Aku semakin kacau. Aku tidak puasa. Baru saja aku makan soto. Tadi pagi makan nasi kuning. Bahkan berat sekali rasanya menyebut namaNya. Kusumpal telingaku dengan trio Ce n'est Rien, Anonimo Veneziano dan Rendezvous au Lavandou, volume Winamp pada 100 persen dan PC pada 75 persen, sedangkan Pak Marno menyetel tembang-tembang kenangannya keras-keras; mungkin karena mengikuti contoh manajernya. Duh, cantik sekali lagu ini... dan aku sedang tidak punya tenaga untuk berteka-teki, apalagi bertiki-taka. Sampai muak muntah aku setiap hari membaca berita tentang Liverpool. Eh, nanti malam ada siaran langsungnya deh, Liverpool vs Anzhi, udah gitu besoknya Derby Merseyside. Ayo, masih ada enam hari lagi untuk memecahkan rekor yang sejauh ini dipegang Juni 2006. Ya Allah... mengapa begini benar perasaanku.... Apa karena aku sama-sekali tidak pernah berolahraga lagi? Apa karena sekarang aku gendut sekali...?
Aku kacau sekali. Aku seakan-akan lupa sama sekali janjiku pada diriku sendiri, untuk menjadi hamba yang lebih baik. Doa itu terucap seperti sudah otomatis saja, seotomatis dung dung tak dung tak yang sering begitu saja meluncur dari mulutku. Dan Senin nanti aku dipanel bersama Prof. Hikmahanto Juwana! Sudah gila bocah-bocah itu! Kata Mas Iskandar, itu gara-gara anak-anak LK2... Grrr... anak-anak itu... Seharusnya, sih, seharusnya aku membuat soal mid-test Hukum Perdata Dagang sekarang, dilanjutkan dengan membuat makalah mengenai Jual-beli Pulau. Namun, seperti dapat disaksikan sendiri, aku menulis entri. Ya, kembali lagi ke janji tadi. Sekitar sepuluh tahun yang lalu... Subhanallah! SEPULUH TAHUN YANG LALU! Tepatnya 10 Oktober 2002 sekitar tengah hari aku mengucap janji itu, ketika aku terbaring tak berdaya di PKM UI dengan dada berdebar-debar. Ingat itu, Bodoh! Ingat itu selalu!
Duh, ini lagi orang Venesia yang kutak tahu namanya... Sepuluh tahun yang lalu, pada hari-hari seperti ini, aku sedang menyesali diri di Dalem Jalan Radio. Begitulah rumah itu dahulu disebut, Jalan Radio. Mungkin ketika itu adalah kali pertama aku mulai melirik buku-buku agama dan buku doa-doa. Sampai hari ini doa-doa yang sering kuucapkan sebagian besar berasal dari masa-masa itu. Ketika itu, seingatku bulan Sya'ban, karena tak lama setelah itu Ramadhan. Subhanallah, mungkin itu adalah Ramadhan terbaikku. Naudzubillah, aku tidak mau mengulangi penyebabnya, namun aku sungguh merindukan masa-masa itu. Makanya jangan BEBAL! Jangan menjadi KELEDAI DUNGU yang keras kepala. Jangan menunggu dilecut, dicambuk baru bergerak. Suasana hati itu... Ya Allah, aku sadar sepenuhnya aku pendosa. Sungguh Ya Rabb aku merasa lemah di hadapan dosa-dosaku ini. Sungguh Ya Rabb, hamba mohon, kasihanilah, ampunilah, biarkanlah hamba mengecap kembali manisnya menghamba, syukur-syukur kalau bisa lebih baik lagi dari itu.
Alhamdulillah, setelah menulis ini semua, aku merasa lebih sejuk. Gelegak yang tadi serasa tak tertahankan berangsur hilang. Ya Allah, semoga setelah hamba selesai menulis, perasaan ini justru semakin baik dan membaik. Mungkin, setelah ini, karena Bang Andri yang akan mengajar, aku bisa menggunakan kesempatan ini untuk melangkahkan kaki ke Mesjid Ukhuwah Islamiyah. Mesjid yang dulu pernah kuakrabi, sejak sepuluh tahun yang lalu. Mesjid yang panggilannya tidak pernah kutangguhkan barang sekejap, bahkan kunanti-nanti. Dapatkah kumulai lagi semua itu, SEKARANG JUGA?! Tidak ada daya upaya kecuali denganMu Rabbal Alamin. Hamba mengakui kelemahan hamba. Hamba mengakui segala kedurhakaan. Hamba mengakui dosa-dosa hamba. Maka itu, angkatlah Ya Allah beban berat ini. Angkatlah dengan cara yang sebaik-baiknya. Aamiin.
...berdiri, beranjak, melangkah. Bismillah...
...berdiri, beranjak, melangkah. Bismillah...
1 comment:
Di saat saya membaca entri ini, saya baru saja menamatkan Contract With God-nya Will Eisner. An inline story indeed. Keep posting, Bang. :)
Post a Comment