Kemarin, Selasa, 6 Maret 2012, aku bergegas menuju gedung E tempatku akan memberi kuliah mengenai Sistem Ekonomi Koperasi. Di bawah tangga aku bertemu dengan Pak Arman Bustaman dan Bu Farida Prihatini. Kusempatkan untuk menyapa mereka dulu. Aku tidak tahu apa yang mereka percakapkan sebelumnya, tetapi Pak Arman minta diri pada Bu Ida sambil berkata: Mau jual obat dulu. Pak Arman ini pengajar yang sangat sangat senior, entahlah angkatan berapa beliau. Kurasa tidak jauh-jauh dari Shogun Bakti. Entah sudah berapa tahun ia mengajar, berpuluh-puluh kurasa; dan menurutnya, mengajar itu jual obat.
Itulah juga yang saya rasakan, Pak. Entah apa yang kulakukan. Tahu apa aku tentang sistem ekonomi koperasi. Jika kupikirkan, wewenang apa, hak apa yang kumiliki, sehingga aku boleh menghasut anak-anak kelahiran awal '90-an ini. Akan tetapi, aku tidak suka memikirkannya. Lebih baik kusyukuri saja, apapun ini. Allah mengijinkanku melakukannya. Apakah Ia meridhainya? Wallahua'lam. Apakah artinya menjadi seorang ilmuwan? Apakah itu berarti aku harus percaya pada prosedur ilmiah, apapun itu? Apakah aku harus percaya pada imparsialitas ilmiah, apapun itu? Sakit kepala aku memikirkannya. Entah siapa, salah satu orang ICIS itulah, entah yang mana, mengatakan aku "deterministik". Apa peduliku!
Aku memang menyandang gelar Master of Science, sebagaimana mereka berikan padaku. Namun itu tidak akan menghentikan determinismeku, seperti halnya, Insya Allah, aku berketetapan hati, berkeras hati bahwa Allah Tuhanku, Islam agamaku dan Muhammad adalah Nabi dan RasulNya! RidhaNyalah yang penting bagiku, dan itu, Insya Allah, dapat dicapai dengan menepati perintahNya dan petunjuk RasulNya. Sistem Ekonomi Koperasiku, harus kuakui, memang propaganda. Aku menyampaikannya dengan berapi-api. Selalu. Salah satu mahasiswa berkomentar: Bapak membela rakyat kecil. Ha?! Aku hanya bicara. Aku hanya mendongeng. Tiada padaku daya upaya untuk "membela rakyat kecil." Aku hanya bisa cingcong.
---sudah adzan Maghrib, shalat dulu---
Aku sedang bungah! Kurasa ada hikmahnya library.nu sekarang jadi begitu. Itu bukan akhir dari kemajuan ilmu pengetahuan dan seni. Masih ada Candi Gumilar yang merampas buku-buku dari semua perpustakaan yang ada di UI. Ternyata, dengan begitu, aku dengan mudah dapat mengakses semua koleksi yang sebelumnya hanya ada di perpustakaan-perpustakaan fakultas. Persik ganda! Dan tempatnya nyaman pula! Sistem akses langsung seperti perpustakaan Sastra dulu memang nyaman. Aku bisa berjalan di antara rak-rak buku itu, benar-benar merasakan mataku menelusur judul-judul itu, menemukan yang menarik hatiku. Aku benar-benar bungah!
Ada satu lagi. Ini membuatku semakin mendambakan komputer tablet. Apa kubeli saja yang murah itu? Ternyata ada juga aplikasi pengolah kata untuk sistem operasi Android. Seandainya saja ada yang punya dan aku bisa mencobanya dahulu. Mungkin mengetiknya tidak akan senyaman aku mengetik dengan HP 520-ku ini. Akan tetapi, dengan sedikit pembiasaan, lama-kelamaan juga akan terbiasa. Satu pertimbangan lagi, kurasa aku harus membeli yang dapat dipasangi kartu GSM untuk koneksi internetnya. Wi-fi boleh juga, tapi kalau bisa terkoneksi dengan kartu GSM, kurasa lebih praktis. Kata Doel, kalau punya tablet, yang langganan internet cukup tabletnya saja. Blackberry cukup untuk BBM saja.
Namun... semua ini kembali kepada pertanyaan: Apa sebenarnya yang kulakukan? Siapa aku? Betapa senangnya jika aku bisa menghabiskan waktu seharian di dalam Candi Gumilar, yakni dari jam delapan tiga puluh sampai sembilan belas setiap hari kerjanya. Bahkan Minggu pun ia buka! Benar-benar superb candi yang satu ini. Mengerjakan segala sesuatu itu harus senang. Orang sukses adalah yang menyukai apa yang dikerjakannya, katanya. Terserahlah. Kalau begitu definisi orang sukses, tak sukses pun tak apalah. Lalu apa namanya orang yang mengerjakan apa yang disukainya? Namanya, semau gue alias sak karepe dewek. Tidak baik juga itu...
...dan dengan taufik dan hidayah Allah, keselamatan atasmu, dan rahmat Allah, dan berkahNya.
No comments:
Post a Comment