Sunday, March 25, 2012

Berdandan a la Fantastik, Walaupun Drop Out


Sekali lagi, dan seperti biasa, selalu kuulangi, menulisi macangondrong itu tidak ada gunanya. Seharusnya malam ini aku buat outline untuk setidaknya dua tulisan. Itu juga yang tidak kukerjakan. Sampai saat ini, mengetik dengan HP 520 tetap masih enak; dan aku yakin mengetik dengan tablet tidak akan seenak ini. Aku baru saja memandangi foto-foto adikku Andri Dwi Sukmawijaya. Maafkan aku, Dik. Mungkin aku telah mengecewakanmu. Mungkin banyak di antara kalian adik-adikku angkatan 3 yang telah kukecewakan, apalagi yang di AAL. Sekali lagi, maafkan aku, Adik-adik. Tak ada yang dapat kukatakan selain, aku keple. Mungkin, kalian sudah melupakanku, di tengah kesibukan kita sehari-hari. Janganlah lupa kalian itu meluputkan dari menerima permintaan maafku ini.

Bertemu Bagus Suryahutama itu memang tidak akan membuat hati bertambah lega. Tambah kusut, iya. Wuanjrit mana lagunya Menepis Bayang Kasih... Menye abis dah lagu ini parah! Parah. Tiba-tiba aku teringat adikku yang lain lagi. Ega Windratno. Yang baru saja tadi Dwi Saputro Nugroho. Kurasa ini harusnya entri mengenai adik-adik. Banyak sekali adik yang kuingat di dalamnya, kecuali Bagus Suryahutama. Terlepas dari gelarnya yang Paduka Yang Maha Mulia, dia tidak lebih dari anak sulung Mas Bambang dan Tante Tita. Terserah lah, Gus. Aku juga tidak tahu kenapa aku ingin bertemu denganmu malam ini. Mungkin sekadar ingin membuang uang hahaha... Jangan tersinggung, Gus. Dwi Saputro ini lebih kusut. Entahlah apa yang terjadi padanya. Entah bagaimana dulu dia tersangkut urusan dengan Aulia Rahman. Aku lupa dan tidak berminat untuk menanyakan. Yang jelas, dia punya daya dorong. Yang jelas, tidak jelas bagiku, ke mana akan ia arahkan daya itu. Terserah lah, Wi.

Sekarang sudah lewat dari setengah dua dini hari. Begini terus aku setiap hari. Apakah aku akan terus menyalahkan cuaca? Tenggorokanku pun masih terasa tak enak. Malah mulai batuk-batuk. Kualitas hidupku merosot dan terus merosot. Ah, kalau bicara ini sih tidak akan melegakan hati. Lagu Irianti Erningpraja ini terpaksa kulewati daripada menambah kusut rasa hatiku, setelah agak tertata oleh lantunan Ratih Purwasih. Ternyata, berikutnya adalah Andi Meriem. Mana judulnya Bimbang lagi... Sekali lagi, selalu masa lalu, masa kecil, yang nyaman dikenang-kenang. Membuat hati terasa begitu nyaman. Membuatku teringat tekadku, akan kukembalikan perasaan nyaman masa kecilku. Apa saja unsur-unsurnya? Entahlah. Ndikane Bapak, seperti suara seruling yang merintih rindu pada buluh bambu yang menjadi asalnya. Pulang ke rumah. Itu selalu yang kurindukan.

Ratu Sejagad-nya Vonny Sumlang dan Gejolak Jiwa-nya Ramona Purba terpaksa juga kulongkapi. Gila apa?! Aku tidak pernah ingin jadi ratu apalagi sejagad, dan jiwaku sedang ingin tenang tidak bergolak. Maka sampailah aku pada Biru-nya Vina Panduwinata. Kekasihku, padamukah terletak kebahagiaanku? Setidaknya meringankan beban hidup dunia ini sampai tiba masaku? Padamukah? Sungguh aku sedih. Biarlah tak kusebut namanya, tetapi ada seorang teman yang pernah berkata padaku: "Perkawinan itu seperti berjudi." Ia meninggal tidak lama setelah mengatakannya. Istrinya, kurasa mencintainya. Apakah ia tidak mencintainya? Tidak! Insya Allah, ia mencintainya. Saling mencintai, mereka. Aku mohon pada Allah semoga dilapangkan kuburnya, diampuni dan dihapus semua dosanya, diterima dan dilipatgandakan semua perbuatan baiknya. Temanku itu. Abangku.

Tinggi menuju nirwana
Lembut menembus rahasia
Kukuh menahan putaran waktu
Bersatu dalam damai


No comments: