Monday, January 13, 2025

Entri Ini Sampai Selesai Belum Ada Judulnya. Sudah


Rasanya seperti tersasar, berbaring dalam pelukan. Itulah jika daya cinta bekerja. Kalau daya kuda lain lagi. Mengapa aku tidak bisa membuat kalimat yang pendek-pendek saja. Mengapa kepalaku tidak bisa berhenti membuat bunyi-bunyian tak berbentuk tak bermakna. Mengapa tuyul anti pesawat udara terdampar di jalan masuk terminal Cimone yang sudah berubah menjadi embung. Mengapa perutku menggembung. Terkadang aku takut, tapi aku siap belajar mengenai daya cinta. Sudah dari sekitar 35 tahun yang lalu sebenarnya, ketika gitarku baru setaraf burung kakatua.
Dua nama muncul jika berpasokan udara: Syukran Wahyudi Makmun dan Abdul Qodir bin Agil. Uah, kenapa batangan semua, tak sedap dipandang mata hati. Bahkan malam-malam menjadi lebih baik ketika saling mendua, dua-duanya perempuan. Jika perut menggembung begini sulit bagi hati untuk mencinta, maka kembali saja aku ke Cimone Gama I No. 26. Pasokan udara bersampul dominan ungu, salah satu dari oleh-oleh yang jarang sekali dibawa pulang bapak. Itulah. Bapak memang tidak pernah punya cukup uang sepanjang hidupnya untuk seperti-seperti itu.

Apalagi malam ini, 'ku rasa aku memang sudah kelas tiga. Mustahil aku asal-asalan mainan compo pemutar kaset dek ganda di ruang kegiatan bersama (RKB) jika aku belum yang paling senior. Dari mana 'ku dapatkan kaset kosongnya, 'ku rasa beli ketika pesiar. Apa malam minggunya, lalu Minggu kuduplikasi kasetnya Syukran ke situ. Begitu pula kaset Nat King Cole Bu Eko, bagaimana aku sampai bisa tahu beliau kagungan itu. Mana teh yang 'ku sanding rasanya mirip-mirip dengan teh manis jambu RKB, atau perasaanku saja. Ah, kurang dua orang kesepian di dunia malam ini.

Sebagai seorang pahlawan kekuatan dan sihir, sudah pada tempatnya jika aku memakai artefak. Sejauh ini aku punya tiga artefak, yakni: (1) cincin giok Aceh wasilah kesehatan lahir; (2) kalung kinyang air wasilah kesehatan batin; (3) cincin akik hijau Tasik penghimbau keberuntungan. Tidak 'ku pakai semua hari ini, hanya giok Aceh dalam gambar di bawah. Gioknya Aceh, tehnya Tong Tji Tegal, badannya sehat segar sarira, hatinya lega lila mau sekalian dikawin atau dibeginikan tiap hari juga tidak apa-apa. Ngomong asal sembarangan njeplak memang sedapnya aduh terasa.
Sebuah entri jika ilustrasinya sampai dua berarti istimewa meski tidak juga. Di jagad gondrong ini, istimewa dan biasa seia-sekata seperti yoni kemasukan lingga. Yoni berkata lingga mengangguk-angguk mengiyakan sambil berseru trilili lili lili lili. Di sini aku kembali ke G10 bersama almarhum Ari Setiawan yang entah bagaimana datang-datang sudah bawa kaset. Apa ada pemutarnya juga aku lupa. Namun dari mana lagi sampai terngiang berbagai-bagai Iwan Fals sampai Def Leppard jika tak'da pemutarnya. Berani sekali kopral, aku pun baru punya walkman kelas dua.

Ari Setiawan nyatanya tidak bisa hidup, jika hidup itu tanpa aku. Setelah berdinas ia sempat mengirimiku email. Meski sekamar waktu kelas satu, 'ku rasa aku tidak pernah benar-benar akrab dengannya. Bagaimana Apix Prihantoro dan Budi Agus Dharma yang sejak TK sampai elek selalu bersama, bahkan sekarang masih sering ketemuan. Di sini baru 'ku sadar, aku tidak punya teman. Temanku hanya macan gondrong ini yang tiada lain adalah diriku sendiri. Apa yang 'ku kira teman selama ini ternyata kesendirian dan kesepianku sendiri. Cinta muda sudah sejak kelas 4 SD.

Memilikimu dekatku seperti ini sungguh sedapnya, mau dipandang dari sebelah manapun. Aku terbiasa denganmu yang seperti sekarang ini. Aku tidak punya kenangan apapun ketika kamu kurus. Agak lebih kurus dari ini mungkin pernah, tapi aku tidak begitu suka. Aku sukanya kamu yang sekarang ini, meski kau kata aku menggelitiki. Biarlah begini. Biar hidupku berakhir dengan kenangan ini. Aku belum lagi tahu adakah kenangan dibawa mati atau tidak, seperti mimpi yang masih teringat setelah bangun. Dibawa atau tidak, aku mau kamu yang seperti ini, Cinta.

Sunday, January 12, 2025

Terasi Terasing. Terasering Terasingkan. Akunya Ini


Jika bicara mengenai terasingkan, ingatan melayang ke rumah sakit jiwa pusat Magelang. Udara dingin, hanya kaki tertutup sarung tipis, hanya mengintip dari lubang angin. Untuk menambah denyut-denyut di kening di pelipis, satu botol rum Jamaika hampir habis tertenggak, entah berapa bungkus rokok. Beberapa tahun sebelumnya masih lengkap di situ semua, pada saat itu belum timbul minat. Baru setelah di Jombor yang ketika itu masih banyak sawahnya, aku mulai berminat pada persawahan, pada monumen Jogja kembali. Tidak pada Jogjanya, sampai kapanpun takkan.
Jika bicara mengenai terasingkan, ingatan melayang pada Iglesias, meski sekebit mengenai Sastra Jendra tiba-tiba kebat-mengebut. Dosa itu adalah konsekuensi logis dari kepolosan, dari keluguan yang dicemari kerakusan akan dunia. Kau harus disakiti dulu oleh dunia, baru kemudian engkau akan luput dari dosa, mungkin. Kesanggupanmu untuk mengulum senyum ketika dunia menyakiti, itulah yang menerbitkan cinta. Ah, ini mah tragedi buah apel. Kau merah sangat menggairahkan, terkadang hijaumu lugu. Anggunmu nan sombong, congkakmu seketika. Itu mungkin Kaikesi dulu.

Balik lagi, mengapa harus Iglesias. Bagaimana tepatnya hubungan antara terasingkan dengan Iglesias. Entahlah. Yang jelas bukan Hendro meski dia gaya-gaya-an suka pistol-pistolan dan bebungaan mawar. Uah, mana keponakanku diberi nama Endra oleh bapaknya. Sudah pada tempatnya jika Dave Koz merendisi bisikan sembrono, karena jilatan saksofonnya memang ikonik menuju legendaris lutung kasarung. Apa lantas jika aku ada keturunan Sirajalontung itu artinya aku lutung kasarung. Apa jika aku bermimpi basah dengan Karina Sukarnoputri takdirnya lantas jadi istriku.

Apa karena Karina adik tirinya Megawati lantas mereka Purbasari dan Purbararang, sedang bapak mereka Prabu Tapa Agung. Apakah buku tafsir mimpi lotere merupakan referensi yang sahih untuk menarik simpulan apapun, terlebih yang berpengaruh pada suksesi kepemimpinan sebuah negara. Pertanyaan demi pertanyaan menderu campur debu, sedang kurang-lebih seperti itu Alexander Pulalo menarik simpulan. Betapa banyak nama disebut hanya dalam satu entri ini, benar-benar goblog siga Ade Londok eumam odading Mang Oleh raosna anjing siga jelema beusi.

Pagi ini aku terbangun dengan langit menangis merintih-rintih, bahkan ketika 'ku memacu variosua rintihannya membasahi dada, perut, dan pahaku. Mencolok anjungan tunai mandiri hanya 'tuk lupa sudah membeli candesartan 16 mg dan bisprolol 5 mg masing-masing 90 tablet, amlodipine 5 mg 180 tablet masih ditambah ongkos kirim Rp. 65.500 dari pasar bersih Sentul siti. Siti Hajati, Siti Erna dan Erni hahaha cara berpikirku sudah seperti Mas Toni... Edi Suryanto. Bentuk dan bunyi, 'Gar, bentuk dan bunyi, bukan makna. Apatah kau kira hebat merangkai makna.

Tiga yang menjadi etnis, eksotis, ironis, dan mungkin sedikit berkumis karena kau, direktur rumah sakit jiwa Pakem! Kau atau entah siapa yang mengatakan bahwa kewarasan adalah kesepakatan. 'Ku rentangkan kedua lenganku ke langit yang menangis tersedu-sedu, mukaku tengadah menadahi tumpah-ruahnya air hujan. Tiada mata-mata padamu, Langit. Hanya kelabu gelap kehitaman, namun 'ku yakin hatimu seputih salju yang belum terinjak-injak. Salju pertama yang jatuh seperti keperawanan yang hilang di malam pertama, bukan sembarang malam entah di mana.

Bunyi, 'Gar, dan bentuk, meski paragraf di atas bentuknya kurang cantik. Namun apalah arti kecantikan tanpa rambut indah, apalah arti rambut indah tanpa kecantikan: siaran niaga bagian pertama. Jika radio-radio siaran swasta di Jakarta saja baru beringsut-ingsut bermigrasi ke FM pada 1987-1988, pada saat itu kau menyadari betapa sementaranya dunia. Suara Irama Indah 101.250 FM Stereo adalah yang pertama, disusul Bahana, lalu Ramako, lalu Sonora. Lalu televisi [siaran] swasta. Siarannya tak disebut karena televisi tak pernah untuk komunikasi antarpenduduk. 

Saturday, January 11, 2025

Anak-anak Kurang Ajar Naik Mobilpasir Malrongsok


Ada dorongan kuat untuk segera mengitiki di Sabtu pagi menjelang siang yang cerah ceria ini, apatah sekadar agar terdorong satu entri ke bawah, karena muka 'Teh Iis begitu mengemuka hahaha. Jam keemasan ini bahkan lebih cantik dari jam rawan, ketika ajar-ajaran Mbak Wiew untuk menambahkan dobel 's' di depan URL lantas mengolahnya dengan Audacity bahkan sudah usang kini, setelah lampau 10 tahunan. Daripada terus-terusan dituduh cokolatos padahal cokelat Belgia, ya sutra 'lah 'ku kontankan hari ini. 'Ku kitiki ditemani secangkir cokolatos biar tahu rasa.
Meski kini sudah dibasuh dengan air hangat secangkir yang sama. Pagi ini 'ku terbangun dengan rasa  sakit pada rahang kiriku jika digunakan untuk membuka-tutup dan rasa tidak nyaman secara umum di sekujur tubuhku. Biar semua orang tahu jika pagi-pagi 'ku mulai hari dengan ngejogrog bahkan klesetan di depan tivi menonton-nonton yutub entah apa-apa. Badan terasa dingin serasa ingin tidur lagi, 'ku paksakan mengenakan celana sirwal dan jaket agar jangan sampai kehabisan ayam kecap boleh 8000-an perak, ternyata tak ada ayam goreng serundengnya, atau belum.

Barang siapa mengenalku pasti tahu (halah!) ayam-ayam ini bukan untukku, meski 'ku beli bisa sampai enam potong sekaligus. Kalaupun aku membeli juga di situ, biasanya nasi sayur telur pedas pepes tahu. Biasalah standar NATO. Namun pagi ini aku bahkan tidak membeli sayur labu siam bertempe di situ. Cukup ayam kecap lima potong Rp 40 ribu, bergeserlah ke tukang nasi uduk. Nasi kuning kentang tempe orek bihun telur dadar Rp 15 ribu. Nasi uduk kikil telur tahu semur mie Rp 15 ribu. Empat potong tempe goreng berselimut tepung Rp 5 ribu; 'tuk makan sehari lima orang.

Akan halnya motor bebek meluncur menjauhi matahari terbenam, itu karena sampul jam keemasan Cory Wong dan Dave Koz. Jujur, sampai hari ini aku tidak paham kebijaksanaan merilis singel atau album sekalian, seperti halnya mengapa Dedy Corbuzier membuka Gadang Barubah di Cikarang. Namun tidak semua harus 'ku pahami, meureun. Mamank Kuliner dan Yudo Boengkoes sudah mencobanya. Kecuali tidak sengaja yang teramat sangat parah, tidak mungkin aku sampai Pollux Mall Cikarang. Castornya mana. Di NDSM juga tertambati Pollux tanpa Castor.

Lihat, alih-alih penasaran dengan mall bernama Pollux di Cikarang, aku lebih terganggu dengan kenyataan bahwa di sekitarnya tidak ada Castor. Akan halnya aku tahu bahwa di dermaga NDSM tertambat sebuah kapal bernama Pollux sedangkan di sekitarnya tidak ada kapal atau apapun bernama Castor, itu semata karena tugas negara. Akan halnya Dave Koz menemaniku sepagi ini sudah satu album lanjut berikutnya, itu karena aku memang gaya-gaya'an. Uah, dengan iringan sesedap ini seharusnya aku berpujasastra, tapi aku malah mengitiki ketiak sendiri begini. Tetidak geli.

Bersama lagi versi asli terasa sangat ngepop jika dibandingkan aransemen dan rendisi bersama Cory Wong. Uah, ternyata menari dirilis tepat pada hari kelahiran anakku sayang satu-satunya. Tahukah Dave Koz pada saat itu, bahkan sampai hari ini, aku bukan seorang bapak yang jahat. Aku sekadar tolol, terbelakang mental. Aku mengazani telinga kanan dan mengqamati telinga kiri anakku. Aku mencari uang sedapat-dapatku untuknya, meski dengan cara-cara tolol khas bapak-bapak terbelakang mental; mungkin juga lemah mental, alias keple. Aku terduduk di becekan.

Anakku, kau membuatku tersenyum. Anak-anakku, kalian selalu membuat bapak botak melar ini tersenyum. Huh, apa aku jadi Kapten Mlaar saja. Kau tidak akan suka jika aku sampai jadi Kapten Mlaar. Bagaimana kalau ketika itu ada yang masuk kamar depan atas itu. Betapa jika lain lagi yang 'ku tulis di sini, kau tahu yang 'ku maksud adalah kamar yang dari jendelanya terlihat seorang anak yang setelah beberapa tahun membesar. Dari jendela itu pula entah aku sendiri atau ibu pernah melihat anjing menggonggongi tiang listrik lalu melolong. Malam musim panas nirakhir.

Friday, January 10, 2025

Kambing dan Orong-orong. Hama Padi Musuh Tani


Don't know Kenji Sano? Kasih no! Maka 'ku kembali ke kelas 5 SD jika aku ingin lari kepadamu ketika 'ku kesepian, meski sejak 1 Oktober 1984 ambiens itu berakhir. Tidak heran, ketika Uti berulang tahun yang ke-69 terlihat sendu, meski aku ndengguk mbedegut begitu, dan seperti biasa, menyanyikan lagu panjang umurnya dengan suara paling keras di antara sepupu-sepupuku. Ketika itu aku pasti pulang lagi ke K28, meski beberapa bulan kemudian, tepatnya 31 Maret 1985 semua itu berakhir. Ambiens yang telah bersamaku selama hampir 5 tahun hidupku sejak usia 4 tahun. 
Itulah waktu-waktu ketika kesedapan yang 'ku tahu sekadar bunyi yang dibuat ibuku melarutkan susu bubuk dengan sedikit air panas, mengaduknya dengan sendok dalam gelas beling. Sayang aku tak bisa mengingat gelas seperti apa. Aku hanya ingat gelas strawberry shortcake hadiah softex, meski seingatku tidak untuk membuat susu. Sampai hari ini suara yang dibuat oleh sendok mengaduk larutan kental bubuk minuman dalam gelas selalu membawa rasa aman nyaman. Begitulah kenanganku mengenai kasih-sayang ibu kepadaku. Sedapnya susu gula manis (SGM)... 

...yang ketika aku naik kelas 4 SD, meninggalkan selama-lamanya ambiens pemberi nyaman, justru menjadi olok-olokan. SGM kepanjangannya sinting gila miring, padahal Sarihusada Generasi Mahardhika, yang memproduksi susu Milco juga. Segala kenangan berkecamuk bercampur aduk dalam benak serasa digulai, yang berakhir pada simpulan hidup begini-begini saja. Seperti bapak ibu dahulu membelikan kami botol minum savas yang bentuknya ajib, warna abu-abu, ergonomis mengikuti lengkung tubuh. Di mana ya belinya, esa mokan, esa genangku, wia-niko...

Pasti begitu juga prosesnya, semalam, dua malam, seminggu, sampai paling lama dua tahun, kami menemani Akung di kamar yang dulu biasanya untuk Akung dan Uti. Seingatku Akung lebih sering sare lebih dulu daripada kami, karena kami sering menonton filem sampai malam-malam. Jika Akung sudah sare lebih dulu maka kamar sudah gelap, maka 'ku buka sedikit gordijn yang menutup pintu ke teras, membiarkan cahaya lampu teras masuk agak lebih banyak lagi. Aku sama sekali tidak ingat bagaimana cara kami bangun pagi untuk sekolah atau ketika libur. Jinjja.  

Kini hidupku adalah kambing dan orong-orong ramai datang ke sana bila aku membawa sekantung dua kresek berisikan entah soto betawi atau makanan-makanan speysyal lainnya. Setiap malam pun aku masih mengatur-atur seberapa banyak rolgordijntjes 'ku ulur atau 'ku gulung, rolgordijntjes yang sama hijau dengan yang ada di kamar sewaan di Sint Antoniuslaan. Rolgordijntjes yang kubayar bersama zwarte tapijt ketika masuk, namun tidak berhasil 'ku jual kembali ketika keluar. Lucu sekali memang ingatan-ingatan ini. Begini-begini aku ingat sangat, sisanya lupa.

Lantas troli belanjaan itu, seharga hampir EUR 20, yang pernah 'ku bawa berak di stasiun, seingatku hanya sekali itu dipakai belanja. Sisanya aku belanja entah di Molenwijk atau di Mosveld naik sepeda vanmoof putih berkantung, atau bahkan berjalan kaki saja sejak NDSM ada Albert Heijn-nya. Pengalamanku sekali belanja di Jumbo Spaarndammerstraat dilanjut beli kibbeling entah di mana sungguh buruknya, sampai aku tak ingin mengulanginya lagi, seperti kebodohan membawa berjalan-jalan seekor anjing sok keren di samping Masjid UI, buat apa punya anjing bikin repot.

Hidupku sejauh ini memang keren. Apa pantas ingin lebih keren lagi. Apa tak pantas doa seorang ibu di pusara Bung Karno sana. Apa tak pantas keinginan seorang bapak sebelum meninggalnya. Apa tak boleh Bazz Beto mampir di d'Terras RHS entah membeli apa, sedang aku harus menahan diri dari perkopian dalam bentuk apapun entah sampai kapan. Bazz Beto menunggu pesanannya sambil nangkring di kursi tinggi menghadap mesjid. Apakah pernah terpikir olehnya ketika dia masih seorang sniper dengan John Gunadi sebagai spotter-nya, dari hampir 15 tahun yang lalu.

Friday, January 03, 2025

'Dud Badud Sekarang 'Nyong Monyong Sembarang


'Kurasa ini sejenis dengan pamur yang kemudian menjadi pencak angkatan muda rasio[nal]. Betul-betul menyiksa bagi yang punya masalah penutupan (closure problem). Meski begitu menulisnya, ini bukan mengenai kesenian badud dari pedalaman Pangandaran. Hanya saja jika menyanyikannya, aku suka membacanya seperti itu, dengan 'dal', sehingga harus di-qolqolah, sehingga terdengar seperti 'badudu'. Memang penjelasan yang sangat berguna... tapi ya sutra lah, let's do it again. Mari seruput lagi teh jawa dalam cangkir plastik besar teh tong tji kesukaanku.
Ini sebenarnya mengenai badut-badut yang berkeliaran di jalan-jalan Jakarta dan pinggirannya, meski ketika menyebut "badut", yang dimaksud Bang Iwan Fals adalah anggota-anggota dewan perwakilan rakyat atau penyelenggara negara dan pemerintahan pada umumnya. Jika sampai di sini, salahkah aku jika kembali ke 1997, ketika begitu semangatnya aku mempelajari hukum kenegaraan. Salahkah aku jika tiga tahun sebelumnya tidak ada yang mendukungku secara emosional kecuali ibu, bapak, dan adik-adikku. Aku sekadar bocah yang kasihan, tiada sesiapa menyayangi.

Siapa sangka akhirnya aku sendiri jadi badut. Mengapa tidak kubeli saja topeng badut dari karet di awal 1990-an itu, yang bentuknya memang menyeramkan, yang membuat takut maminya Bunbun. yang karenanya akan dilempar bapak. Malam ini, cintailah aku malam ini tidak pernah berhenti menyamankanku entah sejak kapan. Sejak di kamar praktek dr. Hardi Leman itu kurasa. Apalah namanya itu, musik-musik manis keemasan, bergambar air terjun. Entah ke mana perginya, takkan kembali, seperti segala sesuatu dalam hidup ini berputrefaksi. Mari busuk bersama.

Jadi badud ini semacam seni pertunjukan, dengan beberapa pemeran mengenakan kostum bagong alias babi hutan, kera atau lutung, dan harimau sang raja hutan. Selain itu ada dua orang mengenakan topeng seperti yang terlihat dalam gambar. Aku tak hendak menganalisis apapun, jangankan di sini, di benak pun tak. Seperti halnya dengan badut-badut yang bertebaran di tepi-tepi jalan-jalan Jakarta dan pinggirannya, takkan kukomentari. Aku bahkan takkan bertanya-tanya apa sebabnya Ronald McDonald sudah tidak ditemui lagi di Indonesia, Ronald dan gengnya itu.

Selama ini hanya 'ku batin. Baru kali ini 'ku ungkap. 'Ku rasa, Pak Albert Nainggolan Lumbanraja sudah meninggal. Sampai beberapa tahun yang lalu beliau terus gigih menganjurkan. Sudah beberapa tahun ini tidak 'ku terima lagi anjurannya. Aku seharusnya bangga, karena banyak tokoh nasional sekaliber Mbak Titiek Soeharto yang juga menerima anjuran itu. Begitulah hidup seorang pejuang, secara beliau adalah seorang marinir korps baret ungu, pantang menyerah selama hayat masih dikandung badan. Jika benar dikau telah tiada, Pak Albert, aku masih terus berjuang. 

Memperjuangkan apa, dengan perut membuncit begini, kepala botak begini. Uah, mungkinkah seorang lelaki dan seorang perempuan yang mengiringi dansa step Howard Wolowitz sebelum bercengkerama dengan Letnan Kara Thrace dan Bernadette Rostenkowski di ranjangnya -meski ketika ia kebingungan, George Takei muncul mencoba menambah kebingungannya- adalah rendisinya Paolo Mantovani. Meskipun semenjak 1 Januari 2025, teori ledakan besar tidak lagi dapat ditemukan di bioskop jejaring jelantara, aku tak ambil peduli. Biasa. Biarlah baygon jadi baygon.

Ya sutra lah let's do it again! Biar saja aku bersenda-canda di salju sambil menenteng kantong belanjaan. Kemudaan yang sudah tidak terlalu muda namun tetap tersia-siakan. Menjulur-julur selalu kian kemari, seperti kepala bodoh versi bintara peleton Huda dari Batalyon Sikatan. Bintara peletonku sendiri sebetulnya Sersan Muslih asli Madura, komandanku Letnan Kalok Awidura. Ah ya, di sinilah akhirnya aku benar-benar mendapat ranjang bawah, di atasku Kristiono. Dari pintu, ranjang kami kedua di kanan; di pojok Suryo Triatmojo (bawah) / David Hastiadi (atas).

Thursday, January 02, 2025

Delirium, Desiderium, dan Debilitatum: Gharāniq


Penggunaan istilah-istilah latin dan arab di sini tidak berarti apa-apa. Tidak seperti Gunawan Mohamad yang menggunakan istilah-istilah ajaib seraya memaknainya. Istilah-istilah ini semata-mata untuk gaya-gayaan. Sekadar untuk membuat jengkel Hari Prasetiyo van Cemeng. Sekadar untuk menunjukkan bahwa aku ini keturunan bangsawan yang hidupnya selalu enak. Selalu cukup pangan, sandang, papan, bahkan bergelimang kemewahan berupa pengetahuan dan kebijaksanaan dari seluruh dunia. Namun tetap saja sakit hatinya bila teringat cinta kirik, ya, anak anjing itu.
Itu karena hatiku masih berdegup-degup. Apa jadinya nenek moyang penutur bahasa austronesia ketika menyadari ia merancukan hati (liver) dengan jantung (heart). Yang tidak mungkin rancu adalah perhiasan-perhiasan yang tampak dari luar, yang menggelantung indah bagai bebuahan ranum. Ya, kata 'gantung' di situ harus diberi sisipan 'el' untuk menekankan betapa tidak hanya satu, tetapi dua. Meski entah secara genetis atau mungkin juga karena trauma bisa jadi tidak stereo, apapun itu, selalu sanggup membuat hati berdegup agak lebih kencang dari biasa. 

Maka kuajak saja Dalida ketemuan di Lavandou. Selalu saja Dalida dan selalu di Lavandou dari kecilku. Sedang anak-anak lelaki di generasiku berkhayal mengenai Lasmini khayalan Niki Kosasih, aku sudah menempelkan kepalaku rapat-rapat pada kehangatan dan kelembutan Dalida. Dan bagaimana caranya memberitahu kalian, anak-anak orang susah, apa itu Lavandou. Sebuah desa nelayan yang nyaman di selatan Perancis, menghadap ke Laut Tengah. Dapatkah kalian bayangkan silir-semilir udara laut diselang-seling harum lavender, kepalaku dielus Dalida.

Kini, setelah paruh baya, aku hanya bisa berdoa agar semua anak perempuan di dunia menjadi curahan kasih-sayang bapak-bapaknya, sehingga mereka tahu apa itu kasih-sayang dalam keluarga. Aku mungkin memang asosial bahkan antisosial sekaligus, namun aku tahu persis apa itu keluarga. Bapak dan ibuku memberiku dan adik-adikku sebuah keluarga yang utuh dan sepenuhnya berfungsi. Aku tahu bagaimana bapakku berusaha bahkan sampai melampaui batas kemampuannya untuk menjadi bapak terbaik bagi adik-adik perempuanku. 'Moga surga baginya. 

Lantas musim dingin yang hanya nyaman jika kita menemukan cara untuk tetap hangat. Jika tidak, maka musim dingin bisa berarti kematian. Itulah sebabnya akhir Oktober diperingati untuk mengenang orang-orang mati setiap tahunnya di negeri-negeri belahan utara. Akhir Oktober juga sering dijadikan batas terakhir untuk menuai apapun yang disemai, karena setelahnya hari-hari akan semakin pendek dan malam-malam semakin panjang dan dingin. Ini sekadar pamer pernah menghabiskan lengkap empat musim di negerinya langsung, terutama kepada yang belum pernah.

Bapaknya Sonny pernah membuatku menjadi anggota rombongan sirkus hahaha; sedang apapun yang tersisa padaku adalah dosa-dosa yang besarnya setara mahameru. Jika ada yang bertanya apa hubungan antara dua premis yang dihubungkan dengan 'sedang' maka kau harus bertemu Lisa. Tanyakan padanya. Ia pernah meninggalkan di rumahku potretnya. Aku tidak yakin, namun mungkin kalau tidak 8R ya 10R sekali ukurannya. Besar sekali. Aduhai apa benar yang terjadi padanya. Tanya Lisa mengapa premis satu harus masuk akalmu hubungannya dengan premis lainnya. 

Tidak harus, biar kubantu menjawabnya, Lis'. Apa kau tidak pernah dengar mengenai pilihan F di mana pernyataan dan alasan kedua-duanya salah namun menunjukkan hubungan sebab-akibat. Aku jauh lebih baik dari itu. Terkadang premis atau konklusinya kubuat benar, bahkan seringkali keduanya benar, meski mungkin bagimu tidak menunjukkan hubungan sebab-akibat. Lantas kau menggunakan matematika untuk menguji ada-tiadanya hubungan, dan merasa bahwa konklusimu lebih sahih, lebih absah. Berarti kau belum tahu dentuman. Apa itu dentuman.

Apa yang dapat membuatmu tahu apa itu dentuman 

Wednesday, January 01, 2025

Selamat Tahun Baru 2025. Fantastisisme Bermula


Jika aku sampai mengitiki, maka aku kesepian. Kugelitiki sekujur badanku sendiri, tiada yang geli. Entah aku punya ajian zirah emas dari kuil shaolin atau bagaimana. Cium-ciuman yang lebih manis dari anggur merah yang selalu memabukkan diri kuanggap belum seberapa dahsyatnya bila dibandingkan dengan kecupanmu selalu membuatku lesu darah. Kalimat sepanjang ini tanpa tanda baca apapun, seperti cahaya lampu berbahasa Perancis yang kunyanyikan dengan lirik salah dengar asal bunyi. Aa sembunyi, 'ku diapusi oleh buku lagu biarkan itu menjadiku ensiklopedia.
Mengapa aku masih berada di luar graha, di dinginnya udara malam Magelang setelah terompet istirahat malam berbunyi. Lampu-lampu taman menyala di antara graha, memendar cahayanya menembus melalui kaca-kaca buram. Tiga tahun di situ tidak pernah aku kebagian kasur bawah. Kelas satu di atas almarhum Ari Setiawan, kelas dua di atas Iron Setiawan, kelas tiga di atas Eri Budiman. Pernah ding sebentar di bawah Setyo Wibowo. Ya hanya tiga bulan itu kurasakan kasur bawah. Tiga bulan dalam tiga tahun hasilnya sesungging senyum di hangatnya sinar mentari.

Dengan pemandangan taman jurasik bagasnami dan jalanan blok mama, kupejamkan mataku untuk menyesapi cinta yang tak pernah kurasakan. Aku sekadar balon yang ditiup dengan penuh semburan liur ke dalamnya, bergulung-gulung tanpa daya. Terkadang dihembus angin lalu, teronggok di aspal berbatu setengah basah. Ditemu anak kecil, diinjak benjret. Kurentang lengan-lenganku menggapai entah apa. Uah, siapa sangka 'ku 'kan berhasil denganmu, nyaman-nyamannya, empuk-empuknya, belai-belai sayangnya, selalu saja dari entah bila-bila. Sayang, kau tahu bahwa...

...mimpi adalah bagi mereka yang tidur. Hidup adalah bagi kita untuk dijaga. Dan apabila kau bertanya-tanya apa maksud ini semua, aku ingin bersamamu mencapainya. Aku benar-benar berpikir kita akan berhasil. Namun sekarang adalah perayaan melodi yang tidak pernah berhenti cantik sejak bapak cina tua itu menjual lotere dan nasi uduk berlauk tempe bersambal. Seperti halnya sampai kini kesejukan minyak oles obat hidung yang bermula dari minyak lemon dari Gus Dut tidak pernah berhenti membelai-belai kepalaku yang sudah gundul sekali: 'ku sugus bukan agus. 

Satu-satunya yang patut dicatat di sini hanyalah bahwa 1 Januari 2025M ini bertepatan dengan 1 Rajab 1446H. Inilah sesungguhnya yang benar-benar harus dirayakan, seperti hakikat taqwa teronggok di meja berdebu. Di bawah tumpuk-tumpukan barang-barang fana, sedang seluruh alam ciptaan ini fana. Memang begitulah hakikat taqwa: mutiara terpendam. Di atasnya bertumpuk-tumpuk beban kegelapan menyelimuti, bahkan cangkang keras. Butuh usaha yang lebih keras untuk memecahnya. Mutiara'tu diselimuti otot lembut, mudah terluka hanya oleh pasir sebutir.

Lantas apa yang seperti dua potong oncom goreng tepung. Apa yang seperti dua mangkuk mie ayam wonogiri donoloyo. Makna dilambangkan dengan bunyi yang dilambangkan dengan gurat-guratan pada media penyimpan. Yang diingat adalah makna atau bunyinya, namun terkadang juga lambangnya. Suatu keteraturan yang mantap menuju satu-satunya tujuan: kehancuran. Bahkan itu pun bukan. Ketiadaan. Apalagi ini. Kau merasa tiada karena kau merasa ada. Ada dan tiada. Kosong itu Isi itu kosong. Di titik ini seperti biasa kujulurkan apa yang terasa seperti lengan.

Meski Jabadehat sempat beringsut-ingsut lewat mengecer-ecer lendirnya ke mana-mana, salah satu simpananku dalam laci-laci benak yang acap keluar dengan sendirinya adalah suatu simpulan mengenai kesedihan yang kiranya menetap seumur hidup. Namun aku memilih untuk mengenang latarnya, yakni stipwong ketika masih berada di lantai dua margo siti. Itu pun jika kau menyebut lantai yang berdiri sejajar dengan permukaan tanah lantai satu. Kenangan-kenangan itu biarlah berlalu, seperti berlalunya segala sesuatu dari sudut pandangku. Sesatunya yang 'ku tahu.