Maafkan mulut kotorku, kawan-kawan, tetapi aku benar-benar harus mengatakannya! Terpaksa membaca dan mencoba memahami buku-buku mengenai perdagangan bebas global itu sama seperti dipaksa mengoral penis seorang homoseks. Terpaksa menulis dukungan terhadap perdagangan bebas global itu sama seperti diperkosa, dianal oleh seorang homoseks. Sebenarnya buat apa sih membuat catatan harian? Aku baru tahu bahwa naskah buku harian Anne Frank ternyata ada beberapa versi, yakni (a) versi asli sebagaimana ia tulis sendiri sejak sekitar 1942; (b) versi suntingan Anne Frank sendiri, setelah mendengar siaran radio oleh Gerrit Bolkestein, anggota pemerintah Belanda dalam pembuangan pada 1944, bahwa ia ingin mengumpulkan kesaksian-kesaksian langsung rakyat Belanda selama berada di bawah kekuasaan Jerman yang dituangkan, misalnya, dalam surat atau buku harian; dan, (c) versi suntingan Otto Frank, bapaknya Anne, setelah Anne mati sebelum perang selesai sedangkan bapaknya selamat sampai perang berakhir.
Dan menulis itu bukan pekerjaan gampang. Setidaknya, menghentakkan jari-jari pada tuts kibor itu lebih memakan waktu daripada nyangkem [tuh kan kotor lagi mulutku]. Terlebih lagi, membaca juga bukan perkara gampang, setidaknya, lebih sulit daripada menonton, misalnya. Nah, bayangkan saja, kawan-kawan, untuk dapat menulis sepanjang kira seratusan halaman A4, berapa banyak buku yang harus dibaca? Berapa banyak artikel? Dan homoseks keparat ini memang betul-betul menikmatinya. Ia mendapatkan kenikmatan dari memaksa orang-orang heteroseks memuaskan syahwatnya yang menyalahi ketentuan alam itu. Setiap kuluman, setiap jilatan, ditingkahinya dengan desahan atau geraman, seakan memaksakan pemahamannya yang sakit. Dan ketika ia mulai memaksakan kelamin laknatnya untuk menerobos lubang yang salah, bukan erangan atau jeritan yang membuat birahinya terbakar; melainkan mimik muka yang menahan marah karena perbuatannya itu, tetapi tidak berdaya melakukan apa-apa. Dilaknat Allah kalian semua, penganjur perdagangan bebas global, sama seperti dilaknatnya orang-orang homoseks!
Lalu, bagaimana dengan yang bukan penganjur? Bagaimana mereka yang mendukung semata karena terlalu sederhana berpikir, karena kurang wawasan [ini istilah yang bagus untuk menggantikan "tidak visioner"] atau... kurang cerdas? Itukah yang sedang kuusahakan, mencoba berbagi sudut-pandang dengan mereka ini? Itukah tujuan hidupku? Kebanyakan orang, dari bocah baru lulus SMA sampai ibu-ibu bergelar Profesor, bukanlah merupakan penganjur aktif perdagangan bebas, setidaknya di Indonesia. Kebanyakan mereka sekadar... bagaimana caraku mengatakannya... kurang suka sejarah. Kebanyakan mereka sekadar menjalani hidup seperti apa adanya. Untuk mereka ini, aku berdoa, sebagaimana dan terutama untuk diriku sendiri yang bodoh lagi miskin ini, semoga Allah mengaruniakan petunjuk dan senantiasa melindungi dan menolong, terutama sekali mengampuni jika salah maupun khilaf, dalam menjalani hari-hari di akhir jaman yang penuh fitnah ini. Amin. Kasihanilah kami, Ya Allah... kasihani... [mengguguk]
Jadi buat apa menulis buku harian? Terus-terang, aku belum pernah membaca sendiri buku harian Anne Frank yang begitu terkenal itu. Kini padaku ada buku itu, akan kucoba membacanya, daripada terus-menerus membaca Teriakan Perangnya Leon Uris, seorang Yahudi juga. Ada yang pernah berkata, atau mengatakan padaku, bahwa Hitler sengaja menyisakan orang Yahudi, tidak semuanya dibasmi, agar umat manusia tahu betapa tidak bergunanya mereka, betapa mudarat saja yang bisa mereka bawa. Hah! Konspirasi. Tidaklah. Kalau tidak salah sudah pernah kutulis juga di sini, aku menolak percaya bahwa ada suku bangsa tertentu yang memang tercipta untuk membuat onar saja di muka bumi. [lalu Yakjuj Makjuj itu apa?] Segala keonaran ini, begitulah yang kupercayai, disebabkan oleh kerakusan, ketamakan. Rakus dan tamak akan apapun. Dan siapapun, dari suku bangsa apapun, dapat saja menjadi rakus, menjadi tamak. Kini, rakus atau tamak disebut dengan istilah lain: rasional. Untunglah aku irasional, jadi aku tidak perlu khawatir menjadi rakus.
Jadi buat apa menulis catatan harian, Anne?
No comments:
Post a Comment