Gambar menara pengawas mantan bandar udara (bandara) Kemayoran ini mungkin diambil oleh fotografer Majalah Angkasa pada tahun '90-an, kurang lebih sepuluh tahun sejak segala aktifitas bandara ini dihentikan pada tahun 1985. Sungguh sedih bila melihat keadaannya seperti di gambar itu. Bangunan di sebelah kiri itu adalah kandang truk-truk pemadam kebakaran yang seingatku besar-besar sekali, mungkin karena aku masih kecil waktu itu. Warnanya merah seperti pada umumnya truk pemadam kebakaran, berbeda dengan yang di Cengkareng; warnanya kuning, mereknya Chubb.
Kelompok bangunan di sebelah kanan itu seingatku perkantoran, kantor apa aku tidak tahu; bukan urusan anak kecil, pada waktu itu. Aku masih ingat tangga untuk naik ke atas menara setinggi 25 meter itu, dari besi seperti lantai bis PPD. Lalu setingkat di bawah ruang ADC, berkarpet hijau ada ruang APP yang seingatku pada saat itu saja sudah tidak digunakan. Ada dua benda yang paling kuingat di sana, yaitu semacam lampu isyarat yang filternya bisa diganti-ganti, merah, kuning, hijau... apa itu ya; Lalu, mungkin, semacam seismograf, atau entah apa. Ada lengan kecilnya yang dapat bergerak bebas, di lengan kecil itu ada ujung pena yang menulisi kertas berjalan. Adikku mungkin bisa menggambarkan keadaan menara ini dengan lebih baik.
Sesungguhnya bukan itu benar yang ingin kubicarakan. Hari ini tanggal 29 Ramadhan 1428H, Ibuku sakit di rumah. Masuk angin, karena kemarinnya kurang tidur. Yah, begitulah ibuku. Perfeksionis sampai pada taraf obsesif. Aku diminta pulang untuk memijat Ibu, karena memang pijatanku Alhamdulillah bisa membuat Ibu merasa lebih baik. Namun aku sayangnya belum bisa pulang, karena komitmen yang telah kubuat untuk memperjuangkan demokrasi liberal sampai sukses. Semoga dengan cara lain Ibu bisa merasa lebih baik. Semoga Allah selalu menjaga Ibu dan Bapak dengan penuh kasih sayang, seperti mereka menjagaku dan adik-adikku selama ini. Aamiin.
Inilah yang sebenarnya ingin kubicarakan. Bapak dan Ibuku telah memberikan kepadaku masa kecil yang gilang-gemilang, sebagiannya selama di Kemayoran. Di Kompleks Angkasa Pura K-28 Kemayoran Gempol. Di sepanjang jalan Bendungan Jago. Di sepanjang tepi landasan utama Bandara Kemayoran. Di tempat-tempat lainnya, Kebayoran baru, Cimone Tangerang, kembali lagi ke Kebayoran sebentar, selama di Magelang lalu Surabaya. Benar-benar Bapak dan Ibu telah menjadi sumber rasa nyaman bagiku. Hanya Bapak dan Ibu, tidak yang lainnya, sampai aku harus memasuki hidup dewasaku.
Kini kubertekad, akan kukembalikan semua kegemilangan itu. Akan kualami lagi semua rasa nyaman itu. Akan kuhadirkan kembali semua kebahagiaan itu. Kali ini sepenuhnya atas tanggung-jawabku. Jika dahulu aku sepenuhnya bergantung kepada Bapak dan Ibu, maka kini aku harus dapat menjadi tempat mereka bergantung. Tempat mereka menemukan rasa nyaman dan kebahagiaan. Sudah sewajarnya itu. Insya Allah bukan sesumbar yang berlebihan, ampunilah hamba Oh Allah. Tidak ada yang lebih penting daripada itu bagiku sekarang. Akan kulakukan dengan atau tanpa bantuan dari siapa pun.
Terlepas dari segala kelebihan dan kekurangan mereka, Harnowo dan Meity, merekalah manusia-manusia terpenting bagiku. Merekalah tokoh-tokoh idolaku. Merekalah segalanya bagiku. Akan kucurahkan segala daya upayaku, bersama Allah Maha Perkasa melindungiku, bagi mereka. Dan karena tiada lain tujuan mereka adalah akhir yang baik dalam perjalan pulang mereka. Itulah yang atas IjinNya akan kupastikan. Ijinkanlah hamba Oh Allah untuk ambil bagian dalam memastikan akhir yang baik bagi mereka. Aamiin.
No comments:
Post a Comment