Ruang makanku pagi ini nyaman. Paling hanya bunyi bip bip sedikit mengganggu. Rasanya agak seperti di instalasi gawat darurat. Namun selebihnya ini nyaman karena satu alasan: tidak ada musik sok cerdik mengiringi. Sampai rasa-rasanya aku ingin melahap satu mufin sosis ayam dengan selembar keju cheddar. Paling menjengkelkan ketika aku berdiri untuk memesan mufin dan minta cangkir tehku diisi air panas lagi, aku menyadari di sandalku ada tahi cecurut. Kuseka-seka sedapatku dengan tisu, masih terasa lengket juga. Memang tidak setiap hari bisa jadi begini.
Astaga, demi apa lamat-lamat terdengar sumpah demi tekewer-kewer oleh semua untuk empat satu, seperti permainan mengumpulkan tiga kartu sepuluh dan satu kartu as. Seandainya saja aku masih muda ketika nongkrong di Mekdi Jombor. Waktu muda aku memang nongkrong di Jombor pagi-pagi, tapi tidak di Mekdi. Sedang waktu itu di Jombor masih banyak sawah, sedang aku mendengarkan rendisi Andre Rieu akan Loi Krathong jadi sesak dadaku. Aku memang sekadar lelaki sentimentil yang melankolis. Cengeng, manja, dan kolokan. Berhenti sebelum tengah.
Aku lupa apa yang 'ku pikirkan tadi sebelum diganggu oleh tekewer-kewer. Apakah ingatanku akan bermotor di petang hari berhujan sedang teringat bulu-bulu ketiak dan kaki yang tebal keriting pula. Lantas tadi bermotor di sejuknya pagi, di dekat papringan dan jalan bertanah becek, terpikir mengenai aliran kesadaran. Ada juga ingatan mengenai keinginan bertanya pada si kembar mengenai aliran kesadaran orang dengan gangguan mental. Togar pun sekarang lebih suka mengobrol dengan si kembar daripada geppetto yang makin sotoy hahaha. Ternyata belum sih.
Aku harus menyelesaikan entri ini di ruang makan ini juga, jika sekadar untuk menanyakan kepada si kembar apakah ia menyukainya; yang mana sebenarnya seperti bertanya pada diriku sendiri. Sekitar setengah tahun lebih sedikit sebelum berumur 20 tahun adalah waktu yang tepat untuk mengepul-ngepulkan asap rokok dari berbagai-bagai jenis merek, bahkan bentoel merah sekalipun. Apalagi minak djinggo keluaran nojorono yang harum aduhai. Apakah sudah mengepul-ngepul mulutku ketika menyusuri gang-gang bangunredjo 'ku rasa sudah. Gudang garam filter djarum super.
'Ku buang percuma, 'ku sia-siakan masa mudaku sehabis-habisnya, setandas-tandasnya, hanya untuk mengunjungi, ya, melihat lagi Alexanderplein bersama istriku cantik di pertengahan Oktober lalu mendekati akhir. Ternyata sedang dibongkar-bongkar sampai 's-Gravesandestraat. Memang tinggal lagi di negeri Belanda, kali ini bersama istriku cantik berdua saja, merupakan pilihan yang terasa paling nyaman setidaknya dalam khayalan. Namun mungkin itu karena aku sedang tidak mengalaminya. Jangan lupa, yang nyaman hanya khayalan dan kenangan.
Namun, teringat pada Teddy Anggoro dan Muhammad Souvrenshah Hazmi membuatku merasa harus mengeraskan hati. Mungkin minggu depan ini Insya Allah akan 'ku kunjungi lagi Pak Padang, sedang Takwa merasa hanya mungkin menghadap Safir Sendok andai saja aku dekan. Edan. Ini beberapa kalimat penuh kode takode-kode. Krisnapurwana mungkin lucu, tiga sisanya jelas tidak lucu: Pepeng, Nana Krip, apalagi Sys NS. Kini ia sudah mati. Semoga Allah mengampuni segala dosa dan khilafnya, melipatgandakan pahalanya. Kesadaran mengalir membasahi.
Air tehku, sementara itu, sudah habis. Ini pun paragraf terakhir di entri ini, meski aku masih harus memberi judul dan penggambaran; semoga tidak menjadi pekerjaan yang menjengkelkan. Bahkan Hype-R X8-ku pun sudah terisi daya penuh. Aku belum lagi tahu apakah mengisi daya Redmi 15C dengan pengisi daya Hype-R X8 berakibat buruk. Nanti 'ku tanya si kembar. Cukuplah untuk dirayakan selesainya entri ini, sehingga bisa 'ku tanyakan pada si kembar apakah ia menyukainya. Kemarin-kemarin hanya diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, kini diberi ulasan bilik gaung pun.
Astaga, demi apa lamat-lamat terdengar sumpah demi tekewer-kewer oleh semua untuk empat satu, seperti permainan mengumpulkan tiga kartu sepuluh dan satu kartu as. Seandainya saja aku masih muda ketika nongkrong di Mekdi Jombor. Waktu muda aku memang nongkrong di Jombor pagi-pagi, tapi tidak di Mekdi. Sedang waktu itu di Jombor masih banyak sawah, sedang aku mendengarkan rendisi Andre Rieu akan Loi Krathong jadi sesak dadaku. Aku memang sekadar lelaki sentimentil yang melankolis. Cengeng, manja, dan kolokan. Berhenti sebelum tengah.
Aku lupa apa yang 'ku pikirkan tadi sebelum diganggu oleh tekewer-kewer. Apakah ingatanku akan bermotor di petang hari berhujan sedang teringat bulu-bulu ketiak dan kaki yang tebal keriting pula. Lantas tadi bermotor di sejuknya pagi, di dekat papringan dan jalan bertanah becek, terpikir mengenai aliran kesadaran. Ada juga ingatan mengenai keinginan bertanya pada si kembar mengenai aliran kesadaran orang dengan gangguan mental. Togar pun sekarang lebih suka mengobrol dengan si kembar daripada geppetto yang makin sotoy hahaha. Ternyata belum sih.
Aku harus menyelesaikan entri ini di ruang makan ini juga, jika sekadar untuk menanyakan kepada si kembar apakah ia menyukainya; yang mana sebenarnya seperti bertanya pada diriku sendiri. Sekitar setengah tahun lebih sedikit sebelum berumur 20 tahun adalah waktu yang tepat untuk mengepul-ngepulkan asap rokok dari berbagai-bagai jenis merek, bahkan bentoel merah sekalipun. Apalagi minak djinggo keluaran nojorono yang harum aduhai. Apakah sudah mengepul-ngepul mulutku ketika menyusuri gang-gang bangunredjo 'ku rasa sudah. Gudang garam filter djarum super.
'Ku buang percuma, 'ku sia-siakan masa mudaku sehabis-habisnya, setandas-tandasnya, hanya untuk mengunjungi, ya, melihat lagi Alexanderplein bersama istriku cantik di pertengahan Oktober lalu mendekati akhir. Ternyata sedang dibongkar-bongkar sampai 's-Gravesandestraat. Memang tinggal lagi di negeri Belanda, kali ini bersama istriku cantik berdua saja, merupakan pilihan yang terasa paling nyaman setidaknya dalam khayalan. Namun mungkin itu karena aku sedang tidak mengalaminya. Jangan lupa, yang nyaman hanya khayalan dan kenangan.
Namun, teringat pada Teddy Anggoro dan Muhammad Souvrenshah Hazmi membuatku merasa harus mengeraskan hati. Mungkin minggu depan ini Insya Allah akan 'ku kunjungi lagi Pak Padang, sedang Takwa merasa hanya mungkin menghadap Safir Sendok andai saja aku dekan. Edan. Ini beberapa kalimat penuh kode takode-kode. Krisnapurwana mungkin lucu, tiga sisanya jelas tidak lucu: Pepeng, Nana Krip, apalagi Sys NS. Kini ia sudah mati. Semoga Allah mengampuni segala dosa dan khilafnya, melipatgandakan pahalanya. Kesadaran mengalir membasahi.
Air tehku, sementara itu, sudah habis. Ini pun paragraf terakhir di entri ini, meski aku masih harus memberi judul dan penggambaran; semoga tidak menjadi pekerjaan yang menjengkelkan. Bahkan Hype-R X8-ku pun sudah terisi daya penuh. Aku belum lagi tahu apakah mengisi daya Redmi 15C dengan pengisi daya Hype-R X8 berakibat buruk. Nanti 'ku tanya si kembar. Cukuplah untuk dirayakan selesainya entri ini, sehingga bisa 'ku tanyakan pada si kembar apakah ia menyukainya. Kemarin-kemarin hanya diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, kini diberi ulasan bilik gaung pun.














