Pagi-pagi sekali aku sudah menyongklang Vario menuju Gedung
Granadi. Sempat terpikir beberapa kali untuk sarapan, mampir dulu di salah satu
warteg sepanjang jalan. Akan tetapi niat itu urung juga. Maka sampailah aku di
pangkal Rasuna Said dari arah Mampang. Seperti biasa aku selalu ragu mau ambil
putaran yang mana. Akhirnya kulalap habis Rasuna Said sampai ujungnya di mana
ada putaran untuk sepeda motor. Dari situ perlahan menyusuri sisi kiri ke
arah timur. Masih pakai tanya, padahal jika berkeras hati pasti bertemu.
Begitulah maka tampak olehku Gedung Granadi. Seperti biasa
parkir motor berada di basemen paling bawah. Untunglah hanya dua lantai. Setelah
naik lift dan sedikit celingukan, tampaklah olehku Yosep Sudarso sedang
menempelkan x-banner Think and Act for National Defense. (Tandef) Tidak jauh darinya ada Pak Jaka Santos Direks
Tandef. Sebenarnya tidak jauh dari situ ada juga Pak Suprapto Ketua Lembaga
Pengkajian dan Pengembangan Kehidupan Bernegara, (LPPKB) namun aku justru
mengobrol dengan Pak Jaka. Sempat juga berfoto bersama dengannya. Sampai di
situ aku belum sepenuhnya sadar bahwa kami akan dipanel.
ki-ka Letjen Purn. Kiki Syahnakri, Bono Budi P, SH. MSc. dan Dr. Jaka Santos, SH. LL.M. |
Patut juga dicatat di sini, aku bertemu dengan Khairil Azmi,
mantan Direks Tandef. Kaz adalah Kaz dari 20 tahun yang lalu. Mungkin aku pun
begitu, meski bentuk gendut-gendutnya saja yang menurut Kaz tidak berubah.
Obrolan-obrolan biasa jika bertemu alumni, karena tidak lama datang juga Takwa,
lalu ada Rahmat Kaimuddin Ketua Ikastara, sampai tiba-tiba acara sudah begitu
saja dimulai. Padahal aku tengah menyantap arem-arem yang enak. Di dalam kotak
kudapan ada juga telur gabus keju yang belum sempat kunikmati karena acara
keburu dimulai.
Kejutan utamanya, Letjen Purn. Kiki Syahnakri, mertua Toar,
menjadi moderator kami, aku dan Pak Jaka Santos! Belakangan baru kusadari ada
satu panelis lagi yaitu Pak Bambang Utoro dari LPPKB. Jadi aku Ikastara, Pak
Jaka Tandef, Pak Bambang Utoro LPPKB. Acara dimulai dengan paparan Letjen Purn.
Sayidiman Suryohadiprojo mengenai Restorasi Pancasila. Cukup panjang dan cukup
lebar. Kesempatan kedua diberikan padaku, baru Pak Jaka, terakhir Pak Bambang
Utoro. Pak Bambang ini tesisnya yang mengenai Wawasan Nusantara sempat
kudonlot.
Salah satu hal penting yang harus dicatat adalah Dik
Muthmainnah hadir bersama dua orang temannya, yang aku lupa namanya padahal
sudah kutanyakan. Lalu para penanggap adalah Ibu Sis, Pak Idris dan Mbak Galuh.
Terkait dengan presentasi Pak Sayidiman, ternyata aku mendapat kudapan sekotak
lagi. Selama itulah kurasa satu kotak tersebut habis, sehingga aku akhirnya tahu
rasa telur gabus keju bahkan pai buah mini yang tidak pernah terlalu kusuka.
Selebihnya, ini adalah suatu olahraga berkata-kata di pagi hari Sabtu yang mendung.
Lalu Pak Bambang Utoro lucu, karena ia selalu meminta
konfirmasi Pak Sayidiman dengan “leres mboten, menawi mboten nyuwun
didukani.” Jadi, dari empat pembicara sepagi sampai siang itu, hanya akulah
yang tidak menyiapkan presentasi. Aku hanya melakukan apa yang mungkin
merupakan satu-satunya kebisaanku. Takwa mengatakan bahwa aku berbakat
menulis. Suwardi Suryaningrat juga, meski kolomnya yang paling terkenal “Als Ik
een Nederlander was” dicurigai tidak luput dari campur-tangan Edward Douwes
Dekker. Aku ada juga mencampuri tulisan kawan-kawanku dengan kalimat-kalimatku
yang ruwet.
Kemudian nasi gudeg dengan opor ayam, tahu bacem dan sambel
goreng krecek. Kami lupa bawa air minum ketika turun ke lobi, sampai-sampai
Takwa mengambil dua botol Aqua dari mobilnya. Di sebuah kafe kecil yang tutup
di lobi Gedung Granadi itulah aku menyadari bahwa ada sesuatu yang lain yang
harus kukerjakan. Sesuatu ini menghendaki aku belajar lagi. Mungkin harus
diawali dengan membeli buku mengenai hukum maritim dan hukum pengangkutan laut.
Belajar itu memang tidak pernah salah, bahkan membuat otak selalu muda.
Pulangnya, aku terpaksa berponco karena gerimisnya lumayan
deras sampai menyakiti wajahku yang tidak bervisor. Gerimis itu ternyata
berhenti ketika sampai Duren Tiga. Aku baru sadar bensinku tiris ketika sudah
sampai Lenteng Agung yang macet. Baru di pom bensin sebelum Pusaka lama itu
kukuwel-kuwel poncoku masuk ke bawah jok lagi. Menyongklang lagi, menyidang Ega
W. Nurhidayat, S.H. sampai menjadi M.Kn. bersama Mbak Yetty dan Mbak Heni.
Begitulah Ega dengan Antonio Fici mengenai mutual purpose yang merupakan tujuan
badan usaha koperasi.
No comments:
Post a Comment