Uah! Nexmedia emang ngajakin berantem nih! Ya sudah. Biar kuterangkan mengapa aku belum tidur-tidur juga sudah hampir jam satu begini. Tadi aku sampai rumah hampir Maghrib begitu, dan lantas tertidur karena udara hujan yang sungguh amat nyaman. Mungkin juga karena aku merasa lelah. Terbangun sudah hampir jam tujuh dan rasanya seperti lapar, maka kucongklang Vario Sty ke tukang ketoprak depan. Brrr... dingin betul meskipun pelan kularikan. Sebelum pulang, aku sempat ke kandang jembel mudlarat, karena pojokanku sudah mulai dibongkar untuk dibuatkan pintu. Aku sempat juga mencoba menulis-nulis di situ, namun segera kuhentikan ketika menyadari hujan sudah reda. Segera saja kukemasi barang-barangku dan menyeberang ke Barel untuk membuatkan sampul keras bagi Yasin Fadhilah-ku yang baru. Semoga hasilnya cantik dan membuatku semangat membacanya. Akan tetapi, aku tidak dapat segera mengetahui hasilnya, karena tukang sampulnya sedang sok sibuk disiram orderan skripsi. Tidak perlu cepat-cepat juga. Aku toh masih punya di rumah meski bentuknya sangat sederhana, boleh ngopi dari punya Gus Dut lebih dari sepuluh tahun yang lalu. Djis, jika entah bagaimana caranya kau sampai di sini, hentikan gaya permainanmu, 'le! Kau memang bukan manusia berperangai terbaik di dunia ini, akan tetapi tidak berarti tidak ada kebaikan sama sekali darimu. Sungguh aku tulus prihatin pada keadaanmu sekarang. Hentikan gaya permainanmu, Djis.
Yasin Fadhilah dari sepuluh tahun lalu, boleh ngopi punya Gendut-gendut ga jelas... Sama seperti ketika kutanya John Gunadi, apakah sejak 2006 sudah majujaya? Tidak, katanya. Timbulterus iya. Well, mungkin aku tidak berada pada tataran yang sama dengan para tamtama ini, banpol, jembel mudlarat ini, atau khususnya dengan John Gunadi? Dari jawabannya, tampak bahwa ia sebenarnya mengharapkan taraf dan cara hidup normal seperti orang kebanyakan, dan kalau sudah begini, aku pasti akan mencerca daya juangnya. Daya juang... ada satu kalimat bijak dari Ibnu Athaillah, yang intinya jangan menunggu sampai gangguan mahluk hilang karena yang seperti itu akan mengurangi kewaspadaan. Sungguh benar belaka, karena gangguan mahluk toh tidak akan pernah hilang, pekerjaan tidak akan pernah ada habisnya dan uang semakin dicari semakin sedikit saja terasa! Lama-lama kewaspadaan tentu turun, seperti orang yang hidup di dekat bak sampah tidak mencium lagi bau sampah karena sudah terlalu terbiasa. Itulah sepertinya yang terjadi padaku. Bukan lagi al-Hikam, bukan Futhuh al-Ghaib, bukan Hakikat Takwa yang kubutuhkan kini, melainkan aksi nyata mengamalkannya! Apa yang terjadi padaku jelas adalah penururan kualitas penghambaan dalam taraf yang sangat sangat mengkhawatirkan. Sudah cukup aku diberitahu. Kini, harus kukerjakan! Ya, meski, mungkin, akan kubeli juga buku Futhuh al-Ghaib itu, karena al-Hikam aku masih punya. Wallahua'lam bishawab.
No comments:
Post a Comment