Kiranya hancurlah sudah apa yang pernah kubayangkan dahulu, setahun penanggalan bulan yang lalu. Aku berjalan mengantarkan Puus pulang ke kostnya, dan kukatakan kepadanya: "Semoga tahun depan aku sudah tidak sekusut ini sehingga aku bisa menikmati Ramadhan yang khusyu'." Yang kubayangkan mengenai Ramadhan yang khusyu' adalah tarawih sebulan penuh. Jelas hal itu tidak terjadi.
Tinggal dua hari lagi Ramadhan, dan tak satu hari pun kuisi dengan ibadah tambahan. Shalat wajib saja tidak meningkat sama sekali mutunya. Sama, atau bakan lebih buruk dari sebelum masuk Ramadhan. Kini, Ramadhan sudah hampir angkat kaki. Sungguh bagiku ia bermuka masam. Tentu saja karena ia kuacuhkan. Jangankan kusambut dengan pantas, melangkahkan kaki membuka pintu saja enggan.
Sekarang, seperti biasa keluhanku, aku sedang buntu. He he he, sama saja ternyata sama Ditta, ada waktunya seperti ini. Tapi semua pekerjaan tentu mengalami fase seperti ini, sejauh pengalamanku selama ini. Semua saja pekerjaan. Dan kalau memang sudah waktunya selesai, selesai saja ia begitu saja. Hasan berkata ia sudah sampai bab empat, yah, baguslah itu. Setelah segala apa yang kulalui, setelah selama ini aku berkutat dari yang ini ke yang ini lagi, sampailah aku pada titik ini. Benar-benar melatih stamina, melatih kesabaran.
Ah, sudahlah. Aku sedang tidak butuh kebijaksanaan. Lagipula, siapa yang suruh harus terus-menerus bijak? Buka puasa tadi saja sudah tidak bijak. Tuna Egg Croissant Sandwich, Boston Creme, dan Cokelat Panas. Tidak lagi-lagi dalam waktu dekat. Seorang diri lagi di ketinggian. Memang menyenangkan sendiri saja.
I've searched and I've searched but I never find
Nowhere on earth to gain a peace of mind
No comments:
Post a Comment