Dear Diare,
Hari ini segala sesuatu terasa menjengkelkan. Segala sesuatu? Sebenarnya engga juga. Hanya beberapa saja. Untunglah pagi ini sambil menunggu shalat Jumat aku sedang mood mendengarkan Beatles. Mengetik begini juga sebenarnya menyenangkan, dan cingcong mengenai prinsip-prinsip hukum pengelolaan sumberdaya alam sebenarnya juga sama menyenangkan; dan lebih berguna. Engga, lah. Ini masalah mood. Mungkin orang-orang yang berusaha memainkan lagu-lagu Beatles tepat seperti cara mereka berempat memainkannya adalah orang-orang yang... well... Yah, pokoknya aku bukan orang seperti itu. Aku tidak peduli pujian orang. Aku hanya butuh merayakan suasana hati setiap saatnya, meski Don't Bother Me ini, sungguh, selalu asyik begini. Jika saja ada sebuah gunung batu granit yang bernama Rushless, mungkin akan kupahat wajah John, Paul, George dan Ringo di sana; biar jadi berhala-berhala.
Puasa sehari saja Alhamdulillah terasa benar khasiatnya. Perut yang sebelumnya terasa sesak benar di dalam celana yang sudah ukuran 40, langsung terasa longgar. Memang jika tidak puasa, ketika perut terasa longgar sebentar saja, langsung berpikir ini waktu mengisinya kembali, which is ngawur. Puasa itu memang enak. Sayangnya sekarang Jumat. Alhamdulilah setelah entah berapa Senin berapa Kamis mencoba, kemarin berhasil. Mungkin karena seharian di rumah saja, bersama Cantik lagi, sedangkan ia juga puasa. Kami berbuka puasa di Soto Bu Tjondro dan Cantik seperti biasa menyesalinya. Lebih menyesal lagi ketika Tip Top menyuruhnya membayar vas bunga murahan yang sudah pecah. Apapun itu, yang patut dicatat adalah kemarin aku tidak perlu memanjat atap, hanya menggoyangkan jack sedikit dan siaran-siaran lokal kembali bisa ditonton. Mungkin berkah puasa Kamis. Alhamdulillah final exam the Principles of Adat Law terlaksana dengan tertib dan lancar, meski entah mengapa aku merasa mood marah-marah pada bocah yang tidak bawa kartu ujian.
Sesungguhnya, baru sejak Pak John Atkins menyuruh Mansyur untuk roll over-lah aku menyadari sepenuhnya arti Roll Over Beethoven. Di mana komen itu adanya, ya? Atau di status? Aku ingat biasanya aku senang membacanya. Hei, di negeri orang apalagi sampai lama-lama itu membosankan loh, sampai baca komen atau status aja senang. Masa lupa masa-masa berjongkok di WC aneh yang kering berkarpet plastik, dingin pulak, seakan tidak akan pernah berakhir? WC mana pun yang pernah kujongkoki dan kududuki selama di negeri itu, mana ada yang enak. Kering semua dan pakai tisu semua. Apalagi WC McD yang di pojokan Markt. Hiy. Lalu makan, mana pernah benar-benar enak kecuali kibbeling dan surimi garnalen; itu pun pasti saking aja karena yang lain ga jelas. [ah, tidak. Makan sih agak mendingan lah, meski bukan makanannya betul yang berkesan] Lalu kau ingin, benar-benar ingin kembali ke sana? Semata-mata karena mampu melakukannya "di luar" dan topikmu "brilian"? Begitu?
Aku pengin jadi pacarmu
No comments:
Post a Comment