkel. Mengapa ia tidak main Jumanji saja sampai dewasa. Uah, aku rasa tidak lama lagi aku harus menghentikan ini, mengetiki, untuk diteruskan di lain waktu. Pinggangku aduhai sakitnya. Aku rasa, dengan membuncitnya perut atau mengempisnya, tidak membuat sakitnya pinggang bertambah atau berkurang. Aku sekadar harus mengetiki di meja tulis yang normal.
Setelah diteruskan, lantas apa. Dari kecil aku memang selalu kebagian peran bapak. Dulu kalau main rumah-rumahan bersama Feni dan adiknya, Laura dan adiknya, dan adikku sendiri, aku selalu kebagian peran bapak, sedang Feni ibunya. Salah satu tugas bapak dalam permainan itu adalah berkokok ketika waktu sudah pura-puranya pagi, demikian juga mendengkur ketika pura-puranya malam. Kami anak-anak pegawai-pegawai Perum Angkasa Pura, mungkin irama hidup orangtua-orangtua kami yang ditirukan, meski aku ingat pernah bertanya pada Bapak, mengapa Bapak tidak pernah bekerja bawa tas kopor.
Uah, dengan kenangan yang demikian manisnya, sedangkan telinga dibelai-belai melodi indah dari Sepatu Putih dan Kumpulan Suami-istri, terasa benar manis-manisnya hidup meski sudah jauh sekali dari masa kanak-kanak. Dilanjut anak penjual gurame goreng kering berduet dengan wakil walikota Palu yang juga manis, mengilhamkan khayalan mengenai hidup berkeluarga yang tentram, penuh cinta dan kasih-sayang. Setelah mengalami sendiri dan melihat persekitaran, ternyata tidak mudah dan tidak pernah semudah itu. Jadi biarkanlah kisah cinta, kisah surga, tak usang tak lekang ditelan masa.
Nah, sekarang waktunya memberi gambaran mengenai apa yang tidak ada hubungannya dengan isi tulisan apatah lagi judul. Seperti gambaran di atas ini, semata-mata gara-gara Natalia menyebut mengenai pohon dari kain kasa, yang ternyata adalah merek produk-produk bayi. Maka aku pilihlah salah tiga dari produk-produk itu yang menurutku paling bagus. Demikianlah gambar di atas itu. Natalia, sementara itu, aku tinggalkan begitu saja. Malah bugenvil yang aku dapati. Meski sedih, meninggalkan kesan mendalam; seperti hubungan antara Taurat, Aiwa, dan Cinta Kirik yang pernah begitu menyakiti hatiku.
Urusan rebah-merebahkan kepala ini juga pernah menyakiti, meski dengan bertambahnya usia, ternyata berkurang juga sakitnya. Entah jika aku masih muda, akankah mengetiki beralaskan pembunuh nyamuk begini menyakiti pinggangku. Ini padahal sudah disangga pembunuh nyamuk, bagaimana kalau langsung di atas mejanya sekali. Akan halnya aku melakukan ini, udara malam panas sekali maka aku mengetiki di luar sini. Aku sungguh mencintaimu, namun tampaknya tidak ada cinta yang seratus persen khusus hanya untukku. Pasti pernah terbagi, entah bagaimana caranya. Begitu.
Memang kunyuk emas ini. Lebih kunyuk lagi siapapun yang mendaftarkan alamat surat elektronikku ke dalamnya. Aku sengaja menghindar dari mengajar Hukum Lingkungan selama tugas belajar luar negeri, karena mata kuliah ini sudah pasti kusutnya. Tidak usah pakai pandemi saja, tidak usah pakai pembelajaran dalam jaringan saja, sudah merepotkan. Apalagi sekarang. Namun semester depan mungkin aku sudah harus mindik-mindik masuk kembali. Entahlah apa yang akan terjadi. Aku harus mulai mencari uang lagi dengan cara yang biasa. Aduhai betapa cepatnya empat tahun berlalu.
Astaga, mengapa setiap kali aku merasa sudah agak lelah selalu masih tersisa tiga, sedang hujan terus saja turun pada kepalaku. Manusia laba-labanya tidak menjadi apa, aku cenderung suka. Kekasihnya itu yang bikin jengkel. Mengapa ia tidak main Jumanji saja sampai dewasa. Uah, aku rasa tidak lama lagi aku harus menghentikan ini, mengetiki, untuk diteruskan di lain waktu. Pinggangku aduhai sakitnya. Aku rasa, dengan membuncitnya perut atau mengempisnya, tidak membuat sakitnya pinggang bertambah atau berkurang. Aku sekadar harus mengetiki di meja tulis yang normal.
Setelah diteruskan, lantas apa. Dari kecil aku memang selalu kebagian peran bapak. Dulu kalau main rumah-rumahan bersama Feni dan adiknya, Laura dan adiknya, dan adikku sendiri, aku selalu kebagian peran bapak, sedang Feni ibunya. Salah satu tugas bapak dalam permainan itu adalah berkokok ketika waktu sudah pura-puranya pagi, demikian juga mendengkur ketika pura-puranya malam. Kami anak-anak pegawai-pegawai Perum Angkasa Pura, mungkin irama hidup orangtua-orangtua kami yang ditirukan, meski aku ingat pernah bertanya pada Bapak, mengapa Bapak tidak pernah bekerja bawa tas kopor.
Uah, dengan kenangan yang demikian manisnya, sedangkan telinga dibelai-belai melodi indah dari Sepatu Putih dan Kumpulan Suami-istri, terasa benar manis-manisnya hidup meski sudah jauh sekali dari masa kanak-kanak. Dilanjut anak penjual gurame goreng kering berduet dengan wakil walikota Palu yang juga manis, mengilhamkan khayalan mengenai hidup berkeluarga yang tentram, penuh cinta dan kasih-sayang. Setelah mengalami sendiri dan melihat persekitaran, ternyata tidak mudah dan tidak pernah semudah itu. Jadi biarkanlah kisah cinta, kisah surga, tak usang tak lekang ditelan masa.
No comments:
Post a Comment