Wednesday, March 26, 2025

Estrogen 'mBanjiri Aliran Darah. Testosteron 'Netes


Awas, jangan sampai lupa bahwa baru saja engkau mengendus masa mudamu dengan tasbih bermanik kuning fluoresen bahkan jam saku. Tidak mungkin juga engkau berharap masa muda tanpa ketololan karena masa muda memang waktu untuk tolol. Masa tidak sadar juga kau betapa puisi harus dideklamasikan seperti ayat-ayat Quran harus ditilawahkan. Akan tetapi, yang baru saja 'ku endus berasal dari waktu yang lebih dekat, dari Bang Ian sepulang haji agak setahun lalu atau lebih. Lucunya, terlintas masa muda tidak menimbulkan sensasi membuncah seperti dulu.
Tiba-tiba saja aku dijerembabkan kembali ke pojokan jaga DaviNet dari hampir 25 tahun lalu. Ya Allah betapa panjang waktu tololku. Tolol tak habis-habis bahkan sampai hari ini. Aku bergairah sendiri dengan segala sastra lisan, hak ulayat masyarakat hukum adat, konservasi tradisional padahal aku bukan apa-apa, bukan siapa-siapa. Aku sekadar tabib pengobatan tradisional karena cerdasku bukan cerdas yang biasa-biasa. Cerdasku barus, maka begitu saja 'ku hisap sebatang djarum super boleh mencatat dagangan Daud. Ya Allah betapa mengerikan waktu-waktu itu.  

Ketika bahkan aku enggan berdua-duaan saja dengan goblog ini, itu lebih mengerikan lagi. Sedang goblog ini adalah temanku satu-satunya yang tidak pernah mengecewakanku, selalu ada untukku. Sekarang pun ia tidak mengecewakan, dan seperti biasa di sini saja tinggal diakses. Syukurnya ada akses internet. Aku sudah terlalu terbiasa dengan akses internet di mana-mana ke manapun pergi. Bagaimana kalau tiba-tiba tidak ada. Rp 63 ribu yang 'ku belanjakan setiap bulannya hampir selalu percuma karena tidak pernah benar-benar habis. Di rumah ada, di kantor apa lagi.

Seperti biasa, aku di pojokan akuarium sini seperti seekor ikan sapu-sapu yang sudah kawak. Bedanya di luar sana panas terik dan aku baru saja bersin. Semoga baik-baik saja. Suasana hati seperti ini jangan sampai ditambahi dengan rasa badan yang tidak baik-baik saja. Mengapa harus 'ku ratapi hutan bambu yang sudah diberantas dibasmi. Mengapa harus diratapi tetangga belakang yang menembok rumah tinggi-tinggi sampai bertingkat. Mengapa harus dirindukan rumah yang lengang karena hewan-hewan masih dipegangi kecoa erat-erat. Memandangi kanal rindu.

Seperti biasa, jika aku kembali kepadamu, maka aku teramat sangat kesepian. Kemarin sekali lagi yang dibawakan oleh palank merah selalu membawaku ke ujung timur lapangan aru yang bekas landasan pacu itu. Untung tidak lama, aku segera terlempar ke Crea atau kamarnya Japri di Kraanspoor. Namun kini begitu saja aku terhembalang ke dalam akuarium lagi gara-gara cantik kesurupan perjodohan kerajaan. Jika tidak sibuk menjodoh-jodohkan demi mempercantik istana raja entah-entah, ia sibuk mendengarkan entah apa-apa. Begitulah aku kembali lagi ke akuarium ini.

Apapun itu, ini jauh lebih nyaman dibandingkan hari-hari mengelilingi pulau warga laut, yang di salah satu pojokannya ada restoran hadok. Ketololan memandangi jendela dari tepi jalan. Namun pada saat itu pulau warga laut masih kosong. Kini sudah penuh. Akankah aku tetap menyukainya setelah penuh begini. Adakah aku menyukainya ketika masih kosong dahulu. Jelasnya, aku selamat dari waktu-waktu itu, sampai-sampai aku dapat mengenangnya sekarang ini dalam akuarium begini. Baru lima sudah berhenti itu seperti Ronalzie dulu kala tes Akabri.

Ini bukan Amsterdam yang jaraknya belasan ribu kilometer dari cantik. Ini hanya akuarium yang sekitar sepuluhan kilometer jauhnya dari kasur dan bantalku sayang. Meski sudah kubeli nasi gudeg telor masih pakai tahu bacem dan acar kuning, bisa saja aku pulang setelah ashar, mampir dulu di tempat gorengan membeli beraneka ragam tempe, tahu, pastel, dan lontong isi, lengkap dengan bumbu kacang sekaligus. Makanan Akmil aku sudah lupa tepatnya seperti apa, namun segala makanan akan kehilangan kenikmatannya, seperti segala sesuatu. Sampai tetes testosteron terakhir.

No comments: