Ada dorongan kuat untuk segera mengitiki di Sabtu pagi menjelang siang yang cerah ceria ini, apatah sekadar agar terdorong satu entri ke bawah, karena muka 'Teh Iis begitu mengemuka hahaha. Jam keemasan ini bahkan lebih cantik dari jam rawan, ketika ajar-ajaran Mbak Wiew untuk menambahkan dobel 's' di depan URL lantas mengolahnya dengan Audacity bahkan sudah usang kini, setelah lampau 10 tahunan. Daripada terus-terusan dituduh cokolatos padahal cokelat Belgia, ya sutra 'lah 'ku kontankan hari ini. 'Ku kitiki ditemani secangkir cokolatos biar tahu rasa.
Meski kini sudah dibasuh dengan air hangat secangkir yang sama. Pagi ini 'ku terbangun dengan rasa sakit pada rahang kiriku jika digunakan untuk membuka-tutup dan rasa tidak nyaman secara umum di sekujur tubuhku. Biar semua orang tahu jika pagi-pagi 'ku mulai hari dengan ngejogrog bahkan klesetan di depan tivi menonton-nonton yutub entah apa-apa. Badan terasa dingin serasa ingin tidur lagi, 'ku paksakan mengenakan celana sirwal dan jaket agar jangan sampai kehabisan ayam kecap boleh 8000-an perak, ternyata tak ada ayam goreng serundengnya, atau belum.
Barang siapa mengenalku pasti tahu (halah!) ayam-ayam ini bukan untukku, meski 'ku beli bisa sampai enam potong sekaligus. Kalaupun aku membeli juga di situ, biasanya nasi sayur telur pedas pepes tahu. Biasalah standar NATO. Namun pagi ini aku bahkan tidak membeli sayur labu siam bertempe di situ. Cukup ayam kecap lima potong Rp 40 ribu, bergeserlah ke tukang nasi uduk. Nasi kuning kentang tempe orek bihun telur dadar Rp 15 ribu. Nasi uduk kikil telur tahu semur mie Rp 15 ribu. Empat potong tempe goreng berselimut tepung Rp 5 ribu; 'tuk makan sehari lima orang.
Akan halnya motor bebek meluncur menjauhi matahari terbenam, itu karena sampul jam keemasan Cory Wong dan Dave Koz. Jujur, sampai hari ini aku tidak paham kebijaksanaan merilis singel atau album sekalian, seperti halnya mengapa Dedy Corbuzier membuka Gadang Barubah di Cikarang. Namun tidak semua harus 'ku pahami, meureun. Mamank Kuliner dan Yudo Boengkoes sudah mencobanya. Kecuali tidak sengaja yang teramat sangat parah, tidak mungkin aku sampai Pollux Mall Cikarang. Castornya mana. Di NDSM juga tertambati Pollux tanpa Castor.
Lihat, alih-alih penasaran dengan mall bernama Pollux di Cikarang, aku lebih terganggu dengan kenyataan bahwa di sekitarnya tidak ada Castor. Akan halnya aku tahu bahwa di dermaga NDSM tertambat sebuah kapal bernama Pollux sedangkan di sekitarnya tidak ada kapal atau apapun bernama Castor, itu semata karena tugas negara. Akan halnya Dave Koz menemaniku sepagi ini sudah satu album lanjut berikutnya, itu karena aku memang gaya-gaya'an. Uah, dengan iringan sesedap ini seharusnya aku berpujasastra, tapi aku malah mengitiki ketiak sendiri begini. Tetidak geli.
Bersama lagi versi asli terasa sangat ngepop jika dibandingkan aransemen dan rendisi bersama Cory Wong. Uah, ternyata menari dirilis tepat pada hari kelahiran anakku sayang satu-satunya. Tahukah Dave Koz pada saat itu, bahkan sampai hari ini, aku bukan seorang bapak yang jahat. Aku sekadar tolol, terbelakang mental. Aku mengazani telinga kanan dan mengqamati telinga kiri anakku. Aku mencari uang sedapat-dapatku untuknya, meski dengan cara-cara tolol khas bapak-bapak terbelakang mental; mungkin juga lemah mental, alias keple. Aku terduduk di becekan.
Anakku, kau membuatku tersenyum. Anak-anakku, kalian selalu membuat bapak botak melar ini tersenyum. Huh, apa aku jadi Kapten Mlaar saja. Kau tidak akan suka jika aku sampai jadi Kapten Mlaar. Bagaimana kalau ketika itu ada yang masuk kamar depan atas itu. Betapa jika lain lagi yang 'ku tulis di sini, kau tahu yang 'ku maksud adalah kamar yang dari jendelanya terlihat seorang anak yang setelah beberapa tahun membesar. Dari jendela itu pula entah aku sendiri atau ibu pernah melihat anjing menggonggongi tiang listrik lalu melolong. Malam musim panas nirakhir.
Meski kini sudah dibasuh dengan air hangat secangkir yang sama. Pagi ini 'ku terbangun dengan rasa sakit pada rahang kiriku jika digunakan untuk membuka-tutup dan rasa tidak nyaman secara umum di sekujur tubuhku. Biar semua orang tahu jika pagi-pagi 'ku mulai hari dengan ngejogrog bahkan klesetan di depan tivi menonton-nonton yutub entah apa-apa. Badan terasa dingin serasa ingin tidur lagi, 'ku paksakan mengenakan celana sirwal dan jaket agar jangan sampai kehabisan ayam kecap boleh 8000-an perak, ternyata tak ada ayam goreng serundengnya, atau belum.
Barang siapa mengenalku pasti tahu (halah!) ayam-ayam ini bukan untukku, meski 'ku beli bisa sampai enam potong sekaligus. Kalaupun aku membeli juga di situ, biasanya nasi sayur telur pedas pepes tahu. Biasalah standar NATO. Namun pagi ini aku bahkan tidak membeli sayur labu siam bertempe di situ. Cukup ayam kecap lima potong Rp 40 ribu, bergeserlah ke tukang nasi uduk. Nasi kuning kentang tempe orek bihun telur dadar Rp 15 ribu. Nasi uduk kikil telur tahu semur mie Rp 15 ribu. Empat potong tempe goreng berselimut tepung Rp 5 ribu; 'tuk makan sehari lima orang.
Akan halnya motor bebek meluncur menjauhi matahari terbenam, itu karena sampul jam keemasan Cory Wong dan Dave Koz. Jujur, sampai hari ini aku tidak paham kebijaksanaan merilis singel atau album sekalian, seperti halnya mengapa Dedy Corbuzier membuka Gadang Barubah di Cikarang. Namun tidak semua harus 'ku pahami, meureun. Mamank Kuliner dan Yudo Boengkoes sudah mencobanya. Kecuali tidak sengaja yang teramat sangat parah, tidak mungkin aku sampai Pollux Mall Cikarang. Castornya mana. Di NDSM juga tertambati Pollux tanpa Castor.
Lihat, alih-alih penasaran dengan mall bernama Pollux di Cikarang, aku lebih terganggu dengan kenyataan bahwa di sekitarnya tidak ada Castor. Akan halnya aku tahu bahwa di dermaga NDSM tertambat sebuah kapal bernama Pollux sedangkan di sekitarnya tidak ada kapal atau apapun bernama Castor, itu semata karena tugas negara. Akan halnya Dave Koz menemaniku sepagi ini sudah satu album lanjut berikutnya, itu karena aku memang gaya-gaya'an. Uah, dengan iringan sesedap ini seharusnya aku berpujasastra, tapi aku malah mengitiki ketiak sendiri begini. Tetidak geli.
Bersama lagi versi asli terasa sangat ngepop jika dibandingkan aransemen dan rendisi bersama Cory Wong. Uah, ternyata menari dirilis tepat pada hari kelahiran anakku sayang satu-satunya. Tahukah Dave Koz pada saat itu, bahkan sampai hari ini, aku bukan seorang bapak yang jahat. Aku sekadar tolol, terbelakang mental. Aku mengazani telinga kanan dan mengqamati telinga kiri anakku. Aku mencari uang sedapat-dapatku untuknya, meski dengan cara-cara tolol khas bapak-bapak terbelakang mental; mungkin juga lemah mental, alias keple. Aku terduduk di becekan.
Anakku, kau membuatku tersenyum. Anak-anakku, kalian selalu membuat bapak botak melar ini tersenyum. Huh, apa aku jadi Kapten Mlaar saja. Kau tidak akan suka jika aku sampai jadi Kapten Mlaar. Bagaimana kalau ketika itu ada yang masuk kamar depan atas itu. Betapa jika lain lagi yang 'ku tulis di sini, kau tahu yang 'ku maksud adalah kamar yang dari jendelanya terlihat seorang anak yang setelah beberapa tahun membesar. Dari jendela itu pula entah aku sendiri atau ibu pernah melihat anjing menggonggongi tiang listrik lalu melolong. Malam musim panas nirakhir.
No comments:
Post a Comment