Entri ini kutulis di kamar kos, sekitar jam 02.30, setelah aku makan sahur Mie Aceh yang berasal dari mie basah yang sepertinya benar-benar masih basah. mungkin baru dari pasar, karena waktu datang masih dalam kantong plastik besar. Sebelumnya, aku memutuskan untuk sahur lebih cepat karena tidak bisa tidur, perut sakit karena kosong.
Mungkin kita harus mulai dari fakta bahwa perhatian besar terhadap ilmu pengetahuan di Eropa baru mulai setelah kehidupan secara umum menjadi lebih baik. Maksudnya banyak orang kaya yang sudah tidak
kepingin apa-apa lagi; semua sudah pernah mereka cicipi, dan semua sudah tersedia; baru mulai mereka terpikir yang aneh-aneh. Mudah dipahami
sih. Siapa bisa berpikir kalau perut perih karena menggiling angin, dan pasokan glukosa ke otak kurang.
Nah, ini berimplikasi pada masalah lain yang jadi sangat menarik: Apakah kemudahan hidup menghasilkan manusia dengan kualitas yang lebih baik?
Apa itu kemudahan hidup? Teknologi? Apa itu manusia dengan kualitas yang lebih baik? Volume otak yang lebih besar? Akibat diet tinggi karbohidrat? Diet tinggi karbohidrat menyebabkan volume otak membesar, atau volume otak yang besar menyebabkan kebutuhan karbohidrat yang lebih tinggi? Lebih mungkin yang terakhir,
sih. Jadi manusia sekarang adalah keturunan mereka yang bervolume otak besar, sehingga membutuhkan karbohidrat yang lebih tinggi. Kemudahan hidup memungkinkan diet tinggi karbohidrat diupayakan dengan lebih mudah, akibatnya...
Wah, mulai liar sehingga kusut tak terkendali. Pasti ada yang sudah melakukannya dengan lebih sistematis. Kalau
ga salah ada beritanya di Yahoo
deh kemarin...
Tentang mengapa aku peduli pada ini semua,
well, dari lahir aku termasuk orang kaya. Secara sosial ekonomi, aku, seperti halnya orangtuaku, dan sepertinya orangtua mereka juga, secara relatif lebih baik keadaannya dibandingkan dengan kebanyakan orang pada masa masing-masing. Jadi jelas saja, ini ada kaitannya dengan: Tidak terlalu kaya untuk tercerabut dari kenyataan, tetapi tidak terlalu miskin untuk akhirnya menyimpan dendam. Sambil menulis begini, jawaban-jawaban ternyata muncul satu per satu. Pertanyaannya bukan, "Haruskah kaya dulu baru mengurus ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan?" tetapi lebih pada bagaimana caranya kekayaan dihasilkan dan disebarluaskan, dan untuk itu sudah ada teladan yang sempurna, budi pekerti yang utama.
Tentang ilmu pengetahuan, sama juga. Bahkan, bukankah itu suruhan yang kali pertama diterima? Manusia harus berusaha tahu untuk mengetahui siapa sejati dirinya. Mengetahui jati dirinya, itu yang harus dilakukan siapa saja. Ada yang harus melakukannya untuk memfasilitasi orang lain, ada yang harus memfasilitasi agar semua orang dapat melakukannya, dan ada yang memang harus dibantu untuk dapat melakukannya. Tetapi bagaimana caranya mewujudkan kembali tatanan itu? Di mana tempatku dalam tatanan itu? Apakah ini ada kaitannya dengan urusan waris-mewaris? Tapi siapa? Bagaimana mengetahuinya?
Wah, jadi mistis begini, jadi tidak ilmiah lagi. Emang apa
sih ilmiyah?
Ilmiah itu adalah sifat yang merujuk pada apa-apa yang dilakukan oleh ilmuwan-ilmuwan di Eropa abad ke-19. Pada dasarnya, mereka semua adalah orang-orang yang relatif mapan secara ekonomi, sedang, atau paling tidak pernah merasakan kemapanan ekonomi. Bagi yang sedang merasakan kemapanan ekonomi, tentu mereka membiayai sendiri kegiatan ilmiah mereka. Sedangkan bagi yang pernah merasakan kemapanan - dan oleh karena itu otak mereka tentu bermutu tinggi - seringkali mendapat dukungan dana dari maesenas-maesenas. Kegiatan mereka pada dasarnya dapat disimpulkan sebagai kegiatan mengurus segala urusan yang tak mungkin terpikirkan oleh orang-orang yang masih harus berkutat dengan urusan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar.
Ada yang mengamat-amati kulit kerang, paruh burung, tulang-belulang yang sudah membatu, lapisan tanah, kerumunan orang di pantai, catatan-catatan kuno, dan banyak lagi. Tidak sekedar mengamat-amati, mereka melakukannya seakan-akan tidak ada yang lebih penting dalam hidup ini jika dibandingkan dengan apa yang mereka lakukan itu. Terserah apa klaim mereka, pokoknya, mereka melakukan itu dengan sangat, sangat, sangat, serius sekali; tidak disambi dengan kegiatan-kegiatan lainnya, yang mungkin bagi mereka terlalu sepele, remeh-temeh, tetek bengek sehari-hari.
Setelah melakukan itu semua, setelah mereka sampai pada suatu gagasan baru yang mereka yakin belum pernah didengar orang, baru kemudian mereka menulis dan atau berceramah, menceritakan apa-apa yang telah mereka kerjakan dan hasil-hasilnya. Kesimpulan-kesimpulan harus ditarik hanya setelah menjalankan cara-cara tertentu, cara-cara mana harus dapat diulangi atau dikerjakan oleh siapa pun. Dengan demikian dapat diuji apakah orang lain akan sampai pada hasil yang sama, hasil mana kemudian disimpulkan kembali; siapa tahu ada segi-segi yang luput disimpulkan, atau malah tiba pada hasil-hasil yang sama sekali berbeda karena ada masalah dalam cara-caranya. Intinya, menulis dan berceramah adalah pungkasan dari rangkaian kegiatan yang sangat, sangat, sangat panjang, dan biasanya membutuhkan biaya yang sangat, sangat, sangat tinggi.
Itulah "kegiatan ilmiah," jelas bukan sekedar mengolah paradoks-paradoks kecil di dalam benak sendiri, apalagi sekedar
cingcong. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan adalah kegiatan orang kaya, karena biayanya sangat tinggi; atau kalau tidak mau begitu, kalau benar bahwa ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan itu sebegitu pentingnya, maka bila ada uang sisa setelah memenuhi kebutuhan dasar, belanjakanlah untuk itu. Berapa banyak "ilmuwan" yang kukenal, yang melakukan "kegiatan ilmiah"?
Ah, sama seperti semua orang, mereka sekedar mencari sesuap nasi dan segenggam berlian,
ha ha lucuk!
Allah Illahi Rabbi, berakhir sudah Ramadhanku. Beginilah bentuknya. Kasihanilah hamba, ampunilah hamba. Hanya Belas Kasih dan AmpunanMu tinggal harapanku. Oh Allah Gusti, ijinkanlah hamba memohon, sekiranya sampai hamba di Ramadhan berikutnya, tingkatkanlah mutunya. Oh Allah Gusti hamba, sembari menunggu, jadikanlah hamba selalu mengingatMu, selalu bersyukur kepadaMu, dan jadikanlah hamba termasuk hamba-hambaMu yang meningkat mutu penghambaannya. Aamiin.