Tidak usah repot-repot, Eric Alexander sudah suka Hitler. Serahkan saja padanya. Judul entri ini sedianya seperti yang sudah tertulis di atas itu. Akan tetapi, berminggu-minggu sudah berlalu dari suasana hati itu. Suasana hati ketika aku menonton The Winds of War di tengah hari bolong. Hermann Göring jelas merupakan tokoh faktual dalam sejarah, sedangkan Wolf Stoller jelas adalah tokoh rekaan. Bahkan baru terpikir olehku malam ini, nama itu jelas merupakan permainan kata. Wolf jelas untuk serigala. Stoller adalah plesetan dari Stealer. Sangat sugestif. Aku mungkin tidak akan bisa sepenuhnya tahu perasaan seorang Yahudi mengenai Holocaust, tetapi Herman Wouk kentara sekali bencinya... dan ketika ini kutulis, sudah berminggu-minggu lagi lamanya berlalu. Topik di atas memang masih menjadi kegemaranku. Sulit untuk tidak menunjukkan minat ketika ia dibahas. Ya sudahlah, tidak apa-apa. Yang jelas kini aku sedang duduk di ambang pintu pavilyun, seperti yang pernah kulakukan beberapa kali selama beberapa tahun yang lalu, di rumah Yado, Radio Dalam.
...dan... ternyata ketika aku meneruskan menulis lagi entri ini, sudah lebih dari lima bulan berlalu. Pagi ini aku menggunakan tempat-kerjanya (workstation) Mas Milson Kamil, karena komputerku tiba-tiba ngadat tidak mau hidup. Tak dinyana tiba-tiba datang Pak Amin Mubarok, sedianya mencari Mas Milson mau pinjam penginstal Windows 7. Jadilah kutanyakan padanya kenapa komputerku. Ini kalau tidak memori ya VGA-nya, kata Pak Amin. Jadilah komputerku digotong ke bengkelnya di bawah. Hari ini saya ke Salemba, jadi besok saya kerjakan, begitu katanya. Sekarang apa yang akan kulakukan? Masa aku harus kembali untuk mengambil laptopku? Tapi mungkin begini lebih baik. Siapa tahu, aku justru bisa membaca sesuatu yang berguna tanpa benda itu, yang selama ini hanya punya satu guna untukku, yaitu membangun peradaban dan mengusili peradaban orang lain hohoho... Setidaknya, gara-gara komputerku mati, aku jadi terpikir untuk menengok blog ini, yang sudah lima bulan sekurangnya kubiarkan menganggur.
Ini adalah gambar pasang surut (ebb tide). Sebuah lagu yang sangat indah, yang selalu membuatku tercekik bila menyanyikannya penuh penghayatan. I'm at peace in the web of your arms.
Biar kucatat di sini, hari ini adalah hari pertama Cantik mengajar di UI. Insya Allah, semoga ini bisa menjadi tengara bagi peningkatan karirnya. Aku sendiri membayangkan baginya, ia akan melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Aku sudah menelusur Internet untuk mencari program master yang kiranya sesuai baginya. Ada beberapa, yang pertama adalah Master of Arts in Applied Linguistics and English Language Teaching di St. Mary's University College Maastricht. Ini kurasa adalah pilihan terbaik karena yang paling relevan dengan taraf karirnya sekarang. Akan tetapi, mungkin akan ada beberapa kesulitan untuk mengikuti program ini. Dari sudut pandangku, tempatnya sangat jauh dari Leiden. Nah, berbicara mengenai dekat dengan Leiden, pilihan terbaik kedua mungkin ini, Master of Arts in English Language and Culture di University of Amsterdam. Setelah kubaca-baca lagi, ini bahkan bisa jadi pilihan terbaik. Selain karena tempatnya di Amsterdam, program ini menawarkan cakrawala yang lebih luas dan generalis, sehingga, mungkin, membuka kemungkinan pengembangan karir yang lebih beragam daripada sekadar mengajarkan bahasa Inggris sebagai bahasa asing atau bahasa kedua. Aku bahkan sudah terpikir ide untuk topik tesis ...kutulis di sini tidak ya... petunjuknya saja deh... cincha laouwra. Semoga aku ingat apa yang kumaksud dengannya hohoho.
Harus kucatat di sini juga bahwa aku menyelesaikan entri ini kembali dengan komputerku sendiri. Tadi sudah sempat dibawa ke bawah, ke bengkel Pak Amin. Sejurus kemudian datang Mas Milson. Ia menawarkan diri untuk memeriksa komputerku dan... ajaib! Hanya karena dipanggul olehnya kembali ke atas, komputer itu kembali hidup dengan sendirinya! Ini adalah godaan besar untuk membangun peradaban hohoho tetapi tidak. Sambil mencangkung tadi akhirnya aku membuka plastik buku Hukum Lingkungan di Indonesia oleh Prof. Takdir Rahmadi dari Universitas Andalas. Terlepas dari apapun kekurangannya, jika pun ada, dia sudah menulisnya! Aku jadi ingat bahwa aku pun harus menyiapkan diri untuk membuka kelas Environmental Law besok di KKI Angkatan Kedua. Tidak ada pentingnya menggunakan bahasa Indonesia dalam mata kuliah ini, karena memang, bagiku, subjek ini sama-sekali tidak ada Indonesia-Indonesianya.
cukuplah tiga paragraf ditambahkan pada 6 September 2012 jam 11.00